Setelah berjalan – jalan dengan Anami dan mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya, siang harinya Zidan kembali ke sekolah untuk mengikuti rapat osis untuk membahas tentang Pekan Olahraga dan Kesenian yang akan dilaksanakan minggu depan.
Rapat itu berjalan cukup lancar dan tak memakan waktu lama. Setelah si ketua osis menutup agenda rapat pada siang menjelang sore hari itu, Zidan dan beberapa teman osis yang lain pun satu per satu mulai meninggalkan ruang rapat.
Setelah mengikuti rapat osis, Zidan tak langsung pulang. Ia masih di sibukkan dengan latihan basket pada sore harinya. Menjadi seorang ketua basket, tentu saja membuat Zidan harus selalu stand by di lapangan setiap kali jadwal untuk latihan ataupun bertanding.
Waktu berlalu dengan sangat cepat hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18.00. Zidan pun segera mengakhiri sesi latihan basket pada hari itu.
Ingat, posisi Zidan adalah ketua tim basket, jadi mau tidak mau dia yang bertanggung jawab dengan semua anggota timnya. Zidan menunggu satu per satu temannya meninggalkan lapangan dan pulang ke rumah mereka masing - masing.
Setelah semua temannya pulang, Zidan pun mulai melangkahkan kakinya ke arah parkiran motor lalu mulai mengendarai motornya.
Zidan mengendarai motornya dengan kecepatan rendah sembari menghirup segarnya udara sore hari dan kencangnya angin yang berhembus menyapa wajahnya yang tidak tertutup sepenuhnya oleh kaca helm full face miliknya.
Rasanya sangat lelah, tetapi Zidan bahagia dengan apa yang tengah di jalaninya. Menjadi anggota osis dan ketua dari tim basket adalah mimpinya sejak kecil. Dia sangat bangga terhadap dirinya sekarang. Zidan kecil yang mulai beranjak remaja perlahan sudah berhasil untuk mewujudkan mimpi di masa kecilnya.
“Zidan pulang” Ucapnya sembari membuka pintu.
“Halo sayang, selamat datang. Gimana hari ini? Capek banget ya. Kamu langsung ke kamar deh mandi, terus makan abis itu langsung istirahat. Bunda siapin dulu makanan buat kamu ya” Ucap bunda lalu melangkahkan kakinya ke dapur untuk menyiapkan makanan untuk Zidan.
Zidan tak langsung pergi ke kamar seperti yang bunda perintahkan. Ia mendudukkan dirinnya di sofa besar yang terletak di ruang tengah atau yang biasa di sebut ruang keluarga sembari mengambil toples berisi kue kering buatan bunda.
“Iya bun capek. Tapi seru kok. Tadi aku bisa shoot sampe 10 kali loh bun” Ucap Zidan bangga.
“Wahh hebat banget. Rekor baru dong, kemarin kan kamu cuma bisa masukin 5 bola aja kan ke dalam ring ?”
“Hehehe iya bun kemarin cuma bisa masukin 5. Aku bakalan lebih giat lagi latihannya supaya makin jago. Masa kapten tim basket payah kan malu banget” Ucap Zidan sambil terkekeh pelan.
Bunda hanya tersenyum menanggapi ucapan Zidan, dan kembali sibuk berkutat dengan alat dapurnya.
Zidan mengamati sekelilingnya, tampak seperti biasa. Sepi. Tapi, ada yang kurang, dimana Difta? Tanyanya dalam hati. Biasanya Difta adalah orang yang paling semangat ketika menyambut kedatangan Zidan sepulang sekolah.
“Eh, iya bun Difta kemana ?” Tanya Zidan memecah keheningan.
“Difta lagi keluar sebentar. Katanya mau beli susu pisang sama camilan di minimarket depan jalan sekalian mau cari angin katanya” Jawab bunda.
“Bun, gimana jawaban bunda tentang pembicaraan kita waktu itu. Masalah Difta bun” Ucap Zidan sembari berjalan mendekati bunda.
“Masalah sekolah Difta? kamu pengen bunda sekolahin Difta di sekolah umum kaya kamu? Gak. Jawaban bunda tetap sama gak akan bunda izinin” Ucap bunda yang sudah merubah nada suaranya menjadi tegas dan seolah tak mau di bantah lagi.
“Bun, Zidan mohon. Kasian Difta kalo Home Schooling terus bun. Pasti dia bosan terus dia juga gak punya banyak teman. Difta kesepian bunda” Ujar Zidan.
“Apa kamu gak ingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Bunda izinin Difta sekolah di luar tapi apa. Difta di bully di sana. Difta sering di pukul, di caci maki bahkan di aniaya sampai – sampai dia koma. Kamu gak tau keadaan Difta waktu itu, bunda takut, bunda khawatir dan bunda gak mau kejadian itu terulang lagi. Bunda sayang sama Difta, bunda gak mau kehilangan dia Zidan” Jelas bunda pada Zidan.
“Iya bun Zidan ingat kejadian itu. Zidan tau perasaan bunda, dan bukan cuma bunda yang sayang sama Difta. Zidan juga bun. Zidan sayang, sayang banget sama Difta. Difta selalu nyeritain soal belajarnya di rumah yang ngebosenin dan juga dia yang kesepian karena gak punya banyak temen kaya Zidan.
Tolong kabulin keinginan Zidan. Zidan yakin Difta pasti bakalan seneng banget bisa satu sekolah sama Zidan. Zidan bakalan kenalin Difta ke temen – temen Zidan dan Difta bakalan punya banyak temen. Difta pasti bahagia banget. Tolong ya bun, izinin Difta” Ucap Zidan meyakinkan sang bunda.
“Huhhft” helaan napas keluar dari mulut bunda.
"Apa kamu mau janji satu hal sama bunda. Tanya bunda dan Zidan hanya menggangukkan kepalanya.
"Tolong jaga Difta, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Bunda mau kamu selalu ada buat dia dan lindungi dia. Tolong awasi Difta meskipun nanti dia udah punya teman baru di sekolahnya.
Bunda gak mau kejadian beberapa tahun lalu terulang lagi. Dan bunda harap kamu bisa buat Difta selalu tersenyum dan jangan biarin Difta sedih ataupun menangis, karena Difta itu spesial untuk bunda. Apa kamu bisa pegang janji kamu buat bunda?" Tanya bunda memastikan.
“Iya bun, Zidan janji bakalan jaga Difta, awasin Difta, dan buat Difta selalu tersenyum. Makasih ya bun. Makasih banyak” Ucap Zidan lalu merengkuh tubuh bunda untuk di peluk.
Bunda tersenyum lalu perlahan membalas pelukan Zidan.
Ada yang nungguin gak sih?😭
Plis vote dan komennya temen - temen.
See you next chap💙
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗦𝗶𝗹𝗲𝗻𝘁 𝗕𝗼𝘆 [✔]
Fanfiction"Bun, Difta boleh sekolah bareng gak sama Zidan?" "Apa kamu gak ingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Bunda izinin Difta sekolah di luar tapi apa. Difta di bully di sana. Difta sering di pukul, di caci maki bahkan di aniaya sampai - sampai difta...