(46) All we need is a love.

71 11 1
                                    


♥️♥️♥️

Degup jantung yang beradu satu sama lain menemani setiap mata yang menunggu, hari ini tepat tiga hari setelah ujian kenaikan kelas berakhir, semua siswa kelas sepuluh berkumpul di koridor. Penempelan nilai hasil ujian serta ranking akan dilakukan hari ini, Naraya berdiri paling depan, dia bersumpah aliran darahnya serasa berlari-lari mengelilingi tubuhnya, waktu berjalan lambat seakan sengaja sekali membuat jantungnya berdebar lebih cepat.

Naraya mendengkus, wajahnya jelas sekali menyiratkan sebuah kekhawatiran. Beberapa bulan kemarin ia benar-benar memeras segalanya dan pasti bukan hanya ia yang akan kecewa jika nilainya berakhir sama saja.

Lalu tangannya digenggam, hangat sekali rasanya. Naraya mendongak dan menemukan Bervan tersenyum menatapnya dengan pandangan tulus, mata dengan manik coklat yang tidak pernah gagal terlihat menawan ketika tertimpa sinar matahari, mata yang selalu memandangnya penuh kagum, mata yang selalu menyiratkan bahwa keadaan akan baik-baik saja. Diantara tatap itu Naraya temukan tenang, perlahan degupnya menurun lalu hanya butuh satu hembusan kasar dan segalanya terasa berubah menjadi ringan.

"Kamu udah melakukan yang terbaik, apapun hasilnya kamu udah berusaha." Bervan nyengir, menampilkan deretan gigi rapi yang menjadi penyalur tiga puluh persen ketampanannya.

"Jangan marah kalau nanti nilainya bagusan aku!"

Bervan menunduk. "Heh, kamu itu murid aku mana bisa nilainya gedean kamu?"

Keduanya terkekeh.

"Jangan kenceng-kenceng!"

Suasana berubah tegang ketika Bu Rina dan beberapa wali kelas dari kelas lain mulai terlihat di koridor, di tangan mereka sudah ada selembar kertas bertabel yang pastinya adalah urutan ranking kelas dan juga umum. Kertas itu di tempel di dalam papan kaca, yang kemudian hampir tak terlihat karena dikerumuni.

Naraya mencari namanya dalam daftar ranking kelas, nafasnya tercekat mengetahui namanya bahkan tidak tercantum di urutan sepuluh hingga lima, badannya lemas tentu saja, harapan yang ia bangun tinggi-tinggi ternyata sama sekali tidak membantunya, usaha yang ia coba rakit ternyata tak menyelamatkannya. Naraya hampir menarik diri dari kerumunan, namun kemudian tangan Bervan kembali membawanya maju.

"Ra, lihat Ra! Kamu ranking dua," teriak Bervab penuh semangat, suaranya hampir hilang ditelan kebisingan, namun Naraya masih bisa mendengarnya dengan jelas. "Kamu ranking dua di kelas dan ranking tiga umum."

Naraya melotot, kembali ia telusuri namanya dalam tabel. Bervan benar, jelas sekali namanya ada di baris kedua di bawah nama Tanu yang berhasil dengan nilai sempurna sementara Naraya ada di bawahnya dengan memiliki selisih sekitar 0,50 saja.

"Van."

"Ra."


*****

Meja dengan nomor lima menjadi pilihan Naraya untuk menikmati satu gelas tinggi lychee tea, Latetha menyediakan tiga leci dalam satu gelas khusus untuknya setiap kali ia datang jadi ia memilih cafe itu untuk berkumpul bersama Papa, Mama dan Sekala.

Sudah beberapa bulan ini Naraya merasa hidupnya lebih berwarna, selain karena kehadiran Papa dan Mama, perlahan-lahan semua yang ia impikan tercapai. Seperti biasa Sekala adalah bintangnya, ia duduk di sebelah Naraya, sibuk menceritakan bagaimana dirinya yang lagi-lagi berhasil menjadi pemegang juara satu umum, lalu juga tentang dilemanya yang sebentar lagi harus melepaskan mahkota ketua OSIS kepada adik kelasnya. Dua bola mata Mama dan Papa bersinar, mereka terlihat selalu bangga dengan apapun yang Sekala capai.

"Kamu Naraya," Mama memegang punggung tangan Naraya, mengusapnya pelan dengan senyum yang mengembang. "Ga ada yang pengen kamu ceritain ke Papa atau Mama?"

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang