8. Date

72 20 0
                                    

⠀⠀Untuk kesekian kalinya, Lara menguap. Hari ini hanya ada satu mata kuliah, Etika Berbangsa dan Berkesenian. Alias—PPKN untuk seniman. Kelasnya gabungan dari anak-anak kelas B dan kelas D, di aula gedung rektorat yang tempat duduknya berbentuk tribun.

⠀⠀Lara sengaja mengambil tempat yang paling pojok, jauh dari penglihatan dua dosen di bawah sana. Tangannya mencatat materi dari presentasi yang ditampilkan tanpa benar-benar paham, sementara satu earphone bluetooth terpasang di sebelah telinga, memperdengarkan lagu-lagu K-pop. Bukan adegan yang bagus untuk ditiru, tapi Lara tidak punya pilihan. Cara dosennya menjelaskan benar-benar mengundang kantuk. Di sebelahnya, kepala Raina bahkan sudah mulai tertunduk, hampir ketiduran. Setiap Raina hampir pulas, Figar akan menyikut gadis itu keras-keras sampai terbangun.

⠀⠀Begitu kelas selesai, Lara membaca deretan undang-undang dalam catatannya. Judul materi hari ini sih 'Kebebasan Berkarya Menurut UUD 1945' tapi tidak ada sedikitpun yang masuk ke kepalanya. Ya gimana mau masuk, dia lebih fokus mendengarkan lagu-lagu BTS daripada penjelasan dosen.

⠀⠀Begitu keluar dari aula rektorat, Lara langsung beranjak ke kantin FSR. Hari ini, dia memang berencana mengerjakan tugas anatomi di kampus. Feel-nya lebih berasa, seperti kata Naren waktu gamdas. Lagipula, tadi pagi Papa sakit pinggang, jadi hari ini Lara membawa mobil sendiri—mobil Panther tua berwarna hitam kesayangan Mama, yang diberi nama si Macan. Karena itu, Lara sedikit lebih leluasa menentukan jam pulangnya.

⠀⠀Di kantin, Lara membeli cemilan dari koperasi, tak lupa semangkuk Indomie rebus. Kemudian, ia duduk di meja paling ujung, menikmati semilir angin dan mulai membuka sketchbook A3-nya untuk tugas anatomi.

⠀⠀Gambar Anatomi adalah salah satu mata kuliah yang lumayan membuat tangan pegal. Memang, intinya adalah menggambar figur manusia, tapi tidak serta merta hanya menggambar figur apa adanya. Dia harus menggambar tengkorak dan kerangka manusia juga, ditambah otot-ototnya. Sudah mirip-mirip anak kedokteran, bedanya Lara lebih fokus mempelajari gerakan tulang dan otot—seperti apa bedanya bentuk otot ketika tangan kita menggantung santai dan ketika mengangkat tangan.

⠀⠀Untuk tugas besok, Lara mengerjakan otot kaki—dari paha sampai ujung jemari kaki, juga figur laki-laki dari buku contoh. Dengan telinga disumpal earphone, ditemani lagu BTS dan sebungkus pilus, Lara mulai bekerja, menggambar dan mengarsir dengan pensil 4B di tangannya.

⠀⠀"Mbak Lara, ini Indomienya. Mie soto gak pakai bubuk cabe." Bu Les—yang punya stand mie, kadang jualan nasi kuning juga—meletakkan semangkuk mie di atas meja.

⠀⠀"Makasih, Bu. Sampe dibawain segala." Lara buru-buru mencopot earphone dan tersenyum.

⠀⠀"Gapapa, Mbak. Mumpung lagi sepi juga." Bu Les melambaikan tangan.

⠀⠀Lara menutup sketchbook—biar gak kecipratan kuah—dan menggeser mangkuk ke hadapannya. Wangi Indomie mampu membuat perutnya bergemuruh, padahal ini belum jam makan Lara yang biasa.

⠀⠀Lagi asyik-asyiknya menyeruput mie yang masih panas itu, lima sosok yang Lara kenali muncul. Siapa lagi kalau bukan geng-gengan Naren.

⠀⠀Waktu itu, Raina bahkan menjuluki geng mereka sebagai F4-nya IKJ, yang tentu saja membuat Lara bingung.

⠀⠀"Tapi kan mereka berlima?"

⠀⠀"Iya, Kak Angga jadi Geum Jandi-nya," jawab Raina.

⠀⠀Mengingat percakapan gabutnya dengan Raina itu, Lara jadi menahan tawa saat Angga duduk di seberangnya, bersama Ridho dan Nakula-Sadewa serta piring-piring makanan mereka.

⠀⠀"Halo, abang-abang sekalian," sapa Lara.

⠀⠀"Hai Lara, Bang Ridho boleh kan makan disini?"

⠀⠀"Boleh Bang, mejanya bukan punya gue kok. Bebas." Lara tersenyum, tepat saat Naren meletakkan piring dan duduk di sebelahnya.

XOXO, Lara ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang