4. Curi Start

102 26 4
                                    

⠀⠀Ketika Lara kembali ke tempat duduknya di Galeri, Naren masih ada di sana, berdiri di pojokan dengan seorang anggota BEM lain. Ngapain sih dia disitu? Padahal, jelas-jelas Lara tahu kalau Naren tidak pernah tertarik ikut organisasi apapun, apalagi BEM.

⠀⠀Di depan, Kak Ridho—Lara sering melihat mukanya dalam story Instagram Naren—sedang membacakan barang-barang apa saja yang harus dibawa untuk besok. Tidak ada plonco-plonco disini, jadi barang yang dimaksud pun memang barang penting yang berhubungan dengan persiapan para maba untuk perkuliahan nanti.

⠀⠀"Aduh, besok kita ketemu PA, ya," Raina berdecak pelan, sambil menulis dengan cepat di binder, "Semoga dapet PA yang gak galak."

⠀⠀"Iya." Lara mengangguk, fokusnya terpecah pada Raina dan juga pada Naren yang melipat lengan di dekat dinding, mengulas senyum tipis di bibir.

⠀⠀Dasar prik. Pasti dia lagi ngincer maba-maba gemes. Lara mendengus, kembali menunduk pada catatan di bukunya sendiri. Memastikan semua yang dikatakan Kak Ridho tadi tercatat. Dia tidak mau repot bolak-balik ke rumahnya di daerah Duta kalau sampai ada yang tertinggal.

⠀⠀Saat akhirnya PKKMB untuk hari ini dinyatakan selesai dan para mahasiswa baru boleh pulang, Lara menghela nafas lega. Ia mengirim pesan singkat pada Papa untuk menjemputnya, kemudian membereskan barang-barang dengan kecepatan penuh. Hari ini, dia ingin tidur siang, bermalas-malasan, sebelum bersiap-siap untuk besok.

⠀⠀"Kamu dijemput, Ra?" tanya Raina, berjalan di sebelah Lara sementara mereka menuju ke pintu.

⠀⠀"Iya nih, dijemput ortu. Tapi kayaknya mereka belom sampe, deh…"

⠀⠀"Yah, aku pengen nemenin kamu nunggu, tapi aku buru-buru banget mesti mindahin barang ke kosan." Raina menggaruk kepala.

⠀⠀"Gapapa kok, Na. Lu duluan aja."

⠀⠀"Gapapa nih? Yaudah, aku duluan ya. Dah Laraa!"

⠀⠀Lara membalas lambaian tangan Raina yang berlari kecil menuruni tangga Galeri, ke halaman depan FSR. Sepertinya dia memang benar buru-buru. Walaupun, sebenarnya Lara juga tidak berniat meminta Raina untuk menemaninya menunggu. Seperti kata Mama tadi, dia bisa menunggu di lantai dasar bersama Pak Jonas dan satpam-satpam lainnya.

⠀⠀Baru saja Lara akan menapaki tangga pertama, satu suara terdengar.

⠀⠀"Lara?"

⠀⠀Sontak, Lara berbalik, sedikit terkejut oleh kehadiran sosok yang tiba-tiba muncul di belakangnya itu. Ia mendongak, menemukan wajah seorang laki-laki yang tersenyum.

⠀⠀Oh, ini kakak BEM yang tadi berdiri di sebelah Naren!

⠀⠀"Nama kamu Lara?" tanya si Kakak lagi, menunjukkan lesung pipit di kedua pipinya. Ampun, manis banget Mak! "Maaf, tadi aku nguping pas temen kamu dadah-dadah."

⠀⠀Pengakuan jujur itu membuat Lara tak bisa menahan tawa kecil. "Iya, aku Lara. Kakak?"

⠀⠀"Sadewa." Laki-laki itu mengulurkan tangan, yang dijabat Lara dengan otomatis. "Tapi panggil Dewa aja gapapa, kok."

⠀⠀Ah, jadi ini Sadewa. Lara ingat, tadi memang ada senior yang kembar saat perkenalan, dan namanya Nakula-Sadewa. Hanya saja, Lara tidak yakin ini Nakula atau Sadewa. "Kak Dewa." Lara mengulang nama itu.

⠀⠀Sudut bibir Dewa kembali terangkat. "Boleh… boleh minta kontak kamu? IG, atau WA?"

⠀⠀"IG boleh," angguk Lara, merogoh kantong untuk mengeluarkan ponsel dan menunjukkan QR code akun instagram publiknya. "Ini, Kak."

⠀⠀Dewa cepat-cepat men-scan kode tersebut, yang kemudian membawanya ke akun Lara. "Larasati Park? Kamu orang Korea?"

⠀⠀"Iya, Papaku orang Korea. Tapi Mama sih Betawi asli."

XOXO, Lara ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang