"Gue gak tau harus cerita darimana Ren.." gumam Biru pelan.
Ferren melepaskan pelukan keduanya dan menatap kembali netra kelam milik pemuda yang kini duduk disampingnya, begitu dingin dan kosong.
Ferren mengelus lembut surai Biru yang mulai memanjang, mencoba memberikan rasa nyaman kepada sang kakak kelas, "It's okay kak.. kak Biru gak harus cerita seluruhnya ke aku. Cukup cerita sesuatu yang menurut kak Biru patut untuk kak Biru ceritain ke aku." Ujar Ferren lembut. Ferren sangat paham tidak akan mudah untuk seseorang memberitahukan lukanya begitu saja kepada orang lain.
Biru menggeleng pelan seraya tersenyum kecil, "Gue akan kasih tau seluruhnya."
"Hah?" Tanya Ferren yang mendadak tak paham maksud dari ucapan Biru kepada dirinya barusan
Biru mengusak lembut surai indah milik Ferren, "Mau kerumah gue?" Ajak Biru
"Hah? Eh.. Boleh kah?"
Biru mengangguk, seraya berdiri dari duduknya, "Boleh.. tapi kita kerumah Jovan sebentar. Gak masalah?"
Ferren yang masih saja tidak percaya dengan seluruh ucapan dari sang kakak kelas pada akhirnya hanya mengangguk pelan dan menatap Biru polos, "Terus sekarang aku harus apa?"
"Hah?" Sungguh Biru tidak paham maksud dari pertanyaan sang adik kelas,
"Maksudnya?""Hah? Eh anu.. a-aku ambil jacket sebentar. Kak Biru tunggu dimotor aja." Jawab Ferren seraya berlari menuju kearah tangga, meninggalkan Biru yang terlihat bingung
"Bodoh.. bodoh.." gerutu Ferren, merutuki kebodohan dirinya. Kali ini dirinya ingin menangis karna terlalu malu atas pertanyaan bodoh yang keluar begitu saja dari mulutnya
•••
Jefan menatap Biru dan Ferren secara bergantian, dirinya tidak percaya jika temannya itu akan datang bersama sang adik kelas, "Bi.."
"Jovan dikamar?" Tanya Biru seraya menarik tangan Ferren agar mengikuti dirinya untuk masuk kedalam kediaman keluarga Devano.
Jefan mendengus pelan, sedikit kesal dengan sikap seenaknya sang teman, "kagak, dikamar mandi!" Jawab Jefan seraya mengikuti Biru dan adik kelasnya yang kini sudah duduk manis diruang tamu rumahnya, "JO, BURUAN KELUAR!" Teriak Jefan tak santai, membuat Jese yang baru saja keluar dari kamarnya tersentak kaget
"Pelan-pelan kenapa sih Jef!" gerutu Jese, pasalnya volume suara Jefan saat berbicara normal saja cukup keras, apalagi saat berteriak.
Sedangkan Ferren yang sedari tadi hanya menyaksikan perilaku salah satu kakak kelasnya ini hanya bisa meringis pelan,
tidak menyangka jika kakak kelasnya itu memiliki suara dengan power diatas rata-rata"Eh? Ferren?" Sapa Jese. Sama seperti Jefan, sejujurnya Jese juga sedikit terkejut saat melihat Ferren yang tengah duduk disamping Biru, hanya saja Jese lebih memilih untuk diam perihal alasan Biru yang datang bersama Ferren kerumahnya,
"Hallo kak Jes.."
Jese mengangguk pelan sebagai jawaban, "By the way mau minum apa? Bi? Ren?"
"Gue Ice Americano Se" sahut Jefan yang dihadiahi jari tengah oleh Jese,
"Bebas apa aja bang.." jawab Biru yang diangguki oleh Jese, "kalau lo Ren?"
"Eh? Aku samain aja sama kak Biru."
Setelahnya saudara kembar dari Jefan itu beranjak kedapur untuk menyiapkan minuman untuk Biru, Ferren, dan juga Jefan.
"JOVAN LO POOP APA LAGI TERNAK LELE HAH? LAMA AMAT, HEMAT AIR WOI!"
Biru hanya bisa menghela nafas mendengar teriakan menggelegar dari sang teman yang juga merangkap sebagai kakak kelasnya di sekolah.
•••
"Lo ngapain tadi?" Tanya Jovan tak santai
Biru sangat paham jika sahabatnya ini tengah marah kepadanya, terlihat dari bagaimana cara Jovan berbicara kepadanya, "Sorry.."
Jovan mendengus kesal, cukup lelah dengan sifat Biru yang hanya akan meminta maaf jika melakukan kesalahan tanpa menjelaskan alasannya,
"Terserah deh.." gumam bungsu Devano seraya pergi dari ruang tamu keluarganya, meninggalkan Biru, Ferren, dan kedua kakaknya.
"Lah?" Jefan yang tidak mengetahui kejadian yang terjadi bingung melihat sang adik yang masuk begitu saja kedalam kamar, "Dia kenapa marah?"
Lagi-lagi Biru hanya bisa menghela nafasnya lelah, "Lo tanya aja ke Rehan bang." Ujar Biru, seraya beranjak dari duduknya, berniat menyusul sang sahabat yang berada didalam kamarnya, "Gue ngomong sebentar ya Ren sama Jovan."
•••
"Omongan lo bener Jo.. Mereka milih buat bener-bener pisah." Biru menyandarkan kepalanya di dashboard tempat tidur, dimana Jovan juga tengah bersandar dan memainkan smartphone miliknya, "Bodohnya gue masih aja gak bisa nerima. Berharap kalau semuanya masih bisa diperbaiki."
Jovan mematikan smartphonenya, menaruhnya asal di nakas, namun enggan menjawab.
Memberikan kesempatan kepada sang sahabat untuk bercerita dan memberitahukan apa yang ada didalam hatinya
"Sampai 2 hari yang lalu, gue masih berharap suatu saat bokap bakal ajak gue buat jemput nyokap.." Biru menatap kosong langit kamar Jovan. Sudah terlalu lelah untuk mengekspresikan kesedihannya dengan tangisan, "Padahal lo udah sering nyuruh gue buat siap untuk kemungkinan terburuk.. tapi ternyata gue gak pernah siap."
Jovan menarik nafasnya dalam, hatinya merasa sakit melihat bagaimana Biru yang perlahan hancur karna kedua orang tuanya,
"Maafin gue Bi.." isakan mulai terdengar dari mulut Jovan, dirinya terlalu menyesal karna pernah berbicara bodoh dengan mengatakan kedua orang tua sang sahabat lambat laun pasti akan meresmikan perpisahan dengan perceraian, dan menyuruh sahabatnya itu untuk bersiap jika waktu itu tiba, "Gue gak bermaksud.. Gue gak tau kalau omongan gue bakal jadi doa yang malah dikabulin tuhan.. maafin gue Bi.. sumpah gue minta maaf. Kenapa bisa gue nyuruh lo siap disaat semua orang gak akan pernah siap dengan perpisahan."
Biru menggeleng pelan seraya terkekeh, dirinya sama sekali tidak marah dengan sang sahabat, "Gue cuma harus bertahan sebentar lagi kan Jo?" Tanya Biru seraya menatap sang sahabat dengan senyuman, "Lo semua gak bakal ninggalin gue juga kan?"
Jovan meringkuk. Berusaha menyembuyikan tangisannya dari Biru. Sungguh hatinya begitu sakit. Terlebih dengan Biru yang kini tengah berusaha menenangkan dirinya dengan mengelus punggung Jovan hangat
"Doain gue buat tetap waras Jo."
Jovan menggeleng ribut, "Gue berdoa agar tuhan gak lagi kasih lo cobaan sialan kayak gini."
Biru terkekeh, "Aamiin. Gue balik ya." Pamit Biru yang diangguki oleh Jovan
"Nanti malam gue bawain makanan."
"Oke. Assalamualaikum."
•••
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU [HARUTO OF TREASURE]
Romance[ biru, identik dengan langit dan lautan. juga merupakan warna keberanian dan dedikasi. akan tetapi biru juga merupakan simbol dari depresi dan kedalaman jiwa manusia ]