💫
Aroma sepiring macaroni schotel membuat semua yang berada di meja makan langsung menoleh, Tanu baru saja keluar dari dapur untuk kemudian bergabung di ruang makan bersama yang lain, di tangannya sudah ada macaroni schotel yang baru saja selesai dihangatkan dan juga mille crepe yang baru saja dikeluarkan dari kulkas. Menu andalan Latetha selain kopi dan juga frappe nya.
"Lo ga rugi, Ret?" Hanung menjadi yang pertama menyiapkan garpu, rasanya hari ini seperti sebulan saja ia jalani, panjang dan melelahkan tentunya.
"Engga," Aretha yang baru saja keluar dari dapur dengan nampan yang penuh dengan air syrup dan gelas-gelasnya itu tersenyum. "Kecuali lo ngabisin bahan-bahan mentah, baru rugi gue."
Tanu mengernyit, ia menemukan gelas yang dibawa Aretha berjumlah enam, sedangkan yang berkumpul hanya lima orang. "Kok gelasnya enam?"
"Lima buat kita, satu lagi buat Elena," Aretha adalah orang kedua yang sangat tidak menyukai Elena, dan kini ia seperti orang kedua setelah Bervan yang terlihat benar-benar kehilangan.
Semua mata berbalik terarah pada Bervan yang menatap kosong piring yang belum diisi di depannya dengan pandangan pilu. Tentu saja ia ikhlas dengan apapun yang sudah terjadi, hanya saja kenapa ia merasa sekarang ialah tokoh jahatnya. Ia merasa menjadi manusia paling tidak punya hati.
"Van!" Naraya menyentuh pundak Bervan pelan.
Tidak ada jawaban, Bervan hanya menoleh sebentar padanya lalu kembali menunduk. Naraya tahu, hati Bervan saat ini benar-benar kacau. Ia dihadapkan pada kenyataan yang membuatnya selalu dibuat sebagai orang yang bersalah.
Naraya mengedarkan pandang pad teman-temannya, ia tidak ingin merusak suasana, lagipula ia juga sedang tidak ingin makan-makan. Jadi mungkin tidak akan apa-apa ia kembali keluar bersama Bervan untuk mencari udara segar.
"Kamu mau temenin aku jalan-jalan ga?" Naraya merendahkan posisi tubuhnya hingga bisa mengintip Bervan dari bawah wajahnya.
"Kamu kan belum makan."
"Aku ga mau makan, maunya jalan-jalan."
"Ra ... Kalau sakit gimana?"
"Sebentar aja." Rayu Naraya.
"Ga apa-apa, nanti gue sisain buat kalian." Aretha tahu Bervan tidak enak padanya karena meninggalkan mereka bahkan sebelum benar-benar menyicip. "Kecuali dihabisin sama Hanung."
Bervan tersenyum, mungkin benar ia butuh udara yang segar, butuh sedikit jalan-jalan atau mendengarkan lagu romantis dengan Naraya. Ia bangkit dari duduknya, menarik Naraya pergi setelah berpamitan pada Tanu, Hanung dan Aretha.
Keduanya meninggalkan cafe Latetha yang masih memiliki beberapa pelanggan. Bervan berjalan di belakang, mengekori Naraya yang menghampiri mobil lebih dulu. Keduanya berhenti, Naraya menggenggam tangan, menghentikan aktivitas Bervan yang berusaha membukakan pintu.
"Jangan salahin diri sendiri terus!" ucapnya menatap dua manik mata Bervan yang berkilau ditempa lampu cafe yang temaram.
"Aku cuma masih ga nyangka."
"Jangan bikin Elena ga tenang!" Naraya tahu Bervan pernah merasa kehilangan, bahkan saat ia belum tahu apa artinya kehilangan ia harus mengalami hal itu. Jadi ia tidak ingin membiarkan Bervan berlarut dalam sedihnya. "Kamu tahu kan Elena suka sama senyum kamu? Aku tahu alasannya sekarang dan aku mau kamu senyum terus karena itu benar-benar bikin aku bahagia."
Bervan tersenyum. "Ra, kamu tuh sejak kapan jadi sweet begini?"
"Aku cuma ngerasa kamu udah ga suka aku kalau kamu ga senyum." Naraya menunduk, tidak ingin Bervan melihat wajahnya yang bersemu merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Judes but love 「COMPLETED」
Teen Fiction📖 TEEN FANFIC TXT 📖 Pacaran tidak pernah masuk daftar keinginan dalam kehidupan Naraya Calista. Namun bertemu dengan cowok paling random sedunia yang bahkan tidak masuk ke dalam kriterianya membuat Nara harus mengakui bahwa ia mulai jatuh cinta. J...