19. Berpisah

189 48 14
                                    


"Lebih baik dibenci saat hidup, namun dicintai saat telah mati. Dari pada kau dibenci saat hidup maupun mati..."

_MATA TERTUTUP_

##############$$$$###$$$$#####$$####

Boren, nyaris tersedak teh hangat. Ketika Pieter muncul bersama Lidwin dalam keadaan sangat tergesa. Sementara Hammed, malah cepat berlari menuju bagian bawah ranjang dan menarik tas hitamnya di sana. Tak lama kemudian, muncul Sasa dan Ibrahim yang meletakkan peta di atas meja, kemudian tampak sibuk berdiskusi dengan suara perlahan, bersama Lidwin dan Pieter.

"Apa yang terjadi?" Tanya Boren, bingung. Semalam, tiba-tiba tengah malam dia dibawa ke penginapan baru itu dengan terburu-buru oleh Hammed. Dipindahkan tanpa alasan. Lalu pagi buta itu, dia mendadak dibuat bingung lagi.

Pieter menoleh padanya,"Ambil tasmu, dan cepat pergi bersama Hammed!"

"Tapi..."

"Kau akan ditemani Lidwin ke India hari ini. Dia akan bahas tugasmu di jalan. Kita berpisah untuk sementara waktu." Tambah Sasa, sebelum sibuk menggulung peta di tangannya.

"Lalu, Hammed?" Boren menoleh pada temannya yang sedang memeluk tas dan menatapnya dengan sendu. "Hammed tidak ikut?"

Hammed menggeleng,"Aku akan pulang diantar Ibrahim. Tolong titip Lidwin, ya. Dia sangat ingin melihat Taj Mahal."

Boren ternganga, apalagi kemudian Ibrahim menyerahkan tas miliknya dengan sikap kaku. Lalu Lidwin, tiba-tiba langsung menarik tangan Boren untuk ke luar penginapan itu dengan mesra.

"Hari mulai terang, bersikaplah seperti kita adalah sepasang kekasih yang sedang berbulan madu dengan rencana yang matang," bisik Lidwin, saat mereka berada dalam sebuah mobil yang dikendarai seorang pria pribumi yang tampak sangar.

"Apa yang..."

"Jangan bicara," Lidwin melotot.

Boren tak menjawab, tetapi matanya sempat melihat Sasa keluar penginapan bersama Pieter dalam keadaan tergesa memasuki mobil lain di belakang mobil mereka. Sementara Hammed dan Ibrahim, tampak berjalan santai sambil membawa tas masing-masing, ke sisi lain arah jalan yang masih agak gelap.

Hati Boren rasa hancur, saat mobil yang membawa mereka melaju dengan perlahan. Karena tak lama kemudian, terdengar letusan senjata. Ibrahim tampak berlari dengan dua tas di tangan, sebelum masuk ke dalam mobil Sasa dan Pieter, yang kemudian melaju kencang.
Boren menelan ludah dengan sakit, ia paham, jika itulah mungkin masa terakhirnya melihat Hammed. Anak muda yang terpaksa memilih jalur salah demi memberi makan keluarganya.

"Hammed bukan Keef, dia loyal. Tetapi salah satu anggota keluarganya, terlanjur mengetahui aktivitas pemuda itu dan tak bisa menutup mulutnya." Kata Lidwin, sambil menyapukan bedak ke wajahnya dengan lembut, seakan ingin menjawab kegelisahan Boren.

"A-apa Ibrahim membunuhnya?" Tanya Boren, gemetar.

"Ibrahim tidak membunuhnya. Tetapi keluarganyalah yang telah membunuh anak muda itu!" Sahut sopir, yang tiba-tiba bersuara.

Lidwin menutup kotak bedaknya, lalu tersenyum. "Kenalkan, itu Shakkar, yang akan membawa kita ke India. Dia teman kita juga."

"Teman? Bukan teman jika saling membunuh!" Kata Boren, kesal.

Lidwin mengangkat bahu,"Terserah pendapatmu, tetapi kita harus lakukan itu sebelum kita mati bersama. Ingat, bisnis ini ilegal, jadi kerahasiaan memang harus terjaga. Sekali kau masuk dalam lingkaran ini, maka seumur hidup mulutmu juga harus terjaga!"

Mata TertutupTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang