(5) Bolu coklat

41 15 0
                                    

Hai semua apa kabar?
Masih setia baca, kan?



♡´・ᴗ・'♡
-----

Dering khas milik ponsel dengan logo apel memecah lamunan Bervan, padahal ia hanya berencana duduk sebentar menunggu motornya mendapat jalan setelah puluhan motor di belakang meninggalkan parkiran.

Layar ponsel berkedip-kedip, sebuah kontak dengan nama 'Tante Martha' menjadi alasan kenapa ponsel Bervan tak berhenti berdering.

"Ya?" Bervan menjawab sekenanya setelah menempelkan ponsel di telinga.

"Bervan..," Panggil wanita itu lembut.
"Langsung pulang, ya! Mama sudah siapin makanan yang kamu pesan semalam."

Tante Martha adalah Ibu tiri Bervan. Ayahnya Jaya Danaka, menikahi Tante Martha setelah sepuluh tahun menjadi duda. Saat menikah dengan Ayah, Tante Martha sudah mempunyai Javero, yang Bervan tahu Ayah Javero sudah meninggalkan Tante Martha demi perempuan lain semenjak Javero masih berusia dua bulan di dalam kandungan. Bervan tidak pernah setuju akan pernikahan yang bahkan sudah bertahan selama enam tahun, itulah sebabnya ia juga tak pernah mau memanggil Tante Martha sebagai Ibu, juga tidak pernah bisa akur dengan Javero.

"Bervan ga merasa pesan apa-apa ke Tante," Bervan menggeleng heran.

"Ayah yang kasih tahu Mama," Jawaban yang tidak memberi penjelasan namun malah memuncakkan amarah Bervan.

"Ga semua yang aku bilang ke Ayah harus Tante wujudin."

"Tapi Mama mau, Mama bisa, Van."

"Oh ya? Kalau gitu boleh ga kalau Bervan minta satu hal dari Tante, setelahnya Bervan ga akan minta apa-apa lagi."

"Apa?" Nada sumringah jelas terdengar dari seberang sana.

"Hidupin Bunda! Dan silahkan ambil Ayah!"

Tante Martha tercekat, nafasnya hampir saja habis karena kaget dengan ucapan Bervan.

"Kalau ga bisa, setidaknya ga usah ganggu aku lagi!" Perintah Bervan langsung mematikan sambungan.

Bervan tahu bahwa perlakuannya ini kejam, namun membayangkan bagaimana Bunda melihat Ayah bahagia dari atas sana, pasti menyakitkan sekali. Bahkan Bunda tidak sempat merawat Bervan bersama Ayah, tidak sempat memasakkan Bervan kepiting saus tiram kesukaannya dan juga tidak sempat merasakan bagaimana utuhnya sebuah keluarga.

Jadi, memperlakukan Tante Martha seperti tadi adalah wujud kasih sayang Bervan untuk Bunda.

***

Sudah sekitar sepuluh menit Tanu dan Naraya duduk di taman belakang Sekolah. Setelah berhasil lepas dari Javero kini Naraya harus berhadapan dengan si dingin Tanu. Cowok itu menyelamatkan Naraya dengan berkata bahwa tiba-tiba Bu Rina memanggilnya, entah apa tujuannya melakukan itu. Dan dengan bodohnya, Naraya pergi dengan senang hati tanpa tahu bahwa ia akan memasuki suasana canggung lain.

Suasana semakin terasa aneh ketika suara perut Naraya membelah keheningan antara mereka berdua. Ada raut ingin tertawa dari wajah Tanu, yang malah membuat Naraya ingin terbang ke Pluto saja.

"Nih," Tangan Tanu terulur, roti yang tadi pagi masih utuh di genggamannya.
"Bervan sampai ga tidur buat bikin roti ini, jangan kecewain dia!" Tukasnya langsung menusuk nurani Naraya.

"Lo ngomong gini karena Bervan temen lo, kan?" Sahut Naraya sembari menerima roti itu.

Tanu menghela nafas berat, seakan siap bercerita panjang.

"Bervan mungkin berisik, tapi lo bakal tahu nanti kalau semua rasa bahagia dia itu cuma ilusi, kabut, atau apapun yang transparan buat menutupi kesedihannya sendiri," Terang Tanu membuat Naraya kebingungan, hingga satu kalimat yang terucap berhasil membuat Naraya mengerti.
"Dia tertawa bukan karena bahagia, itu hanya media Bervan untuk menghibur diri."

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang