Biru : His Sorrow

38 9 0
                                    

Jovan menarik nafasnya kasar saat melihat dari jauh sang sahabat yang kini tengah berpelukan dengan adik kelasnya,

Sebelumnya Jovan yang berniat menuju tempat parkir sekolahnya merasa cukup penasaran dengan beberapa siswa-siswi yang berkerumun tepat didepan gerbang sekolah.

Dirinya segera ia bawa untuk menghampiri kedua orang yang kini tengah menjadi pusat perhatian dari siswa-siswi yang baru saja keluar dan berniat untuk pulang,

"Lo ngapain disini?" Tanya Jovan datar, dirinya sudah tidak bertenaga hanya untuk sekedar memarahi sang sahabat

Jovan tidak habis pikir, jika seorang Biru bisa sebodoh dan senekat ini. Datang kesekolah disaat bolos, dengan penampilan yang cukup berantakan, dan lagi berpelukan dilingkungan sekolah? Ayolah..

Di lain sisi Ferren segera melepaskan pelukannya saat menyadari eksistensi dari Jovan yang tengah menegur Biru dengan nada yang begitu datar namun sarat akan kemarahan, "Kak Jo.."

"Bicara dirumah gue aja Bi." Ujar Jovan tanpa menghiraukan panggilan Ferren untuk dirinya. Setelahnya bungsu Devano itu pergi begitu saja dengan motor yang tadi sempat ia tinggal tepat didepan gerbang sekolah.

Sejujurnya Jovan juga cukup kecewa dengan apa yang adik kelasnya ini lakukan. Jovan sangat tahu dan memaklumi jika Ferren khawatir dengan sahabatnya, hanya saja untuk memeluk ditempat umum, dan terlebih di lingkungan sekolah? Cerboh, menurutnya.

Katakan lah Jovan berlebihan, namun akan sangat wajar jika seorang sahabat tidak ingin sahabatnya masuk kedalam sebuah masalah lain yang mungkin saja terjadi nantinya.

"Kak Biru.. maaf." Lirih Ferren, dirinya sadar telah melakukan kesalahan entah untuk yang keberapa kalinya. Hanya saja Ferren juga tidak mengerti mengapa dirinya secara spontan memeluk Biru saat melihat netra sayu nan kelam yang sarat akan kesedihan dan keputus asaan milik putra Narendra.

Biru sendiri tidak tahu harus merespon seperti apa. Biru sadar akan kesalahan dirinya. Biru juga sadar akan kemarahan Jovan kepada dirinya.
Namun Biru tidak dapat membohongi jika pelukan yang baru saja ia dapatkan tenyata dapat membuatnya tenang.

"Sungguh aku gak bermaksud-"

"Ayuk pulang."

"Hah?"

"Gue anter.." Ujar Biru. Dirinya segera menyalakan mesin motornya, lalu memberi kode agar sang adik kelas segera naik ke motornya. Mengabaikan tatapan dan bisik-bisik dari siswa-siswi yang masih saja memperhatikan mereka.

•••

Ferren menarik pelan lengan Biru, menggenggam tangannya dan membawa sang kakak kelas untuk ikut masuk kedalam kediamannya,

"Aku ganti baju dulu sebentar."

Biru mengangguk pelan. Dirinya ia bawa untuk duduk disalah satu sofa yang berada di ruang tamu milik keluarga Adhitama. Menunggu sang adik kelas yang baru saja naik ke lantai atas kediamannya.

Biru mengedarkan seluruh pandangannya ke seluruh penjuru ruangan. Terdapat cukup banyak bingkai foto keluarga yang tertata rapih di beberapa sudut ruangan.
Biru dapat lihat dengan jelas bagaimana foto keluarga Ferren terlihat begitu cerah namun hangat.

Iri. Biru sangat iri. Ingin sekali Biru memilikinya.. potret keluarganya. ayah, ibu, dan dirinya. Namun seperti dipaksa untuk kembali ke realita, Biru sadar jika mustahil untuk dirinya mewujudkan keinginannya

"Bodoh.. berhenti mengkhayal" maki Biru pelan kepada dirinya. Mengapa bisa terpikir untuk memiliki potret keluarga disaat keluarganya telah lama tak terasa seperti keluarga? "Berhenti untuk berharap sesuatu yang gak mungkin, ini cuma ngebuat lo makin sakit."

"Kak Biru mau minum apa?" Teriak Ferren dari arah tangga. Membuat Biru dengan segera menyingkirkan segala keinginan bodohnya yang tadi sempat terlintas di benaknya.

Namun belum sempat Biru menjawab, Ferren datang dengan sebuah nampan yang berisi dua gelas cola dan dua piring potongan kue untuk dirinya dan Biru "Maaf lama."

Biru tersenyum samar, "makasih." Ujar Biru seraya meneguk Cola yang Ferren sajikan untuk dirinya.

"Kembali kasih kak Biru!"

"Orang rumah lagi pada kemana Ren?" Tanya Biru penasaran, pasalnya sedari tadi tidak ada tanda-tanda kehidupan sejak dirinya dan Ferren masuk kedalam kediaman sang adik kelas

"Ibuk lagi jaga toko, kak Albert palingan masih dikampus.. kalau ayah memang gak tinggal disini kak, dinas di Semarang." Jawab Ferren menjelaskan.

Biru mengangguk paham, "I see.. Ah ya, gue balik ya, makasih buat Colanya." Ujar Biru, dirinya baru ingat harus kerumah Jovan. Sang sahabat pasti telah menunggunya

"Kok buru-buru?"

"Iya maaf, gue harus kerumah Jovan."

Ah ya, Ferren lupa jika tadi Jovan menyuruh Biru untuk datang kerumahnya untuk membicarakan suatu hal yang entah Ferren tidak tahu apa, "Sebentar, aku mau bicara dulu."

"Hm?"

Ferren menarik tangan Biru, membuat sang pria kembali terduduk disofa, "Kak Biru kenapa?"

"Kenapa apanya?"

"Wajah kak Biru.. aku tau kak Biru lagi gak baik-baik aja."

Biru menghela nafas pelan. Lagi dan lagi Biru merutuki kebodohan dan kecerobohan dirinya. Semua yang sudah ia dan teman-temannya tutupi selama ini dengan bodohnya ia tunjukan dan ia tampakan secara tidak langsung hari ini, "Gue baik-baik aja, no worries." Bohong Biru

Tidak semudah itu untuk Biru memberitahu dan menceritakan cerita hidupnya, Biru terlalu takut. Karna Biru tahu jika sebagian orang ingin tahu hanya karna mereka penasaran, bukan karna mereka peduli.

Ferren tersenyum penuh arti, terlihat begitu jelas jika sang kakak kelas tengah tidak baik-baik saja, "Bohong, aku tauk kak Biru bohong."

"Gue gak bohong."

"Kak Biru bohong, mata kak Biru tunjukin semuanya!" Ujar Ferren seraya menatap tepat pada manik lelah milik Biru.

Biru tidak tahu harus menjawab apa, lidahnya terasa keluh. Ferren telah mengetahui kebohongannya, Ferren tahu jika dirinya tidak baik-baik saja

Ferren menggenggam kedua tangan Biru hangat, "Aku tauk mungkin gak mudah buat kakak cerita semuanya ke aku. Mungkin itu sulit. Mungkin bagi kakak aku bukan siapa-siapa, tapi sungguh.. Aku khawatir. Aku khawatir kak Biru sakit, aku khawatir kak Biru gak baik-baik aja." Lirih Ferren. Dirinya berusaha untuk memberi tahukan seluruh isi hatinya kepada sang kakak kelas yang kini telah mengisi hatinya.

"Aku gak tau siapa dan apa yang ngebuat kak Biru gak baik-baik aja, tapi aku minta maaf atas nama semua orang yang udah ngebuat kak Biru sakit."

Air mata Biru terjatuh. Rasanya begitu sesak, kenapa kedua orang tuanya seakan tidak sadar dan meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan kepada Biru?

Ferren memeluk Biru erat, "Maaf kalau aku jadi salah satu alasan hari-hari kak Biru menjadi buruk." Bisik Ferren ditengah isakan keduanya

•••

BIRU [HARUTO OF TREASURE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang