10. Beneran Ngedate

72 19 0
                                    

"Tapi kok kamu gak follow IG Naren, Ra?" tanya Sadewa saat mereka sedang macet-macetan di depan TIM.

⠀⠀"Aku ada IG private yang khusus buat keluarga," jawab Lara enteng.

⠀⠀Dewa manggut-manggut, menjalankan mobilnya sejauh dua meter sebelum berhenti lagi. Dari tadi, memang hanya bisa jalan merayap saking padatnya.

⠀⠀"Masih gak abis pikir aku tuh. Abisan Naren gak pernah keliatan gimana-gimana banget. Ngampus aja pake Vario butut. Kerjaannya numpang nginep di kosan Ridho mulu, katanya rumah dia jauh, di Bintaro."

⠀⠀"Emang rumah dia di Bintaro."

⠀⠀"Segede rumah kamu?"

⠀⠀Lara tertawa pelan. "Rumahku mah cuma setengahnya, Kak."

⠀⠀"Rumah dia bahkan lebih gede dari rumah kamu???" Mata Dewa semakin lebar. "Wah, beneran ibab tuh bocah atu. Dua tahun pertemanan kita penuh kepalsuan. Sat, bangsat."

⠀⠀"Mungkin dia gak pengen dipandang beda," ujar Lara, berusaha menjelaskan, "soalnya, kadang-kadang emang gak nyaman juga, punya ortu idol. Kalo Naren ngaku dari awal, belom tentu juga kan kalian bisa temenan sama dia seada-adanya kayak sekarang?"

⠀⠀"Bener, sih. Pasti dia udah jadi tempat utangan Ridho." Dewa mencebik. "Sekarang juga udah diutangin mulu ama Ridho, tapi kalo tau duitnya gak berseri, bisa tambah ngelunjak ngutangnya."

⠀⠀Setelah melewati sedapnya macet Jakarta di malam minggu, akhirnya mereka sampai di Metropole—atau sering disebut juga dengan nama lamanya, Megaria.

⠀⠀Lara turun dari mobil, mendongak pada bangunan berbentuk khas itu, sementara Dewa memutari mobil dan menghampirinya.

⠀⠀"Aku suka banget arsitekturnya. Salah satu gedung art deco paling cantik di Jakarta," ucap Lara.

⠀⠀"Setuju. Dalemnya juga cantik banget. Shall we?"

⠀⠀"Ayo, ayo," angguk Lara, berjalan ke pintu utama. Memasuki area bioskop, aura vintage-nya makin terasa. Langit-langit kayu dangan chandelier unik menggantung, serta jendela-jendela dan pintu kaca lengkung yang elegan. Setelah berdiskusi soal film apa yang akan ditonton, mereka membeli tiket. Lara bersikeras membayar sendiri, seperti selalu dikatakan Mama; kita tidak berhak atas uang orang lain.

⠀⠀Lagipula, ayolah. Dia anak Park Chanyeol, dan Papanya juga mewanti-wanti tiap saat dan tiap waktu, haram hukumnya anak Park Chanyeol bilang gak punya duit.

⠀⠀Setelah membeli tiket dan minuman, mereka berjalan melewati lorong yang memajang poster-poster film vintage. Lara menyesap iced blend green tea di tangannya.

⠀⠀"XXI di Metropole emang cocok banget, ya," ujar Dewa, "kan XXI branding-nya vintage gitu, ala roaring twenties. Terus bangunannya art deco, mantep."

⠀⠀"Setuju, setuju. Di Bandung juga cantik-cantik bangunan art deco-nya."

⠀⠀"Oh, Bandung. Surga art deco. Aku pernah survey kesana buat bahan konsep Multimedia Interaktif. Sayangnya gak kesampean ke Villa Isola."

⠀⠀"Aku pernah! Aku pernah!" Lara praktis sudah melonjak-lonjak, bersemangat. "Waktu Mama jadi dosen tamu di UPI. Itu kerrrrren banget, Kak. Asli!"

⠀⠀Dewa tertawa, gemas sendiri melihat Lara yang bersemangat. "Iya iya. Jangan lompat-lompat gitu dong, aku kayak bawa kelinci."

⠀⠀Ternyata, Dewa cukup menyenangkan kok. Obrolannya nyambung dengan Lara, dan wawasannya luas. Sedikit mengingatkan Lara pada Naren yang juga hobi mengobrolkan seni.

XOXO, Lara ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang