"Kepercayaan menuntut bukti, dan itu hanya akan menyakiti bila kau cari di dunia semunafik ini."
-Mata Tertutup-
#################
Berada di New Delhi, serta berpura-pura sebagai pasangan pengantin baru hasil perjodohan mendadak, jelas tidak nyaman. Tetapi Boren, terpaksa wajib menggandeng Lidwin yang lincah untuk menyinggahi India Gate, Humayun Thomb, Janpath Market, hingga Qutub Minar. Sebelum tergesa-gesa berangkat ke Jaipur.
Lidwin, menggenggam "peta" arah tujuan mereka untuk mulai menjadi sales senjata. Ada beberapa orang India yang mereka temui di Hawa Mahal, Amber Fort, Jaipur City Palace serta beberapa lokasi lain. Lidwin tampak begitu santai bercakap-cakap menggunakan bahasa Inggris dengan para pelobi senjata itu, sementara Boren lebih banyak diam dan memantau situasi.
Sungguh tak disangka Boren, jika senjata-senjata yang menghasilkan keuntungan miliaran dolar itu, ternyata ditawarkan di tempat-tempat umum yang tidak diperkirakan orang. Siapa mengira jika mereka membawa senjata pembunuh? Siapa yang menduga, jika kejahatan berat itu, bisa dijual sambil menikmati liburan?
"Sebenarnya, kondisi kita di negara terakhir juga tidak berat. Bertahun-tahun, aku dan Pieter berdagang senjata dengan para pelaku perang sambil makan siang. Tetapi, kita memang tak boleh melanggar pantangan. Yakni, membeberkan identitas. Seperti kawan kita yang malang itu," bisik Lidwin, saat kami sedang berada di Agra, demi berpura-pura (lagi) sebagai pasangan pengantin baru yang penasaran dengan Taj Mahal.
Lidwin, entah sudah berapa kali ke Taj Mahal, dan tentu saja dengan "pasangan" mendadak yang berbeda-beda. Sampai dia hafal sekali untuk tidak perlu membawa banyak barang saat menuju tempat itu. Mulai dari laptop, tripod dan beragam jenis makanan, yang memang dilarang untuk dibawa masuk ke kawasan tersebut.
"Itu Jilaukhana!" Tunjuk Lidwin, saat kami masuk dari pintu sebelah timur, di mana terlihat taman-taman cantik.
"Darwaza-I Rauza!" Kata Lidwin lagi, seraya menunjuk bangunan batu merah ala Persia.
Boren berusaha membaca kaligrafi Al Qur'an yang terukir pada pintu masuk, mencoba mengingat ajaran guru mengajinya waktu dia masih kecil.
"Apa artinya?" Tanya Lidwin.
Boren menggeleng, lalu Lidwin tertawa.
Bahkan keindahan Taj Mahal berikut kisah yang melatarbelakanginya, tidak mampu lagi memesonanya. Gadis jelita itu, malah sibuk dengan ponselnya saja. Mencoba menyelesaikan segala bentuk permintaan pasokan senjata, berikut mengatur proses pemberangkatan dan penjemputan barang ilegal tersebut.
Sementara Boren, malah sibuk terpukau mengagumi Taj Mahal yang dibangun pada tahun 1632. Bukti lambang cinta yang luar biasa dari Maharaja Shah Jahan untuk sang istri tercinta, Mumtaz Mahal. Cinta sejatinya yang meninggal usai melahirkan anak bungsu mereka pada tahun 1631.
"Ayo," tarik Lidwin, mengajak Boren antre di barisan para turis untuk memasuki makam Mumtaz Mahal dan Raja Shah Jahan."Akan lebih cepat berada di jalur ini. Jangan ikut di barisan warga lokal. Bisa panjang mengular, lama!"
Boren mengangguk, sambil memandangi pelindung sepatu yang wajib dipakai untuk memasuki area makam yang mungkin terindah di dunia itu. Saksi cinta abadi yang mengenaskan. Karena pada masa akhir hidupnya, Shah Jahan malah berada di tower penjara Red Fort Agra. Kehilangan wibawa, juga kuasa akibat direbut anaknya, Aurangzeb.
"Shah Jahan dikurung oleh anak kandungnya. Dan hiburannya hanya berupa pemandangan Taj Mahal. Entah dia merasa sempat kuat karena melihat bangunan cinta itu, atau justru akhirnya menyerah juga karena itu." Bisik Lidwin, seraya memperhatikan para turis di sekitar mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mata Tertutup
Science FictionMatahari adalah anak yatim piatu yang terlahir buta. Namun dia beruntung memiliki orangtua angkat, Julian dan Yani, yang sangat menyayanginya. Nasib baik, Matahari akhirnya bisa menerima donor mata saat dia berusia 11 tahun, dari Boren Sores, pembun...