(๑♡⌓♡๑)(๑♡⌓♡๑)(✿ ♡‿♡)(✿ ♡‿♡)
Naraya duduk di ruangan yang sangat asing di pandangannya, ada tumpukan buku tepat di depan mata, laptop yang menyala menunjukkan daftar murid beserta nilai ujiannya. Benar, beberapa hari lalu ujian tengah semester baru saja dilaksanakan, Naraya mengikutinya tentu saja, namun dengan perasaan kacau. Jadi, ia tidak berharap apapun pada nilainya kali ini. Namun ia tidak menyangka ia harus dipanggil pagi-pagi sekali ke kantor guru menghadap Bu Rina yang kini berjalan mendekat menghampirinya. Tadi, wanita yang selalu terlihat marah itu menghadang Naraya dan Sekala yang baru saja melewati office, menahan Naraya di sisinya lalu membiarkan Sekala pergi dengan tergesa ke arah ruang OSIS, meninggalkannya sendirian di kandang singa.
"Ibu tidak tahu apa yang mengganggu kamu akhir-akhir ini, tapi ... " Bu Rina menutup halaman terakhir kertas soal Naraya dengan kasar, melemparnya ke arah Naraya yang sudah putus asa dengan keadaan. "Rangking tujuh belas dari dua puluh siswa? Ra? Haloo."
Tidak ada yang bisa Naraya ucapkan selain kata maaf, berkali-kali Bu Rina menjejalkan kenyataan pahit dan jawabannya hanyalah permintaan maaf. Apalagi? Semuanya sudah di luar kendali Naraya.
"Apa yang harus Ibu katakan sama Sekala? Sama Papa Mama kamu?"
"Bu tapi __"
"Orang tua kamu pulang, kan? Mereka bahkan sudah membuat janji dengan Ibu untuk menanyakan kalian berdua di Sekolah." Wanita itu frustasi, mungkin saja ia juga sudah merasa gagal. "Jadi Ibu harus mengatakan apa? Ibu harus meminta maaf pada mereka karena menyepelekanmu, mengira kamu akan sama dengan Sekala dan Ibu salah Ibu gagal, atau bagaimana?"
Ada sesak yang menyekat kerongkongan Naraya saat itu, ia ingin membela diri namun semuanya seakan bukanlah pembelaan. Dia bersalah, terpojok dan tidak memiliki apapun untuk memotong fakta dari Bu Rina. "Biar saya hadapi, Ibu tidak perlu berbohong."
Bu Rina terdiam, hanya saja tatapannya terus memojokkan Naraya, jadi Naraya hanya bisa menunduk. Setidaknya ia beruntung karena berangkat terlalu pagi, jadi belum ada murid ataupun guru yang akan mendengarkan pembicaraannya dengan Bu Rina. Mempermalukan keduanya.
"Kenaikan kelas," ucapnya meraih kembali kertas Naraya yang tergeletak mengenaskan di atas meja. "Setidaknya kamu harus masuk tiga besar. Soal Papa sama Mama kamu bisa Ibu urus, tapi tolong ... jangan biarkan Ibu berbohong lebih banyak lagi! Ibu percaya sama kamu."
Wanita itu beranjak pergi, tanpa memberi aba-aba apapun. Satu yang Naraya tahu kali ini, ia memiliki backing-an lagi, walaupun begitu transparan namun Naraya tahu Bu Rina mendukungnya penuh. Jadi yang harus ia lakukan kali ini adalah membersihkan semua salah paham antara dirinya dan Bervan, memperbaiki pikiran kalutnya dan bahagia. Iya, semua akan baik-baik saja jika dirinya bahagia, bukan?
Jadi Naraya bergerak dari meja, kakinya masih nyeri namun caranya berjalan sudah lebih baik dari kemarin. Ia keluar dari area ruangan guru, melihat sekitar dan tidak menemukan satu orang pun di sana. Naraya seperti hidup di bumi sendiri dan ia senang, tidak ada banyak obrolan tidak penting yang terdengar dan ia bisa menikmati hembus nafasnya sendiri.
Lama Naraya menyusuri lorong ke arah kelas, ia benar-benar tidak menemukan orang di sepanjang lorong jadi ia pikir dirinya adalah murid yang pertama hadir, hingga ia sampai di pintu masuk kelasnya sendiri, satu daun pintu sudah terbuka yang berarti sudah ada manusia di dalamnya, atau penjaga kebersihan yang lupa menutupnya kembali? Naraya menggeleng tidak peduli, ia bergerak semakin dekat dan menemukan suara kaki yang berjalan, semakin lama semakin dekat, lalu ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Judes but love 「COMPLETED」
Ficção Adolescente📖 TEEN FANFIC TXT 📖 Pacaran tidak pernah masuk daftar keinginan dalam kehidupan Naraya Calista. Namun bertemu dengan cowok paling random sedunia yang bahkan tidak masuk ke dalam kriterianya membuat Nara harus mengakui bahwa ia mulai jatuh cinta. J...