Happy Reading.......
Abaikan Typo😊🤏Sesuai perkataan Jaevan, Harsa dan Justin yang mengamati keadaan di dalam kelasnya perlahan mulai sepi dan tidak ada seorangpun kecuali Difta segera melangkahkan kaki mereka mendekati tempat duduk Difta.
Difta menunjukkan senyum indahnya kala kedua orang itu semakin mendekati tempat duduknya.
Mengambil inisiatif lebih dulu, Difta segera menuliskan sesuatu dengan buku kecil miliknya dan di sodorkan pada kedua orang itu.
"Hai, namaku Difta, kalian?" Tulisnya.
Tak membalas pertanyaan yang diajukan oleh Difta, keduanya hanya menampilkan senyum menyeringai yang tampak menakutkan di mata Difta.
"Lo ga usah kepo sama nama kita. Mending lo ikut kita sekarang cepetan" Ujar Harsa dengan ketus sembari menarik tangan Difta dengan kasar.
Tak bisa berteriak untuk minta tolong, Difta hanya berusaha sekuat mungkin untuk memberontak dan melepaskan genggaman tangan Harsa dan juga Justin.
"Seru juga ya bawa si bisu. Dia ga bisa ngomong jadi aman kita hahaha" Ujar Justin sembari tertawa ringan.
"Iya. Dia cuma ngeberontak gini aja mah ga ngefek juga buat kita. Emang dasarnya lemah ya gini" Ucap Harsa mengejek.
Keduanya membawa Difta ke gudang belakang sekolah, sesuai arahan dari Jaevan.
Dan benar saja, di sana tampak Jaevan dan Aksa yang sudah menunggu kehadiran mereka.
"Langsung bawa masuk aja cepetan gue gak sabar mau habisin ni orang" Ucap Jaevan yang tampak tak sabaran.
"Ehh bentar napa. Capek juga gue geret - geret dia dari kelas ke sini" Keluh Justin kesal.
Brukk........
Tubuh ringkih Difta dibanting dengan kuat hingga menabrak tembok dan terjatuh ke lantai.
Tak bisa berbuat banyak, Difta hanya bisaa meringis pelan dan memegangi bagian punggungnya yang sakit akibat terbentur.
Difta merogoh saku celananya dan mencari buku juga pena untuk menuliskan sesuatu untuk mereka. Tapi belum sempat Difta menulis, bukunya terlebih dahulu telah dirampas paksa oleh Jaevan.
"Gak perlu nulis apa - apa. Gue gak butuh tulisan lo. Gue gak peduli lo mau ngomong apa. Lagian lo bisu, gue gak bakalan keganggu sama ocehan lo. Lo cuma harus diem dan pasrah aja sama takdir lo.
Gue pengen marah sama ayah gue karena selalu nuntut gue harus selalu sempurna. Padahal lo tau kan, manusia gak akan pernah bisa sempurna. Gue gak bisa ngelawan dia. Ngelawan dikit aja badan gue rasanya remuk semua. Coba aja kalo gue berani bilang ke ayah kalo gue capek, capek hidup kaya gini.
Gue mau bebas kaya temen gue pada umumnya. Belajar, main, kalo gue gagal pas ujian gue bisa perbaiki lagi. Bukan kaya gini. Gue dipaksa nurutin kemauan dia yang jelas - jelas gue gak suka. Gue di suruh belajar siang malam dari pagi sampe malem. Gue bahkan cuma bisa tidur 3 jam setiap harinya.
Capek, gue capek lo bisa ngerasain gak apa yang gue rasain. Huhh gue rasa lo pasti nggak bisa rasain itu semua karena lo cacat. Di mata gue lo itu lemah bughh" Keluh Jaevan lalu mulai menonjok wajah Difta.
"Lo gak bisa apa - apa" bughh. Pukulnya lagi, kali ini di bagian perut Difta.
"Lo gak berhak hidup. Lo harusnya mati" bughh. Pukul Jaevan lagi di wajah Difta.
"Karena ayah gue yang selalu nuntut gue buat jadi sempurna, gue sekarang jadi gak suka liat orang cacat dan lemah kaya lo" bughh, bughh, bughh pukul Jaevan terus menerus bergantian antara wajah lalu perut Difta
KAMU SEDANG MEMBACA
𝗦𝗶𝗹𝗲𝗻𝘁 𝗕𝗼𝘆 [✔]
Fanfiction"Bun, Difta boleh sekolah bareng gak sama Zidan?" "Apa kamu gak ingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Bunda izinin Difta sekolah di luar tapi apa. Difta di bully di sana. Difta sering di pukul, di caci maki bahkan di aniaya sampai - sampai difta...