Chapter 10

437 25 1
                                    

Tari baru saja tiba di rumah beberapa menit lalu. Saat ini, Tari sedang asyik memainkan ponselnya melanjutkan pencarian akun Instagram saudara kembar Ivan sambil tiduran di sofa ruang keluarga Ia pun telah mengirimkan beberapa pesan kepada para Julian.

Juliancharles

Oh, gitu. Sorry, gue nggak punya kembaran. 5s

Juliancabraham

Maaf, salah orang. Gue nggak punya kembaran 5s

J4lian_

Gue bukan Julian yang lo cari 5s

Julian_chales

Salah orang, Mba. Semoga cepet ketemu ya :) 5s

Juliancabraham

Turut prihatin buat temannya, Mba. Semoga cepet ketemu ya J 5s

“Dari tadi aku chat nggak ada Julian, saudara kembarnya Ivan. Susah banget sih, nyarinya. Apa Juliannya beneran nggak main Instagram?”

Tari beranjak menuju dapur untuk mengambil jus yang biasa disiapkan Bi Sum.

“Bi Sum, jus saya sudah jadi?”

“Sudah, Non. Ini baru jadi banget. Silakan langsung diminum.”

“Makasih, Bi.”

“Sama-sama.”

Tari meraih gelas yang diberikan Bi Sum dan segera meminum jus kesukaannya dengan sekali teguk.

“Segarnya, Bi.”

“Gimana, Non? Manis nggak jambunya?”

“Manis, Bi. Oh, iya, Bi. Papa dan Mama ada hubungi Bibi?”

“Hmm…. Nggak ada, Non. Terakhir Nyonya telepon Bibi pas awal bulan.”

“Oh, gitu. Pasti hanya kabarin uang belanja sudah ditransfer ya? Mama nggak nanya kabar saya?”

“Iya, Non. Mungkin Nyonya masih sibuk. Non yang sabar ya! ‘Kan ada Bibi.”

“Mereka masih peduli sama saya nggak ya, Bi? Makin ke sini, mereka jadi sulit dihubungi.”

“Sabar, Non. Bibi yakin mereka pasti masih peduli sama Non.”

Sementara itu, Julian, Angga, dan Arman baru saja selesai bermain jetski.

“Tadi asyik banget, Jul.”

“Iya, Jul. Ini pertama kalinya gue naik jetski. Thanks, sudah ajak kami.”

“Sama-sama, Brother.

Tak lama, tiba-tiba Julian merasakan kepalanya sakit sekali.

“Argh!” teriak Julian.

“Jul, lu kenapa?”

“Iya, Jul. Lu baik-baik saja?”

Julian tidak merespon pikirannya kembali ke peristiwa tsunami tersebut.

“Man, ini kita harus ngapain?”

“Gue juga nggak tahu. Kita bawa saja ke rumah sakit terdekat?”

“Ide bagus. Ayo, Man! Kita papah Julian.”

“Jul, lu bertahan ya!”

Selama perjalanan, Julian terus mengerang sambil memegangi kepalanya dengan kedua tangan. Sesampainya di rumah sakit, Julian langsung diperiksa.

“Bagaimana kondisi teman saya, Dok?”

“Berdasarkan pemeriksaan, teman kalian memiliki trauma yang cukup berat. Hal ini yang menyebabkan ia merasakan sakit kepala yang luar biasa.”

“Apakah kami sudah bisa melihatnya?”

“Silakan, tapi jangan terlalu lama. Dia butuh istirahat.”

“Baik, Dok.”

Angga dan Arman memasuki ruangan.

Brother, bagaimana kondisi lu sekarang?” tanya Angga membuka obrolan.

Angga dan Arman berjalan mendekati temannya yang sedang terbaring lemah. Julian sama sekali tidak merespon pertanyaan Angga.

“Jul, lu dengar suara gue ‘kan?”

“Iya, Jul. Lu denger suara Angga ‘kan? Jangan bikin kami panik.”

“Apa perlu gue hubungi Papa lu?”

“Nggak perlu, Ga. Kalian nggak perlu khawatir. Gue baik-baik saja,” jawab Julian lemah.

“Syukurlah, lu akhirnya ngomong juga. Gue sama Arman panik banget gila.”

“Oh, iya kepala lu gimana sekarang? Masih sakit?”

“Sudah mendingan, Man.”

“Ya sudah, lu istirahat dulu. Kalau sudah membaik, baru kita pulang. Ga, ayo kita ke luar.”

“Jul, gue sama Arman keluar dulu ya!”

Okay.”

Angga dan Arman keluar ruangan. Mereka memutuskan duduk di depan ruang IGD.

“Ga, lu lapar nggak?”

“Hmm, nggak terlalu sih. Lu lapar?”

“Iya, dompet Julian masih ada di lu?”

“Ada, kenapa gitu? Lu mau beli makan pakai uang Julian?”

“Iya, ada sisa uang cash nggak?”

“Ada sih, tapi mending jangan deh. Kita tunggu Julian saja.”

“Gue lapar, Ga. Di dompet hanya sisa lima ribu, bisa beli apa?”

“Hmm, beli gorengan saja. Cukup tuh.”

“Iya, juga. Ide yang bagus, tapi lu jangan minta ya! Lima ribu dikit.”

“Iya, gue nggak akan minta.”

—oOo—

Sekitar pukul 16.00, Julian memutuskan untuk pulang karena kondisinya jauh lebih baik.

“Lu yakin mau pulang? Nggak dirawat saja dulu?”

“Iya, Jul. Bener kata Angga.”

“Gue sudah baik-baik saja. Kalian nggak perlu khawatir. Memang kadang trauma itu kadang masih suka mengganggu.”

“Gue ngerti, Jul. Oh, iya gue lapar nih. Sekarang kita pergi cari makan ya?”

“Iya, Jul. Dari tadi perut teman kita ini sudah demo minta makan. Kita harus segera penuhi keinginan cacing-cacing di perutnya.”

Okay. Kita mau makan di mana?”

“Yang murah deh. Sate gimana? Daerah sini ada yang jual sate nggak?”

“Boleh tuh idenya.”

Okay, kita meluncur ke sana. Oh, iya dompet gue mana, Ga?”

“Oh, iya. Ini dompet lu. Tadi gue ambil buat bayar biaya rumah sakit.”

Okay, thanks. Sekarang kita berangkat ya!”

To be continued... 🌊
©2022 By WillsonEP

The Twins Julian & JulivanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang