Boren terbangun dari tidurnya. Pukul satu dini hari waktu WITA, Bali, Indonesia.
Tubuh Boren berkeringat, nafasnya sesak. Mendadak, dia teringat masa lalu. Tentang jermal!
Jermal di tengah lautan Selat Malaka, di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Sebuah rumah kayu beratap seng di atas laut dengan banyak jaring ikan di bawahnya. Mimpi yang sudah belasan tahun terhapus dalam ingatannya.
Sumpah, darahnya mendadak mendidih! Terkenang kondisi hidupnya, yang hancur remuk sampai rusak anusnya karena disodomi para bandit-bandit jermal. Dulu, dia tak punya kesempatan untuk membalas. Tetapi sekarang? Mengapa tidak? Dia punya banyak uang, dia bisa membeli kapal besar untuk menyelamatkan nasib anak-anak yang terjebak dalam pusaran jermal. Sama seperti dirinya, yang dulu diperlakukan bak hewan.
Boren membuka laptop, membaca chat terakhir Zorr yang mengaku telah menerima dua tas besar dari Abdoh. Zorr terkejut, karena ternyata tas itu berisi banyak uang. Tapi sesuai perintah Boren, Zorr diminta membagi uang tersebut untuk di dimasukan ke dalam ransel-ransel, yang ditutupi dengan pakaian dalam wanita. Selanjutnya, dia mengikuti saran Boren untuk mempekerjakan lima gadis Genola untuk terbang ke Singapura, meski bayarannya sangat mahal.
Genola bukan bawahan Pieter, dia punya usaha lepas dengan pegawainya yang cantik-cantik itu. Boren akan sedikit mengacaukan pelacakan siapapun tentangnya, sebab itu para gadis yang membawa ransel itu hanya akan bertugas sampai Singapura, sebelum kembali ke Amerika.
Selanjutnya, Boren mengirim orang-orang dari jasa khusus untuk membantu Zorr membawa banyak ransel dan terbang ke Jakarta dulu, untuk menitipkan banyak ransel itu nantinya ke jasa penyimpanan kotak deposit. Baru Zorr menyusul terbang ke Bali, hanya dengan satu ransel uang saja.
Semudah itu dia terbiasa menyusun rencana. Tetapi tak mudah baginya untuk menghapus mimpi buruk masa kecil. Boren menangis usai menutup laptopnya, dia merasa tak mampu untuk tertidur kembali. Jantungnya terlalu kencang berdegup.
Semula, dia hanya ingin lari dari Pieter. Sekaligus menggagalkan rencana penyebaran wabah virus mematikan baru di Indonesia. Tetapi tentang Jermal, membuatnya jadi tak mampu mengontrol emosi.
Zorr akan tiba di Singapura, antara dua hingga tiga hari. Di Jakarta, mungkin dia bisa dua hari karena harus menitipkan banyak ransel. Baru kemudian, dia bisa menyusul ke Bali. Mendadak, Boren memiliki rencana tambahan.
Bali, sudah lama menjadi tempat favorit bagi para penajahat yang diburu Interpol. Sebagian buronan itu berasal dari buronan berasal dari Republik Ceko, China, Rusia, Prancis, India, Jepang, hingga Australia. Bahkan pernah ditemukan psikopat dari India, bandit paling dicari orang Italia, serta para pebisnis haram dari Amerika dan Inggris yang bekerja sama dengan Cina, dan masih banyak bandit kelas kakap lain.
Tujuan awal mereka umumnya menuju Amerika Selatan, tetapi keadaan dan kondisi keuangan membuat mereka terdampar di Asia Tenggara, termasuk di Bali, dengan modal visa jangka panjang. Jika uang menipis, biasanya mereka terlacak, tertangkap, dideportasi ke negara asal langsung ke penjara. Sebab itu, tak jarang dari para bajingan ini untuk memilih bersatu dengan para perompak, untuk menggasak uang dan harta para nelayan di laut, untuk kembali bisa tinggal di Bali dengan bergaya bak sultan.
Boren memahami siklus para setan ini, karena dia juga berada di dunia kegelapan. Mereka bermain cantik di Bali, tidak merusak darat, tapi menggempur bagian laut yang luas dan mudah untuk bersembunyi.
Boren kembali tidur, dan terbangun jelang makan siang. Dia mandi dan menikmati roti dan susu, lalu menyempatkan waktu untuk kembali membuka laptopnya. Dia kembali berselancar di dunia maya, dan membuat janji dengan seseorang di sebuah kafe.
Kubil, nama pria yang dia temui. Pemilik jasa pengawalan, yang timnya nanti bertugas menjemput Zorr di Singapura. Dia mengaku bisa mengenalkan Boren dengan Dajjal sekalipun.
"Para raja perompak itu, salah satunya saya kenal waktu masih di sel. Pas ke luar dia balik ke laut lagi. Dunianya itu. Dia tak mau jual narkoba, dagang manusia, atau buat jasa bodyguard seperti saya. Dia mual hidup di darat, sukanya di laut. Anda bisa pekerjakan dia Tuan, asal bayaran mantul." Ungkap Kubil, sambil menyalakan rokoknya.
Boren memberikan amplop coklat pada Kubil, memintanya mengatur untuk membuat pasukan yang bisa bersamanya berlayar ke wilayah Selat Malaka.
Kubil terkekeh,"Kalau sekedar menyelamatkan para bayi, kemudian membakar banyak jermal, itu sih seperti menendang triplek. Mudah! Menghancurkan kejahatan dengan kejahatan itu tidak sulit."
Esoknya, Kubil membawa Damon, dan tiga anak buahnya ke kafe yang sama untuk bertemu Boren. Mereka bertubuh besar, penuh tato, kulit mereka hitam oleh angin laut dan cahaya matahari yang ganas.
"Terakhir kami merompak di perairan Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Kami merompak kapal hanya dengan golok, samurai dan celurit. Senpi hanya untuk berjaga. Letusan peluru dapat mengundang Polairud. Jadi, paling kita main bacok. Ada tujuh orang, dua memantau." Kata Damon, dengan sikap kaku dan mata menyorot tajam.
"Hanya bertujuh?" Tanya Boren.
"Kadang berlima."
Boren mengangguk-angguk, dia pernah hidup di jermal, dia tahu sepak terjang para perompak yang berpesta usai menguras harta para nelayan. Kapal mereka melewati bocah-bocah kumal dengan rambut kuning kemerahan yang garing seperti ijuk, serta tubuh penuh koreng. Tak ada yang mampir, atau sekedar menolong. Bukan tak mau, sebab urusan jermal artinya berurusan dengan para mafia kelas kakap. Bisa-bisa, justru mereka yang tak bisa mendarat jika berani ikut campur soal jermal.
Tetapi Boren, menawarkan sisi lain yang membuat mereka berani melawan dajjal sekalipun. "Lima ratus juta, sebagai pembuka. Sisanya, lima ratus juta lagi setelah tugas selesai. Jadi genap satu miliar."
Damon dan anak buahnya nyengir, mereka meraih amplop coklat di depan mereka. Sementara Kubil hanya terkekeh, dia merasa cukup dibayar 50 juta untuk sekedar memperkenalkan Boren dengan Damon Selondok si Perompak. Sebab dia telah mendapat bayaran ratusan juta dari jasa pengawalan ransel rahasia milik Boren nantinya.
"Kapan beraksi?" Damon menatap Boren, seraya menepuk-nepuk amplop coklat dengan lembut, bak sedang menepuk pantat bayi.
Boren melirik Kubil,"Setelah urusan ransel aman, tolong temani adik saya liburan di Bali. Saya akan pergi melaut lusa, seminggu mungkin kembali."
"Baik, Tuan." Kubil mengangguk. "Jangan khawatir. Apakah adik tuan butuh gadis lokal?"
"Tidak. Ajak saja dia berkeliling. Dia hanya remaja yang gemar melihat segala hal. Saya ingin, dia mengagumi tanah asal ibu saya yang indah ini."
"Saya baru tahu, jika ibu anda orang Bali."
"Ibu saya bernama Komang, lahir di Bali tetapi besar di Lampung, dulu keluarganya ikut transmigrasi ke sana. Tetapi ibu saya sudah meninggal."
"Oh, turut berduka cita Tuan."
Baron tersenyum, lalu memandangi sekeliling."Ada yang ingin ditanyakan lagi?"
Damon memiringkan tubuhnya,"Saya ingin tahu kenapa anda ingin menyelamatkan anak-anak jermal?"
"Kasihan. Mereka masih kecil. Seharusnya sekolah."
"Wah, anda sungguh mulia."
"Tidak, saya tidak sebaik itu." Sahut Boren, sambil mengalihkan pandangan.
(Bersambung)

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Tertutup
Science FictionMatahari adalah anak yatim piatu yang terlahir buta. Namun dia beruntung memiliki orangtua angkat, Julian dan Yani, yang sangat menyayanginya. Nasib baik, Matahari akhirnya bisa menerima donor mata saat dia berusia 11 tahun, dari Boren Sores, pembun...