WMG || 05

257 280 111
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ


Baim serta kedua orang tuanya kini sudah sampai di depan gerbang besar pondok milik keluarganya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baim serta kedua orang tuanya kini sudah sampai di depan gerbang besar pondok milik keluarganya. Lebih tepatnya berada di kawasan pondok putra. Tak lama gerbang itu terbuka setelah Baim menurunkan kaca mobil.

Beberapa santriwan yang berada di sana segera menunduk untuk menghormati Baim serta kedua orang tuanya.

Baim membunyikan klakson sekali kemudian tersenyum pada beberapa santriwan itu.

"Anak-anak pondok makin besar-besar ya, Bah. Cepet banget."

Kiai Ustman menggeleng pelan seraya mengucapkan "Bukan cepet. Tapi kamunya yang kelamaan di Khairo."

Baim terkekeh pelan saat mendengar jawaban itu.

Setelah perbincangan singkat itu, Baim memarkirkan mobilnya di depan halaman ndalem. Baim turun kemudian membuka bagasi mobil lalu menurunkan barang-barangnya.

Sontak Baim menggeleng saat melihat Umma Mai yang ingin mengambil barang-barang itu untuk di bawa masuk ke ndalem.

"Biar Baim yang bawa saja ya, Umma," ujar Baim sembari tersenyum.

"Umma langsung masuk ke dalam saja. Ajak Abah untuk masuk sekalian," lanjutnya dengan masih sibuk membereskan barang-barang.

"Baim yakin bisa bawa semua sendiri?" tanya Umma Mai.

Baim terkekeh. "Baim bukan anak kecil lagi, Umma. Udah, Umma masuk saja dulu. Habis ini Baim susul."

Akhirnya Umma Mai menurut. Kemudian pergi meninggalkan Baim serta Kiai Ustman di sana.

"Abah gak mau masuk juga? Baim bisa atasi sendiri, Bah."

Kiai Ustman manggut-manggut. "Kalau Baim butuh bantuan Abah, segera panggil Abah ya."

Baim mengangguk. "Nggeh, Bah."

Kiai Ustman melangkah ke dalam. Beberapa menit kemudian di susul oleh Baim dengan tangan kiri terdapat gagang koper yang ia seret lalu tangan kanan terdapat beberapa bingkisan yang akan ia bagi kepada saudara-saudaranya.

Mendadak Baim di serbu oleh ponakan-ponakannya. Ia di peluk hangat oleh si kembar serta ponakan yang lain. Baim yang mendapatkan kejutan seperti itu, tubuhnya reflek terhuyung. Sekarang ia sedang berusaha untuk menyimbangkan tubuhnya sendiri.

"Assalamualaikum adik-adiknya, Mas," sapa Baim.

"Mas Baim lama banget di Khailonya! Padahal Ghina udah kangen banget sama Mas Baim!" Terang Gina - perempuan yang berumur sekitar 3 tahunan yang kini semakin mempererat pelukannya. Bukan tubuh Baim yang ia peluk, melainkan kaki kiri Baim.

Tawa Baim terdengar. Akhirnya ia meletakkan beberapa bingkisan itu dilantai kemudian berjongkok untuk menyamakan tinggi ponakan-ponakannya itu.

"Mas Baim juga kangen banget sama si gembul ini." Baim sengaja mencubit pipi chubby milik Gina. Reflek Gina memanyunkan bibir. Kemudian kedua tangannya ia tekuk di depan dadanya. "Ih, Mas Baim! Pipi Gina cakit kan jadinya!"

Why Me, Gus? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang