4. Hampa

249 64 7
                                    

Semakin aku mencoba
Bayangmu semakin nyata
Merasuk hingga ke jiwa
Tuhan, tolonglah diriku

Entah di mana dirimu berada
Hampa terasa hidupku tanpa dirimu
Apakah di sana kau rindukan aku?
Seperti diriku yang s'lalu merindukanmu
Selalu merindukanmu

Tak bisa aku ingkari
Engkaulah satu-satunya
Yang bisa membuat jiwaku
Yang pernah mati menjadi berarti

Ari Lasso

•••|♪♪♪|•••

Pagi-pagi sekali rumah sudah ramai. Di ruang tengah ada Elisa yang sudah cantik dengan gaun merah muda dan jepit rambut merah hati. Di sebelahnya ada Anya yang sibuk menyuapkan bubur ayam. Di dapur tentu ada sang penguasa, Mami dan Dirga. Elisa, tuan putrinya Dirga merengek untuk tidur dengan Wina. Katanya rindu dengan Tante cantiknya. Sedangkan di teras ada Papi yang sibuk dengan kucing kesayangan Dirga. Alih-alih membawa kucingnya pindah, Dirga justru meninggalkan kucingnya di rumah ini. Haedar? Sudah nangkring di atap dari subuh tadi. Memang, yang paling ajaib adalah si tengah.

"Isa makan sendiri dong! Kasian itu perut Mamanya, udah besar."

Dari arah tangga, Elisa mendapati Wina yang sudah segar dengan rambut diikat.

"Makan sama Ante, boleh?"

Mewarisi Dirga, senyum Elisa persis mirip dengannya. Tidak bisa untuk Wina menolak permintaan putri kecil keluarga ini.

"Isa udah besar, kangen Ante Na?"

Elisa mengangguk pasti. Setiap mendengar nama Wina, ia selalu merengek untuk bertemu dengan tantenya. Kalau saja Anya tidak sedang hamil, bisa saja setiap akhir bulan mereka ke Yogyakarta.

"Kamu tuh ya pas ketemu sama tantenya, Mama dilupain."

"Enggak, Isa sayang Mama," ucap Elisa, memeluk Mamanya.

"Ma, telpon Om Je!"

Wina menatap kakak iparnya, "Je siapa?"

"Jean, dia tiap hari selalu nyariin Jean."

Wina tersentak tak percaya. Ia kira setelah meninggalkan Jakarta, dirinya adalah satu-satunya yang akan dicari oleh Elisa.

Tangan Anya mulai sedikit disibukkan ke layar handphonenya. Sebelum akhirnya terdengar getaran dan berakhir suara laki-laki dari seberang sana.

"Om Je!" Elisa memekik kegirangan.

"Eh, halo Isa! Kangen sama Om gak?" Tanya seseorang dari seberang sana.

"Isa kangen Om, Isa mau main sama Om."

Elisa mengangguk, meskipun ia tahu anggukannya tidak bisa dilihat oleh Jean. Di sebelahnya, Wina tertegun saat mendengar suara itu. Setelah empat tahun, Wina kembali mendengar suara orang itu.

"Isa mau ngenalin Om Je ke Ante Na, Ante cantik loh," katanya, sambil tersenyum memamerkan mata yang turut tenggelam.

"Tapi Om kangennya cuma sama Isa."

Wina tambah terdiam. Jean hanya merindukan Isa, bukan dirinya. Untuk apa Jean merindukan Wina?

"Ayo main Om!"

"Minta antar sama Om Edar aja ke rumah Om Je, ya? Nanti kita beli balon sama keliling."

Ajaibnya, Elisa mengangguk kesenangan. Bersorak kemenangan pada ruang tengah, seperti mengejek Wina karena ia akan bertemu dengan Jean.

Kita Dan Waktu | Jaemin Ft WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang