(12) Rencana

33 10 0
                                    




(。♡‿♡。)
-----

Ujung buku-buku jari tangan Naraya menekuk, mengetuk pelan pintu kamar inap Bervan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ujung buku-buku jari tangan Naraya menekuk, mengetuk pelan pintu kamar inap Bervan. Ya, Naraya kembali menjenguk cowok itu, anggap saja sebagai bentuk dari segala rasa bersalahnya karena secara tidak sengaja telah membuat Bervan menginap di ruangan berbau medis ini, memakai seragam kebiruan juga memar dan segala luka berbalut kain kasa di kepala.

Butuh helaan nafas panjang bagi Naraya saat menekan tuas pintu yang dingin sebab terpapar air conditioner. Sudah banyak sekali kalimat yang ia siapkan jika saja Tante Martha atau Javero ada di dalam. Basa basi yang memang basi, itu adalah kekurangan terbesar Naraya. Nilainya jelek sekali dalam bidang itu.

"Permisi," Naraya membuka pintu kayu itu perlahan, pandangannya langsung terpaku pada sosok yang duduk di sisi ranjang dengan pakaian pasien yang sudah berganti dengan hoodie abu-abu lengkap dengan bawahan jeans berwarna navy. Rambutnya tersibak ke samping berkat kain kasa tebal yang menutupi luka kening. Bervan yang tadinya nampak serius menatap langit, menoleh meneliti siapa yang datang.

"Hai," Sapanya dengan wajah penuh senyum. Cowok itu terlihat mulai sehat.

Bervan sudah bersiap pulang saat Naraya datang, ada dua tas koper disana yang tertata. Namun kehadiran Javero dan Tante Martha tidak teraba oleh pandangan Naraya.

Sepi.

Apa Bervan tengah kesepian?

Bervan berdiri dan berusaha menyambut, lamunnya yang sempat tertangkap oleh pengelihatan Naraya telah berubah menjadi senyum sumringah.
"Lo kesini lagi? Untung gue belum pulang."

Naraya memang harus buru-buru menjenguk Bervan setelah pulang dan mengganti pakaian dengan v-neck top long sleeve yang dipadukan dengan a-line denim skirt sepanjang lutut, Naraya mempermanis tampilannya dengan sling back mini berwarna coklat tua.

Ia pergi diam-diam, tentu saja setelah Sekala kembali berangkat untuk rapat dan meninggalkan dirinya di rumah bersama Bi Iin. Seperti cerita Cinderella, Naraya memiliki tenggang waktu, dan wajib pulang sebelum waktunya habis dan Sekala tahu bahwa dirinya pergi.

"Iya... Lo udah mau pulang?" Naraya bergerak mendekat.

Dan Bervan mengangguk. Satu tangannya menepuk-nepuk bagian ranjang yang kosong, memberi isyarat pada Naraya agar ikut duduk di sampingnya.

"Besok gue udah bisa sekolah," Ungkapnya.
"Jadi mulai besok ga akan ada yang berani buat deketin calon pacar gue lagi," Bervan selalu terlihat girang, bahkan saat memarnya masih keunguan. Bagaimana bisa?

Pugh!

Naraya mendesiskan senyum bersama tangannya yang memukul kecil batok kepala Bervan. Dan entah sejak kapan, ia kini sudah duduk di samping cowok itu.

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang