Jungwon hampir tidak pernah memusingkan kehidupan masa remaja. Jatuh cinta, hubungan persahabatan yang rumit dan sebagainya. Kadang dia berpikir bahwa mungkin dialah yang dewasa terlalu dini atau mungkin juga dia tidak ingin keluar dari zona nyaman.
Jungwon itu anak tunggal, beban yang dipikul dipunggung nya teramat berat. Ayah dan ibu punya ekspektasi yang besar terhadap masa depan Jungwon. Makanya yang dia lakukan sekarang adalah mempersiapkan masa depan biar tertata dengan sempurna.
Tapi pernah suatu waktu Jungwon ingin merasakan jadi remaja pada umumnya. Bermain, jatuh cinta, punya sahabat dekat, menonton film dan hal-hal anak muda lainnya lakukan.
Derit pintu kayu membuyarkan lamunan Jungwon tentang kehidupan masa muda. Membawanya kembali untuk berpaling dari kegiatan menatap kebun kecil dibalik jendela kayu rumah neneknya.
"Ju kamu baik-baik ya selama mama sama papa pergi, jaga nenek, nanti kalau ada apa-apa kamu telfon mama aja ya. Mama cuma seminggu aja Ju kamu hati-hati ya nak.", Ibu nya berpesan singkat sambil menarik anak tunggal nya itu kedalam pelukan erat.
Jungwon mengangguk lesu, dalam hati tidak rela ditinggal bersama nenek. Jungwon tak akrab sebab nenek nya itu sosok yang amat tertutup, sulit untuk berkomunikasi ringan layaknya cucu dan nenek.
"Ayo senyum dong, mama kan cuma sebentar aja engga lama kok. Nenek memang susah diajak ngomong tapi kalau Juju komunikasi pelan-pelan nenek pasti dengerin yah." Ujarnya lembut seraya membelai lembut helaian rambut anak tunggalnya itu.
Jungwon mengangguk lesu, sedikitnya masih tak rela harus tinggal disini selama seminggu, "Iya mah."
.
.
.
.Jungwon peluk erat tubuh wanita yang sering dia panggil ibu tak lupa juga seorang laki-laki yang selama ini jadi sosok pelindung dalam keluarganya–Ayah.
Suara mesin mobil jadi pertanda bahwa Jungwon harus segera merelakan kedua orangtuanya pergi. Sang ibu melambai dari balik jendela mobil sambil berteriak kecil, "hati-hati Ju telfon mama ya kalo ada apa-apa, mama pergi dulu".
Jungwon balas lambaian tangan sang ibu seraya tersenyum tipis masih tak rela ditinggal disini, "iya, mama papa hati-hati ya dijalan."
"Iya, mama pergi dulu Ju."
"Iya ma."
Dengan begitu Jungwon benar-benar sendirian, hanya tersisa dia dan neneknya. Jungwon menarik nafas panjang lantas dia hembuskan perlahan-lahan, berbalik menatap bangunan kayu yang sudah cukup tua namun masih kokoh berdiri.
Kerikil-kerikil kecil disepanjang jalan menuju pintu masuk Jungwon tendangi sambil bersenandung kecil dengan niat kembali ke dalam rumah dan mulai mengurus nenek. Tadinya begitu sebelum niat Jungwon pupus ketika dia lihat dari ujung ekor matanya seseorang seperti berlari menuju kearah tempat dia berdiri.
Dari jauh terdengar sayup-sayup seseorang itu memanggil,
"Ju, Juju, Jungwon. Oi Yang Jungwon!".Wajah yang tak asing, mata monolid dan muka tengilnya tak asing bagi Jungwon.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGE GREEN! (Nikwon) (END)
FanfictionJungwon kembali ke desa kecil tempat dulu dia bertemu Riki, -teman masa kecilnya. Jungwon tidak pernah membayangkan bahwa cinta-cintaan konyol nya dahulu ternyata masih ada disini. Tertinggal bersama memori lama masa kanak-kanak nya dan tentu saja...