Seminggu kemudian, anak-anak SMA Pancasila mulai mendapatkan tugas dari para guru. Tari pun mengajak Ivan untuk mengerjakan tugas tersebut bersama-sama.
“Van, kita kerjain PR bareng ya di rumahku? PR Matematika yang ini aku nggak ngerti banget.”
Ivan tidak langsung menjawab. Ia sama sekali belum pernah main ke rumah temannya selama ini. Kalau ada tugas kelompok, ia memilih menyelesaikannya di sekolah.
“Please, Van. Aku butuh bantuanmu.”
“Okay, tapi sebentar saja ya! Soalnya aku harus bantu Ibu.”
“Iya, yuk kita ke rumahku sekarang! Aku hari ini bawa sepeda.”
Mereka pun mulai mengayuh sepeda masing-masing menuju kediaman Tari.
“Tar, kamu ‘kan orang kaya. Memangnya kamu dibolehin bergaul sama aku yang bukan siapa-siapa ini? Orang tuamu nggak akan marah?”
“Santai saja, Van. Aku bisa atasi mereka. Lagian mereka nggak ada di sini, mereka lagi di luar negeri. Aku sendiri di rumah. Makanya aku ajak kamu.”
“Sendiri? Jadi nanti kita hanya berdua saja gitu?”
“Nggak. Di rumah ada ART dan satpam rumah, jadi kita nggak berdua.”
“Oh, gitu. Syukurlah, soalnya aku nggak nyaman kalau hanya berdua, takut ada fitnah.”
“Iya, aku tahu itu.”
Beberapa saat kemudian, mereka tiba di tujuan. Rumah mewah yang ditinggali oleh Tari.
“Pak Nasrul, buka gerbangnya.”
“Baik, Non.”
“Ayo, Van! Masuk.”
Mereka pun mulai memasuki halaman rumah mewah tersebut. Melihat rumah mewah Tari, Ivan kembali teringat dengan rumahnya di Alam Nusa yang rusak parah akibat tsunami. Ia sering mengunjungi rumah itu, hampir setiap tahun. Namun, rumah itu dibiarkan terbengkalai. Melihat kondisi rumahnya terbengkalai bertahun-tahun, membuat Ivan kehilangan harapan untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
“Van, kamu baik-baik saja? Kok melamun?”
“Aku baik-baik saja, Tar. Aku hanya teringat sama keluargaku.”
“Keluargamu?”
“Iya, sebenarnya Bapak dan Ibu yang tinggal bersamaku bukan orang tua kandungku. Mereka adalah orang tua angkatku sejak peristiwa tsunami Alam Nusa sepuluh tahun yang lalu.”
“Maaf, Van. Aku baru tahu soal ini. Jadi kamu terpisah dengan keluargamu akibat peristiwa itu?”
“Iya, aku pun nggak tahu kondisi mereka. Apakah mereka masih hidup atau sudah tiada.”
“Kamu yang sabar ya! Kita doakan saja yang terbaik buat keluargamu.”
“Amin, Tar. Thanks ya! Maaf, jadi curhat begini.”
“It’s okay. Ya sudah, ayo masuk!”
Mereka memasuki rumah itu. Tari mengajak Ivan untuk mengerjakan tugasnya di kamar. Namun, Ivan menolaknya dan memilih untuk mengerjakannya di ruang tamu.
“Kalau di kamar kamu, aku nggak nyaman, Tar. Mending kita kerjakan di sini.”
“Iya, deh. Maaf, bikin kamu nggak nyaman. Oh, iya kamu mau minum apa? Es jeruk? Jus? Atau apa?”
“Nggak usah repot-repot, Tar. Aku masih ada minum di tas. Lebih baik kita mulai saja ya!”
“Okay, deh.”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twins Julian & Julivan
Ficção AdolescenteJulian dan Julivan, saudara kembar yang terpisah karena bencana tsunami yang menerjang daerah asalnya. Pasca kejadian sang ayah, Charles memutuskan untuk membawa Julian dan istrinya Jenny pergi jauh dari tempat kejadian. Mereka menetap di sebuah kot...