11. Percakapan Tepi Danau, Di Bawah Langit Kelabu

180 39 6
                                    

Tak mungkin secepat itu kau lupa
Air mata sedihmu kala itu
Mengungkapkan semua kekurangannya
Semua dariku yang tak dia punya

Daya pikat yang memang engkau punya
Sungguh, sungguh, ingin aku lindungi
Dan setelah luka-lukamu reda
Kau lupa, aku juga punya rasa

Tulus

•••|♪♪♪|•••

Sore ini sedikit mendung, berbeda dari tadi pagi hingga menjelang siang yang cuacanya lebih cerah.

Jean duduk di tepi danau yang biasanya ia datangi ketika kacau, tempat ternyaman setelah rumah dan makam Mama Yura. Sedikit demi sedikit, Jean mengumpulkan dedaunan yang sudah layu terbawa waktu, begitu juga dirinya.

Ia tak sendiri hari ini, di sebelahnya ada Hadden yang lebih memilih diam sambil memandang Jean yang tak henti meneliti satu persatu daun kekuningan itu.

"Lo sebenarnya mau jadi pakar alam atau penelitian tumbuhan?"

Jean menegakkan tubuhnya, kemudian berdiri dan berbalik arah menghadap Hadden. "Gue mau musnahin orang-orang yang selalu ngeluh dengan hidupnya, padahal orang lain belum tantu seberuntung dan sekuat dia. Kalau lo gak suka sama golongan mereka, mending join sama gue."

"Udah ada berapa orang?"

"Dua, gue sama Jendra."

"Entaran aja, gue masih sering ngeluh juga. Jadi tujuan lo ngajak gue ke sini apa? Kalau cuma buat liatin lo mondar-mandir, mending gue balik," ancam Hadden.

"Cuma duduk doang, lo sibuk banget akhir-akhir ini."

Hadden membenarkan posisinya untuk menatap danau di depannya. Sebenarnya cuaca sore ini pas untuk mereka-mereka yang pusing karena tujuan hidup untuk bersantai. Setidaknya menyisihkan waktu untuk memanjakan mata dengan matahari yang mulai beristirahat.

"Ryan mau ngelamar Nadine, kok gue baru tahu?"

"Lo sibuk," jawab Jean.

"Perasaan gue gak sibuk-sibuk amat, cukup lah buat dengerin tuh bocah nyerocos."

Keduanya sama-sama terdiam untuk beberapa detik. Kadang Jean heran, mereka yang terlalu sibuk atau ia yang tak punya agenda apa-apa.

"Kalau lo?"

Hadden menoleh untuk memperjelas maksud Jean. "Kalau gue apa?"

"Kapan mau serius sama hubungan lo sama Kalesha?"

Yang ditanya tertawa kecil, tangannya merobek-robek beberapa daun yang tadinya dikumpulkan Jean menjadi satu.

"Justru lo harus tanya ke Kalesha. Dia yang selalu jawab 'nanti' kalau gue bahas tentang lamaran. Selalu ada alasan. Tapi katanya sih, dia masih mau jadi model yang lebih terkenal dari ini."

"Lo oke-oke aja gitu?"

"Emang gue punya hak apa buat larang dia? Suami juga bukan, eh maksudnya belum. Dia mau nikah umur 27-an, bentar lagi juga."

Jean mengangguk mengerti. Bukan hanya Kalesha yang mempunyai prinsip sukses dulu baru menikah. Dirinya juga. Tapi yang diherankan, Jean sudah sukses tapi pasangannya belum ada.

"Lo sendiri kapan mau nikah?"

"Buset pertanyaan lo kaya nanya apaan, enteng banget."

"Kata Haedar lo punya banyak kenalan cewek. Hana, Mira atau tetap dia?"

Jean menarik napasnya lumayan panjang. Saat menjumpai pertanyaan seperti ini, rasanya ia tak punya selera hidup lebih lama.

"Gue gak mau nikah, Den."

Kita Dan Waktu | Jaemin Ft WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang