WMG || 20

131 115 96
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari kemudian ....

Sejak tersebarnya gosip itu, membuat sang empu memilih datang ke kampus pada saat ada mata kuliah saja. Bukan karena ia tak ingin menjadi anak yang rajin, hanya saja ia mencoba menghindar dari beberapa permasalahan yang sudah berhasil membuat kepalanya terasa pening.

"Khilya! Ayo!"

Khilya tak beranjak dari tempatnya. Bahkan ia tak menyahut perkataan Adiba sama sekali. Tatapannya terlihat kosong di depan cermin. Reflek Adiba menarik lengan perempuan itu dengan cepat. "Ayo! Gamau telat kan?" ulangnya lagi.

Khilya tersentak, kemudian menatap Adiba sekilas. "Eh. Bentar, Ba."

Perempuan itu mencoba membenarkan jilbabnya yang berantakan sebelum keluar dari kamar. Setelah dirasa sudah benar, Khilya mengangguk lalu mengajak Adiba untuk keluar. Beberapa doa ia rapalkan sebelum berangkat ke kampus. Ia berharap hari ini tidak ada hal-hal buruk yang akan menimpanya.

"Khilya! Tunggu!"

Baru saja sampai di area halaman kampus, suara bariton yang tak asing itu terdengar memenuhi gendang telinga. Perempuan itu terus berjalan tanpa mengindahkan panggilan itu sama sekali.

"Khilya! Tunggu saya!" panggilnya lagi. Kali ini dengan sedikit berteriak.

"Khil! Dipanggil Akhi Baim itu," ujar Adiba dengan menyenggol lengan Khilya pelan.

"Biarkan saja, Ba. Aku masih belum siap untuk ketemu Gus itu."

Adiba memberi anggukan kecil sebagai tanggapan. Sepertinya Khilya benar-benar ingin menghindar dari Baim untuk sementara waktu.

Setelah tak terdengar suara derap langkah serta teriakan panggilan untuknya, Khilya pikir Baim sudah memilih untuk pergi. Namun ternyata tebakan Khilya meleset. Justru kini Baim sudah berada di depannya yang membuat Khilya harus memberhentikan langkah dengan sangat mendadak.

"Astagfirullah hal adzim."

Perempuan itu tak berani mendongak. Ia takut jika lelaki itu malah memberikan tatapan tajam untuknya. Beberapa detik kemudian hembusan napas berat terdengar jelas dari lelaki itu. Tampaknya ia sedang berusaha mengontrol pernapasannya agar kembali stabil.

Masih belum ada yang berani membuka suara hingga satu menit berlalu. Adiba yang merasa risih dengan tatapan orang-orang yang berlalu lalang, memutuskan untuk memarahi Baim yang kini sudah seenaknya menghalangi jalan.

"Akhi bisa minggir nggak sih? Ini kita udah telat loh. Kenapa kebanyakan laki-laki nggak ada yang ngerti sih!" gerutunya kesal.

"Saya mau bicara sebentar dengan Khil-"

"Tapi dia gak mau," potong Adiba dengan cepat.

"Tapi saya mau bicara sebentar," kukuhnya lagi.

"Akhi. Maaf. Tapi Khilya tetap nggak mau," ujarnya dengan memberikan penekanan disetiap katanya. Adiba berharap setelah ini Baim bisa mengerti dan menuruti apa yang Khilya mau.

Why Me, Gus? [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang