Chapter 3

637 37 6
                                    

Julian baru saja selesai berganti pakaian dari seragam sekolah menjadi pakaian yang lebih santai, kaos biru dengan celana pendek hitam. Sambil berbaring di tempat tidur, seperti biasanya ia memilih membuka peta pada ponselnya untuk mencari-cari tempat makan yang baru saja buka di sekitar rumahnya. Ia sangat menyukai kuliner, hampir setiap tempat makan yang baru buka selalu ia kunjungi.

Warung Tegal Bu Dela

Jl. Karamel Belakang No. 3, Karamel

“Hmm, warteg ini boleh juga. Aku harus ke sana.”

Julian membagikan lokasi tersebut ke grup sahabatnya, JAA.

Read 2 10:00 Mau traktiran lagi? Datang ke lokasi ini. See you!

Angga

Wih, mantap nih. Meluncur! 10:00

Arman

Gue juga meluncur 🤖 10:00

Julian menutup ponselnya. Ia segera berangkat ke lokasi menggunakan sepeda. Beberapa saat kemudian, Julian tiba di lokasi bersamaan dengan Angga dan Arman.

“Mantap, traktiran lagi di awal tahun ajaran. Sering-sering begini, Jul,” ujar Angga bersemangat.

“Iya, nih. Kelihatannya enak dan pastinya murmer. Ayo, Jul kita masuk! Kebetulan di rumah tadi nggak ada makan,” tambah Arman.

“Ya sudah, tunggu apa lagi? Ayo, kita masuk!”

Mereka pun memasuki warung tersebut. Kondisinya cukup ramai pembeli.

“Gila, Jul. Warungnya rame banget.”

“Gue yakin pasti makanannya enak-enak.”

“Bu, kami mau pesan,” ujar Julian kepada pemilik warung.

Bu Dela menoleh. Ia kaget begitu melihat Julian, kembaran Ivan ternyata masih hidup dan sekarang berada di hadapannya. Ia kira keluarga kandung Ivan telah meninggal dunia akibat peristiwa tsunami tersebut.

“Bu, ada apa ya? Kok malah bengong?” tanya Angga penasaran.

“Biasa, Ga. Mungkin Bu Wartegnya terpesona melihat kegantengan Julian, Bener nggak, Bu?” tambah Arman.

“Bener banget. Ibu nggak nyangka aja ada pembeli saya yang seganteng ini. Kamu artis ya?”

“Ah, Ibu bisa saja. Saya bukan artis kok. Hanya orang biasa.”

“Oh, gitu. Kirain saya artis. Ya sudah, silakan mau pesan apa?”

Julian dan teman-temannya mulai memesan banyak menu. Julian hanya memesan ayam kuah kuning favoritnya ditambah dua buah perkedel kentang. Sementara sisanya adalah pesanan Angga dan Arman yang memanfaatkan momentum dengan baik untuk makan enak tanpa harus membayar.

“Gila, Jul. Ini enak banget! Lu pilih tempat pinter banget sih. Tau aja mana yang enak dan mana yang nggak. Nambah boleh nggak?” ujar Arman.

“Gila lu, Man. Pesanan lu yang ini aja belum habis. Masa udah minta nambah? Tau diri dong.”

“Lu juga sama, pesen banyak-banyak. Kasihan si Julian. Padahal tadi dia udah traktir kita di kantin. Ini seriusan ditraktir, Jul?”

“Serius, kalau gue sudah bilang traktir, ya pasti gue traktir.”

Thanks, Jul. Lu memang brother gue yang paling baik.”

“Untung saja Ivan lagi pergi ke bengkel sepeda. Kalau mereka bertemu, Ivan bisa saja meninggalkanku dan Bapak. Semoga saja waktu Ivan pulang, anak itu dan teman-temannya sudah pergi dari sini. Aku nggak bisa kehilangan Ivan,” batin Bu Dela.

20 menit kemudian, Julian dan kawan-kawan selesai makan. Setelah membayar, mereka pun pergi dari tempat itu. Tak lama setelah Julian pergi, Ivan pulang. Tentu Bu Dela panik bukan main melihat Ivan pulang. Ia takut Ivan sempat berpapasan dengan saudara kembarnya.

“Ibu kenapa tegang gitu?” 

“Ibu nggak kenapa-kenapa. Mungkin karena kebanyakan berdiri. Oh, iya bagaimana sepeda kamu sudah selesai diservis?”

“Sudah, Bu. Maaf ya tadi Ivan harus tinggalin Ibu sendiri karena harus benerin sepeda. Oh, iya Bapak mana?”

“Pergi ke warung. Tadi Ibu minta tolong beliin kecap, tapi entah kenapa belum balik-balik. Bisa kamu susul, Nak?”

“Boleh, biar Ivan susul ya, Bu.”

“Makasih, Nak.”

“Sama-sama.”

To be continued...
©2022 By WillsonEP
🌊🌊🌊 Jangan lupa vote, comment, and share. Sampai jumpa di chapter selanjutnya. Terima kasih.

The Twins Julian & JulivanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang