(14) Luka

44 11 0
                                    

Hai apa kabar semua?
Sudah sebaper apa sejauh ini?
Tim siapa kalian?

(。♡‿♡。)

-----

Bervan terbangun tanpa menemukan sosok yang terakhir ia lihat sebelum akhirnya terlelap oleh nyaman yang mendera. Naraya sudah pergi entah sejak kapan dan kemana, tanda-tanda kehadirannya sudah musnah, tersisa tas hitam miliknya yang masih tergeletak di meja bersama teh yang mulai dingin.

Bervan mengusap matanya, berusaha bangun dari ranjang lalu menilik jam dinding.

"Ohh," Katanya.
"Udah masuk jam pelajaran kedua ternyata," Bervan menurunkan dua kakinya hingga menapak lantai. Ia tidak bohong kali ini tentang perutnya yang tiba-tiba terasa keram.

Bervan kembali menyenderkan tubuhnya di ranjang, namun sayangnya ranjang itu tak cukup kuat menopangnya, tempat tidur besi itu terdorong mundur hingga sisinya menabrak ranjang lain. Bervan terjerembab ke atas lantai yang dingin.

"Aw!" Suara cewek yang terdengar lemah menyadarkan Bervan kemudian, membuat Bervan seketika berdiri.

"Eh ada orang? Sorry!" Bervan menyibak tirai yang menyekat keduanya dan mendapati gadis dengan rambut panjang memegangi pergelangan tangannya.
"Ada yang sakit?"

"Ga apa-apa kok," Cewek di depannya menggeleng lalu memutar haluan. Tangan yang tadi menutup bagian pergelangan diangkatnya pelan, menampakkan luka goresan yang lumayan besar.

"Hih ... Tangan kamu luka itu," Bervan kian mendekat, meraih kotak P3K yang tepat berada di atasnya.
"Kalau ada yang luka tuh ngomong! Nanti kalo kamu kenapa-kenapa aku juga yang suruh tanggung jawab. Biaya pengobatan tetanus itu kan mahal," Oceh Bervan sembari mengolesi tangan cewek di depannya dengan obat merah, menempel plester dengan motif kartun princess disney di atasnya.
"Nah gini kan, setidaknya aku udah tanggung jawab," Lanjutnya.

"Ma-kasih."

Bervan mengangguk, ceria seperti biasa.

"Plesternya lucu, jangan sampai kotor ya!" Ucap Bervan sekali lagi mengusap plester yang ditempel di atas kulit, sebelum akhirnya bangkit dan menegakkan badan dari posisi awalnya yang membungkuk.

Bervan menarik ranjang yang sempat terdorong olehnya, menempatkannya di tempat semula. Selanjutnya ia meraih tas dari meja, meletakkan satu strap bahu di pundak.

"Lain kali jangan suka nutupin luka kaya tadi, ya! Bahaya banget kalau tahu-tahu ga bisa disembuhin lagi," Bervan tersenyum, dua matanya ikut melengkung. Cowok itu berjalan mundur sembari satu tangannya melambai.

"Ga bisa disembuhin lagi, ya?" Ucap cewek itu lirih. Lalu tersenyum getir.

Bersama dengan bel tanda istirahat Bervan menenteng tasnya memasuki kelas, untung saja Guru mata pelajaran sudah keluar, Bervan sempat berpapasan dengan beliau di simpang yang membagi jalan menuju kelasnya dan ruang OSIS.

Kedatangannya di kelas menyita semua sorot mata, ada tatap penuh tuduh, ada tatap penuh iri, ada tatap maklum, ada tatap khawatir.

"Definisi the real pahlawannya kesiangan?" Siapa yang akan berani mengatai Bervan seperti ini kalau bukan Aretha pelakunya.

Gadis itu sangat tidak sopan.

Bervan enggan menjawab cewek yang menjadi teman sebangkunya, memilih tetap diam hingga tubuhnya mendarat di kursi. Ia masih merasa lesu karena pagi-pagi ketiduran, dan bangun tanpa penyemangatnya.

"Kenapa udah ke kelas aja? Gue baru mau ke sana kasih obat dari Sekala," Suara itu membuat Bervan spontan mendongak. Naraya berdiri di sisi mejanya, dengan wajah menunggu ia meremas kemasan berwarna putih di genggamannya.

Judes but love 「COMPLETED」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang