Satu

38.1K 1.2K 5
                                    

Aku, seorang gadis yang baru saja memasuki masa SMA. Setelah ujian akhir dan dinyatakan lulus. Aku mendaftar di salah satu sekolah unggulan di kotaku, SMA Darma Bangsa.

"Non Tyara, bangun non udah jam setengah 6 atuh non, nanti si non teh telat." Suara mbok Ijah membuyarkan mimpi indahku, tapi mau tak mau aku terbangun.

"Iya mbok iya, Tyara bangun." Selain mama, aku juga menyayangi mbok Ijah karena mbok Ijah yang membantu mama mengurusku sejak aku bayi. Lagipula ini hari terakhir MOS-ku dan aku nggak mau telat.

Setelah bersiap aku langsung ke ruang makan dan lagi-lagi mendapati ruang makan kosong. Mama dan papa memang sedang ke luar kota dan baru pulang siang nanti. Sedangkan kakakku, Alvin, baru seminggu yang lalu berangkat ke Jerman untuk melanjutkan kuliahnya. Akupun mengabaikan sarapan dan langsung menghampiri pak Iwan untuk mengantarku ke sekolah.

"Tyaraaa!" panggil temanku, Putri.

Pagi itu di kelasku masih sepi. Hanya ada aku, Putri, dan beberapa anak cowok. Aku dan Putri sudah bersahabat sejak SMP.

"Ada apa, Put?" tanyaku.

"Gua nggak nyangka kita bisa sekolah disini, by the way lo inget nggak sama kak Rey? Ituloh ketua OSIS waktu pertama kali kita masuk SMP." jelas Putri bersemangat.

"Ingetlah, dulu kan anak-anak pada heboh karena kata mereka ketua OSIS-nya gantengnya kebangetan." balasku cuek.

"Sekarang lebih parah gantengnya! Dia juga jadi ketua OSIS kita lagi, Ra!"

"Serius lo? Nggak bosen apa ya dia jadi ketos terus?" Putri hanya tertawa mendengarku.

"Kapan mulai sih lama banget! Eh hari ini terakhir MOS jadi kita hiking kan?"

"Iya mungkin, gua lupa tapi yang jelas ini hari terakhir, kita tanya ke anak anak lain aja yuk siapa tau ada yang ganteng nanti."

"Dasar centil!" ucapku yang hanya ditanggapi cengiran lebar dari Putri.

Kami menghampiri anak-anak cewek yang sudah berdatangan di kelas kami dan lagi-lagi mereka ngomongin kak Rey. Pada pukul 07.15 seluruh siswa berkumpul di lapangan sekolah. Sebelum melakukan perjalanan, kepala sekolah, pembina OSIS, dan sang ketua OSIS memberikan pidato singkat mereka dan menjelaskan rute perjalanan yang akan kami lalui.

Ketika kak Rey yang menjelaskan rute perjalanan, seperti kaum hawa itu hanya melihat wajahnya tanpa mendengarkan, terkecuali aku pastinya. Kuakui kak Rey memang ganteng, sangat ganteng. Tapi aku masih sadar untuk nggak seperti mereka yang berperilaku seperti baru melihat pangeran berkuda putih.

Wajah tegas dan berwibawa, serta memiliki karisma yang sangat tinggi pantas untuknya menyandang jabatan ketua OSIS. Ditambah wajahnya yang memliki kadar ketampanan diatas rata-rata dengan otot bisep yang terlihat walaupun memakai baju sekolah.

Setelah pidato singkat itu, beberapa guru dan anggota OSIS yang terdiri dari kelas 12 menemani kami hiking. Begitupula dengan sang ketua OSIS yang terlihat mengelilingi beberapa kelompok. Ketika kami tiba di tempat tujuan setelah membuat betisku membesar dua kali dari sebelumnya (oke aku lebay), kak Rey kembali berpidato. Dilanjutkan dengan games yang sudah disiapkan oleh anggota OSIS.

Mama is calling...

"Hallo sayang, kamu masih MOS ya?"

"Iya ma, ada apa?"

"Kamu nanti pulangnya dengan Reynald ya, kakak kelasmu itu. Mama tadi udah telepon dia agar kalian segera ke resto Parahita."

"Memangnya ada apa, ma?" tanyaku yang terkejut mendengar nama Reynald.

"Nanti mama jelaskan kalau kalian sudah sampai disini." jawab mama yang membuatku tambah penasaran.

Apa hubungan mama dengan kak Rey? Setelah semua diizinkan pulang, aku dan teman-teman cewekku menunggu jemputan. Aku hampir lupa kalau harus pulang dengan kak Rey. Tadinya aku yang akan menghampirinya, tapi kak Rey sudah menghampiriku duluan.

"Nggak lupa, kan?" tanyanya to the point dengan salah satu tangan dimasukkan ke saku celananya dan satunya lagi memegang kunci mobil. Benar-benar seperti FTV.

Selain pesona fisiknya, cara bicara kak Rey yang terkesan irit dan seadanya membuat nilai plus untuk para cewek, kali ini termasuk aku.

Teman-temanku termasuk Putri melihat kearahku dengan raut terkejut. Aku mematung dan tiba-tiba kak Rey menarik tanganku. Kami langsung masuk ke mobil Porsche putihnya. Keheningan yang ada di dalam mobil membuatku mengantuk, bahkan suara radio pun nggak ada. Memang segitu pendiamnya kah orang yang ada di sebelahku ini?

"Atas nama pak Arya." Kak Rey menyebut nama papa ketika kami tiba di resto mewah itu. Aryayudha Ananta, itu nama papaku.

Kami langsung diantarkan ke sebuah ruang VIP yang sudah berisikan 2 pasang orang tua yang aku yakin kalian bisa menebaknya sendiri.

"Ya ampun Zee kamu nambah cantik aja, udah besar ya sekarang." itu suara tante Sylva, yang kuyakini adalah mamanya si pangeran es. Beliau memelukku.

Aku kenal tante Sylva dan om Govin sejak kecil. Mereka adalah sahabat mama dan papa sejak SMA. Tapi aku nggak tau sama sekali kalau kak Rey itu anak mereka. Tante Sylva juga mempunyai panggilan tersendiri untukku, yaitu Zee dari nama tengahku Ziany. Entah apa alasannya.

"Sudah lama om tidak melihat kamu Rey, kamu terlihat lebih dewasa sekarang." ucap papa.

"Terimaksih, om, maaf karena sejak SMA saya agak sibuk jadi kita jarang ketemu." balas kak Rey.

"Yasudah kalian berdua langsung duduk aja." Om Govin bersuara. Aku dan kak Rey duduk berhadapan.

"Jadi ada apa, pa, ma?" tanyaku to the point.

Mama terlihat membuang napas, "Kamu tau kan mama, papa, om Govin, dan tante Sylva sudah bersahabat sejak SMA?" Aku mengangguk.

"Sejak kuliah kami sudah merencanakan kalau nanti kami punya anak kami akan menjodohkan anak-anak kami." lanjut mama.

"Maka dari itu kami berniat menjodohkan kalian berdua..." ucap papa.

***

Don't judge the book by it's first part, guys! And still waiting for your vomments!

Senior High LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang