3. Narendra Oh

108 27 5
                                    

⠀⠀"Lu ngapain sih kesini, ibab?" tanya Ridho, bersungut-sungut, "BEM bukan, dekan bukan, rektor apalagi!"

⠀⠀Naren terkekeh pada sahabat karibnya itu. "Eug mau ngeceng, lu kek gak tau aja."

⠀⠀Jangan heran kalau ada kata-kata aneh dalam percakapan mereka. Itu slang yang sering digunakan anak-anak IKJ. Ada bahasa kilab alias balik. Gue jadi eug, lu jadi ul. Ada juga bahasa khas ans muds yang mengganti huruf belakang kata dengan huruf s : ads aps, kenaps. Bahasa prokem : sini jadi sokin, bapak jadi bokap. Belum lagi bahasa-bahasa aneh lain ciptaan mereka sendiri.

⠀⠀Ridho mencibir, "kelas aja cabs mulu lo, giliran ngeceng rajin bener."

⠀⠀"Lu tadi abis ngurusin maba, kan? Gimans, ada yang cakep gak?" Naren merangkul Ridho tanpa mempedulikan gerutuannya.

⠀⠀"Banyak. Si Sadewa udah nge-tag satu, malah."

⠀⠀"Serius? Cakep banget emangnya?"

⠀⠀"Alig, BANGET. Cakep banget! Kek idol. Bias gue aja kalah," jawab Ridho, bersiul kecil, "tadinya gue mau nge-tag dia juga, tapi udah keduluan Sadewa. Itu juga rebutan sama Nakula."

⠀⠀"Alah, kembar laknat emang tuh berdua. Gak mobil gak cewek, rebutan mulu. Lagian, pertanyaannya tuh cewek mau gak sama lu semua?"

⠀⠀"Asal lu gak ikutan ngejar dia sih, aman," ringis Ridho. Entah sudah berapa cewek yang sedang dia dekati malah berpaling setiap ia mengenalkan Naren pada mereka. Padahal Naren-nya sih biasa saja, tapi cewek-cewek itu yang keburu silau oleh pesona manusia ganteng di sebelahnya, dan tiba-tiba amnesia parsial. Lupa kalau mereka pernah kenal seonggok laki-laki bernama Ridho.

⠀⠀Dua sahabat karib itu berjalan dari parkiran motor di belakang gedung FSP, ke kolong gedung A. Menghampiri Nakula dan Sadewa—si kembar laknat yang tadi disebut-sebut Naren—juga Angga, temannya sesama anak DKV. Bedanya, Naren, Ridho, dan Dewa mengambil peminatan Multimedia, Nakula mengambil Ilustrasi, dan Angga Desain Grafis.

⠀⠀Ketiga orang itu sedang nyebat—merokok—bersama salah satu dosen Interior merangkap dosen Seni Murni, Mas Dito.

⠀⠀Jangan heran. Di IKJ, panggilan default untuk dosen adalah Mas dan Mbak, tak peduli setua apa umurnya. Kecuali kalau mereka meminta dipanggil Pak atau Bu, barulah mahasiswa memakai panggilan tersebut. Begitu juga untuk memanggil staff kampus.

⠀⠀"Mas." Naren duduk di sebelah pria setengah baya itu. "Lagi gabut ya?"

⠀⠀"Enak aja," Mas Dito mencibir, menggerakkan kumis tebalnya yang sudah berwarna abu-abu, "lu tuh yang gabut. Kan belom mulai perkuliahan, lu ngapain disini?"

⠀⠀"Kayak gak tau Naren aja, Mas." Nakula terkekeh, menghembuskan asap ke udara. "Dia lagi cari maba gemes."

⠀⠀"Sama kan kayak lu juga?" goda Mas Dito, "cewek mulu dipikirin. Mayor noh kerjain! Kapan mau lulusnya lu semua?"

⠀⠀"Mas, lulus itu kayak jodoh." Ridho merangkul bahu Mas Dito. "Ada yang cepet, ada yang lama. Gapapa. Pasti akan datang pada saatnya."

⠀⠀"Kalo lu belom di-D.O., ogeb!" sembur Angga, membuat mereka tertawa.

 ⠀⠀"Ah, lu ngomongin D.O. gue jadi laper, Ngga." Sadewa menjatuhkan puntung rokok ke lantai dan menginjaknya. "Makan kuy!"

⠀⠀"Kuy, kuy. Gue juga laper." Naren mengangguk, ikut bangkit. "Makan dulu ya, Mas."

⠀⠀"Yooo. Makan yang banyak biar cepet gede."

⠀⠀Tawa Naren meledak. "Segini masih kurang gede?"

⠀⠀"Ren, itu Ren. Maba cakep yang gue bilang," Ridho berbisik, sementara Naren sedang mengunyah bakwan sayur berlumur saus kacang yang dia beli di warteg tadi.

XOXO, Lara ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang