29. Lara Udah Gede

64 12 6
                                    

⠀⠀"Lu pada ngerti gak sih, yang dijelasin Mbak Indri tadi?" tanya Ridho, memulai keluhannya, "asli dah, gue mendingan kelas mayor 12 jam daripada Metode Penelitian. Gak ada yang masuk ke otak!"

⠀⠀"Ah, lu jangan sembarangan Dho kalo ngomong." Naren merangkul teman dekatnya itu. "Kalo besok kita mayor beneran 12 jam gimana? Mabok animasi dah gue. Udah gitu 3D, pula."

⠀⠀"Gak mungkin juga lah ampe 12 jam, alig." Sadewa geleng-geleng. "Terlalu dramatis."

⠀⠀Mereka bertemu Angga di depan Studio Fotografi, lalu Nakula tepat di depan lift. Setelah kelimanya sudah lengkap, barulah mereka turun, menuju kantin FSR.

⠀⠀"Ngomong-ngomong, lau-lau udah ngucapin ultah ke Lara?" tanya Sadewa saat mereka mengambil tempat duduk di salah satu meja kantin, "kayaknya gue ngucapin pertama deh, pas jam 12. Dibales pula sama dia."

⠀⠀"Ah, ibab. Gue ketiduran," keluh Nakula, menyendok nasi kuning dengan tempe orek di piringnya, "jam setengah 1 baru gue ucapin."

⠀⠀Sadewa tertawa penuh kemenangan. "Duluan gue, berarti. Lu gimana, Ren?"

⠀⠀"Gue?" Satu sudut bibir Naren terangkat, mengecek Patek Philippe di pergelangan tangannya. "Belom. Nanti, setengah jam lagi."

⠀⠀Nakula malah melongo. "Harus banget setengah jam lagi?"

⠀⠀"Tau, gimana sih lu? Lu kan sohibnya."

⠀⠀"Eishh..." Naren mendesis pelan, "justru karena gue sohib Lara dari orok, gue tau kebiasaan keluarganya."

⠀⠀"Kebiasaan apaan?" tanya Ridho, mulut masih setengah dipenuhi sayur kangkung.

⠀⠀"Keluarganya Lara baru ngucapin ultah di jam mereka lahir. Lara kan baru lahir jam 3 kurang 15, ya gue nanti juga ngucapinnya."

⠀⠀Keempat temannya melongo tak percaya pada Naren, bahkan Angga sekalipun. Otomatis, Naren tertawa geli.

⠀⠀"Kalo kata nyokapnya Lara, buat apa ngucapin jam 12 malem? Anaknya aja masih di dalem perut jam segitu."

⠀⠀"Buset." Dewa tak habis pikir. "Orang kaya ada-ada aja ya idenya."

⠀⠀"Terus kalo misal lahirnya pas subuh gimana?" tanya Angga tertarik.

⠀⠀"Ya dikasih surprise atau ucapannya subuh. Tuh Abangnya Lara malah lahir jam 3 pagi. Bayangin," jawab Naren.

⠀Tak lama kemudian, Lara muncul dari balik pintu Studio Jahit yang terletak dekat dengan kantin. Cepat-cepat Naren mengangkat tangan. "La!"

⠀⠀Lara menghampiri Naren, sebuah ransel pink dengan detail fringe dan logo Chanel menggantung dari sebelah bahunya. "Ren, kilab bareng kan? Nyokap nyuruh langsung pulang, Abang juga udah sampe Soetta."

⠀⠀"Iye, bawel," Naren menyahut kalem, memotong telur rebus berlumur cabe di piringnya, "makan dulu gih."

⠀⠀"Iya, nih juga mau makan." Duduk di sebelah Naren, Lara mengeluarkan tempat makan Doraemonnya. "Eh iya. Hai, abang-abang."

⠀⠀"Hai jodohnya Kak Nakula."

⠀⠀Ridho menepuk lengan Nakula sebal. "Lu gak capek apa, ngomong gitu mulu?"

⠀⠀"Siapa tau beneran terkabul, Dho. Kan ucapan adalah doa."

⠀⠀Lara hanya tertawa kecil, mulai menyendok sisa bekalnya yang belum habis saat makan siang tadi. Tadi pagi Papa dan Mama bangun kesiangan, jadi Lara langsung berinisiatif memesan Eatlah sebagai bekal. Lumayan, porsinya pas untuk Lara makan dua kali.

⠀⠀"Ngomong-ngomong, Lara abis dari Studio Jahit, ya?" tanya Ridho.

⠀⠀"Studio Jahat," koreksi Lara dengan cengiran.

XOXO, Lara ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang