Merah muda -warna paling cocok untuk musim semi. Biasanya begitu kan pakai baju yang warna nya cerah. Lilac, baby blue, kuning telur, warna pastel pokoknya yang terang. Yang kontras dengan langit musim semi.Tapi Jungwon mendadak suka pakai warna monokrom. Jadi diantara gerombolan manusia yang duduk di cafe ini Jungwon lah yang paling mencolok. Warna abu jadi pilihan nya ada vest coklat susu sebagai tambahan mode.
Lihati jendela cafe. Wajahnya muram durja, dia kesal tak bisa artikan mereka yang diluaran sedang mengobrol satu sama lain. Murid-murid SMA saling tertawa bercanda.
Mendadak kesalnya pindah, "Haruto mana sih! Lama banget", menggerutu jadi lebih seru ketimbang seruput kopi yang Haruto pesankan untuknya.
Lama-lama dia bosan Haruto tak juga nampak batang hidungnya. Topang dagu diatas tangan sambil kembali lihati pemandangan.
Diujung sana-diluar cafe ada orang-orang bergerombol mengelilingi sesuatu. Sesuatu yang menarik perhatian Jungwon untuk berpaling dari kegiatan menunggu Haruto.
Dia lekas beranjak, tas kecil yang dia bawa sengaja ditinggalkan biar kalau Haruto kembali pemuda itu tidak panik mencari-cari dirinya.
Tak jauh dari cafe, hanya tinggal menyebrang jalan lalu kemudian sampai. Jungwon berdiri diantara kerumunan manusia.
Seorang seniman musik sedang melakukan panggung bebas nya dijalan. Ya, memang itulah yang membawa Jungwon kemari.
Muda berbakat disana nampak baru saja menyelesaikan satu lagu. Kali ini dia akan memulai yang baru dan Jungwon bersyukur dia datang diwaktu yang tepat.
Senar biola saling bergesekan, ciptakan ritme lagu indah yang melankolis. Jiwa sang seniman mengucur deras berasa melodi-melodi yang jatuh seolah drama. Alunan lembut itu membuat Jungwon terlempar kedalam potongan-potongan memori lampau nya. Bersama dengan melodi familiar mereka beriringan.
Jungwon ingat tiap bait nada nya. Iya, dia mulai ingat sedikit.
°^^^°
Haruto itu suka jeruk. Jungwon juga tidak tahu sejak kapan. Tau-tau Haruto suka bawa sekantung jeruk ke rumah.
Sambil tangan Jungwon lincah torehkan tinta pulpen keatas kertas putih dia tunggui Haruto yang tadi izin sebentar tidak tahu kemana.
Sementara Jungwon belajar mengeja. Dia sudah hafal dengan hangul dan abjad. Sedang ditahap menyusun kata satu-persatu. Habis bab belajar menulis huruf Jungwon baru akan pindah belajar angka. Disela-sela Jungwon gumamkan huruf tak lama Haruto kembali.
Benar, membawa sekantung jeruk lagi. Terkadang Jungwon dibuat bingung tidak kah Haruto kelebihan vitamin c?.
Jungwon hela nafas, wajahnya mengisyaratkan bahwa dia sudah pasrah dengan tingkah aneh Haruto membawa-membawa jeruk.
Tangan Jungwon spontan terulur. Sudah jadi kebiasaan Haruto bakal kasih dia satu buah jeruk yang ada wajahnya. Terbuat dari spidol hitam, senyum nya mengikuti mood, kadang senyum, kadang merengut.
"Dimakan bagus, disimpan juga lebih bagus tapi jangan dibuang nanti kalau dia menangis kamu menyesal", ini ucapan template Haruto-sungguh. Jungwon sudah hafal diluar kepala.
Bola mata Jungwon berputar jengah, dia lekas mengangguk tak ketinggalan wajahnya yang mengejek Haruto. "iya-iya, nanti dia aku simpan dalam brangkas bersama teman-teman nya yang lain"
°^^^°
Wanita berumur sekitar empat puluh tahun yang telah mengabdikan diri nya untuk mengerjakan pekerjaan dirumah Jungwon itu berlari-lari kecil. Memang wataknya lincah dan suka bergerak cepat, itu juga alasan ibu nya masih mempekerjakan Bibi Song bersama mereka. Biar tahun-tahun telah berlalu tapi Bibi Song seolah lebih paham keadaan rumah ini ketimbang sang ibu yang seringnya tidak ada dirumah untuk bekerja.
Jungwon terima lima buah surat warna-warni dari tangan Bibi. "Lagi??", tanya nya.
Bibi hanya mengangguk lalu kembali turun meninggalkan Jungwon didepan pintu kamarnya.
Dia tatap sebentar kertas-kertas itu. Lantas kembali masuk untuk dia campakkan kembali kedalam laci meja nya. Tumpukan kertas berwarna-warni di dalam laci penuh sesak. Jungwon pandangi laci meja nya yang mulai terisi penuh oleh surat-surat yang tidak pernah dia buka hingga sekarang.
Mau bagaimana?, Dia tidak bisa membaca ratusan kertas yang dikirim untuk nya. Mengeja saja dia masih tersendat apalagi membaca bait-bait runtut dan panjang yang tertuang dalam isi amplop warna-warni itu.
Dulu dia pernah minta bantuan Bibi, tapi setelah membaca satu surat Bibi spontan mengembalikan nya lagi kepada Jungwon. Waktu itu dia bilang begini, "lancang Den, bibi ga enak...", Jungwon tahu senyum kecil tersampir disudut bibir wanita lincah itu.
°^^^°
Hujan. Musim semi pergi begitu saja tanpa terasa. Hanya ada musim panas yang membawa hawa lembab, terkadang hanya hujan yang ringan untuk sekedar basahi jalan berdebu.
Jungwon kini sudah berani berpergian sendiri tanpa Haruto. Iya dia latihan supaya tidak bikin repot mahasiswa kedokteran yang sibuk itu.
Payung kuning yang dia bawa nampak mencolok ditengah kerumunan manusia yang juga sedang menunggu lampu merah. Hari ini Jungwon akan menghadiri kelas membaca khusus. Belajar otodidak menguras banyak tenaga dan waktu jadi ibu nya inisiatif mendaftarkan nya ke kelas khusus setelah mendengar keluh kesah Jungwon kelelahan belajar.
Lampu hijau ganti warna merah, Jungwon ikut melangkah bersama rombongan manusia yang juga niat menyebrang jalan. Payung-payung saling berpapasan warna nya dominan monokrom, hitam putih abu. Hanya milik Jungwon yang warna nya kuning cerah dan satu payung yang datang dari arah berlawanan. Warnanya juga kuning cerah, jadi untuk beberapa saat warna payung senada menarik perhatian Jungwon.
Dia lirik sekilas pemuda dibawah payung kuning dari arah berlawanan. Menggunakan jas hitam, seorang pegawai kantoran.
Lalu setelah beberapa meter dia melangkah naluri Jungwon memaksa untuk berbalik. Kembali melihat si payung cerah. Benda bundar itu terbalik, terkulai disamping kaki pemuda tersebut. Air hujan yang turun dari atas mulai menggenangi bagian dalam payung. Sementara pemuda itu berdiam diri dibawah guyuran air. Jas hitam nya mulai basah dan rambutnya mulai terlihat lepek.
Alis Jungwon lantas mengerut. Kemudian dia membatin,
'Dasar orang aneh...'
KAMU SEDANG MEMBACA
SAGE GREEN! (Nikwon) (END)
FanfictionJungwon kembali ke desa kecil tempat dulu dia bertemu Riki, -teman masa kecilnya. Jungwon tidak pernah membayangkan bahwa cinta-cintaan konyol nya dahulu ternyata masih ada disini. Tertinggal bersama memori lama masa kanak-kanak nya dan tentu saja...