Charles dan Julian baru saja tiba di rumah. Sesampainya di sana, mereka langsung dapat melihat Jenny, Ivan, dan seorang perempuan berbincang-bincang di ruang tamu dengan bahagia. Tak lama, Ivan menoleh dan menghampiri sang papa dan saudara kembarnya dengan sebuah pelukan.
“Papa, Julian! Aku kangen kalian.”
“Papa juga kangen sama kamu, Van.”
“Iya, aku juga kangen sama kamu.”
“Papa minta maaf nggak bisa jaga kamu dengan baik sampai kamu terpisah seperti ini. Ini semua salah Papa.”
“Ini semua bukan salah Papa. Ini takdir, Pa.”
“Ini salah Papa, Van. Kalau Papa jaga kamu dengan baik, pasti kamu akan tetap bersama kami selama ini.”
“Benar kata Ivan, Pa. Ini takdir, bukan salah Papa.”
“Oh, iya selama ini kamu tinggal sama siapa? Di mana?”
“Aku tinggal sama sepasang suami istri, Pa. Awalnya aku tinggal di Alam Nusa, tapi pindah ke sini enam bulan lalu.”
“Syukurlah, ada yang merawat kamu. Ayo, kita duduk! Biar ngobrolnya lebih enak.”
Charles, Julian, dan Ivan duduk bergabung dengan Jenny dan Tari.
“Ini siapa, Van? Pacar kamu ya?”
“Iya, Pa. Ini pacarku. Namanya Tari.”
“Saya Tari, Om.”
“Charles, papa kandungnya Ivan. Kamu kenal Ivan di mana?”
“Ivan teman sekelas saya, Om.”
“Oh, gitu. Kalian berdua sekolah di mana?”
“SMA Pancasila.”
“SMA Pancasila?”
“Iya, SMA Pancasila.”
“Kenapa bisa kebetulan? Sekolah kamu dan Julian berseberangan lho.”
“Oh, iya?”
Mereka melanjutkan mengobrol-ngobrol santai sambil menikmati pisang goreng buatan Bi Asih. Untuk melepas rasa rindunya dengan Ivan, Charles pun akhirnya menunda meeting pentingnya yang seharusnya dilaksanakan pukul 10.00. Tak terasa waktu telah menunjukkan pukul 12.30, mereka baru saja menyelesaikan makan siang bersama.
“Ivan, mulai hari ini kamu tinggal di sini ya! Sama Mama, Papa, dan Julian.”
“Iya, Ivan. Kamu tinggal sama kami ya!”
Ivan terdiam sejenak.
“Maaf, Pa. Mungkin nggak sekarang. Ivan harus izin dulu ke Bapak dan Ibu yang telah merawatku selama ini. Aku takut mereka nggak terima ditinggal begitu saja. Aku harus pulang dulu.”
“Tapi, Van… Mama mau kamu tinggal di sini mulai hari ini.”
“Nggak bisa, Ma. Ivan harus izin dulu sama mereka. Ivan nggak mau mereka mengganggap Ivan sebagai kacang lupa sama kulit. Mereka sudah urus Ivan sampai sebesar ini dengan penuh kasih sayang. Aku harap Mama dan Papa bisa ngerti.”
“Sudahlah, Ma. Kita biarkan saja Ivan pulang dulu. Besok-besok kita bisa ketemu Ivan lagi kok.”
“Iya, Ma. Ivan janji besok akan main ke sini lagi.”
“Ya sudah, tapi Mama dan Papa antar ya! Kami mau ketemu orang tua angkat kamu.”
“Aku juga ikut, Van.”
“Iya, tapi kita antar Tari dulu ya, Pa, Ma.”
“Okay, kita berangkat sekarang ya!”
Setelah mengantar Tari pulang, mereka pergi ke rumah Darius dan Dela.
“Ini rumahnya, Van? Sayang, kamu serius tinggal di warteg ini?”
“Iya, Ma. Ini tempat tinggal Ivan selama pindah ke sini.”
“Ini sih warteg yang pernah aku kunjungi, Ma, Pa. Ternyata kamu tinggal di sini, Van. Kok waktu itu kamu nggak ada?”
“Mungkin aku sedang keluar atau mungkin sedang mengerjakan tugas di kamar. Berapa kali kamu ke sini, Jul?”
“Baru sekali sih.”
“Ya, sudah. Ayo, kita masuk! Papa dan Mama mau ketemu orang tua angkatmu segera.”
To be continued... 🌊
©2022 By WillsonEP
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins Julian & Julivan
Fiksi RemajaJulian dan Julivan, saudara kembar yang terpisah karena bencana tsunami yang menerjang daerah asalnya. Pasca kejadian sang ayah, Charles memutuskan untuk membawa Julian dan istrinya Jenny pergi jauh dari tempat kejadian. Mereka menetap di sebuah kot...