Chapter 13

394 20 1
                                    

Keesokan harinya…

Pagi-pagi, sekitar pukul 06.00 Julian bangun dari tidurnya penuh dengan semangat. Ia sangat tidak sabar untuk bertemu dengan saudara kembarnya yang terpisah selama 10 tahun.

“Van, aku nggak sabar banget sama kamu. Semoga pertemuan kita hari ini lancar ya!”

Julian beranjak dari tempat tidurnya menuju ruang makan.

“Selamat pagi, Julian. Sudah bangun rupanya. Ayo, sarapan bareng Papa.”

“Pagi, Pa.”

“Oh, iya kamu jadi ketemuan sama Ivan hari ini? Jam berapa?”

“Rencananya sih jam 10 di Kafe Melodi. Papa mau ikut?”

“Jam 10? Papa nggak bisa karena ada meeting yang sangat penting. Kalau kamu bertemu dengannya, kamu langsung ajak dia ke rumah ini ya!”

“Siap, Pa. Julian akan bawa Ivan pulang segera.”

“Ya sudah, sekarang kita mulai sarapannya ya!”

Mereka berdua memulai sarapannya. Sementara itu, di rumah sakit jiwa Jenny sedang memikirkan rencana untuk kabur dari tempat tersebut.

“Aku nggak gila! Aku harus pergi dari sini. Julian dan Ivan pasti sedang mencari aku!”

Tak lama, seorang suster datang membawa sarapan.

“Selamat pagi, Bu Jenny. Ini saya bawakan sarapan buat Ibu. Dimakan ya!”

“Iya, Sus.”

Ketika suster itu berbalik hendak keluar, tiba-tiba Jenny memukulnya dari belakang.

“Maaf, Sus. Aku harus pergi dari sini untuk mencari anako

Jenny menukar pakaian suster tersebut dengan baju yang ia kenakan sekarang. Tak lupa, ia memakai masker yang kebetulan ada di kantong baju suster.

“Semoga saja aku berhasil keluar dari sini.”

Rencana Jenny berjalan mulus. Jenny berhasil keluar dari RSJ tempat ia dirawat. Kondisinya sekarang sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan kondisinya saat masuk. Jenny memutuskan naik ojek untuk pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, Jenny tak sengaja melihat Ivan sedang makan bubur bersama seorang perempuan.

“Itu, Ivan! Aku nggak mungkin salah lihat! Mas, berhenti. Saya turun di tukang bubur depan ya!”

“Baik, Bu.”

Setelah tiba di tukang bubur, Jenny turun dan membayar ojek itu dengan uang seadanya yang ada di kantong.

“Bu, ini kurang atuh. Masa jarak jauh dikasih 10 ribu?”

“Ya, saya nggak ada uang lagi. Syukuri saja atuh, Mas.”

“Bilang saja nggak punya uang! Kalau nggak punya uang, jangan naik ojek saya dong!”

Ojek tersebut pergi dengan kesal. Tanpa memedulikan pengendara ojek tersebut, Jenny segera menghampiri Ivan, anaknya.

“Ivan,” panggil Jenny lembut.

Sang pemilik nama menoleh ke arah Jenny. Ia tidak langsung merespon. Ia memilih memerhatikan terlebih dahulu siapa yang memanggilnya.

“Ini Mama, Nak. Kamu lupa sama Mama?”

“Van, itu benar Mama kamu?” tanya gadis di sebelahnya.

Ivan tidak menjawab gadis itu. Ia langsung beranjak menghampiri ibu yang memanggil dirinya dan langsung memeluknya.

“Ini beneran Mama Ivan? Ivan nggak mimpi?”

“Ini bener Mama, Ivan. Ini nyata.”

“Ivan kangen banget sama, Mama. Mama kenapa bisa di sini? Mama jadi suster sekarang? Keren banget, Ma.”

“Ah, kamu bisa saja. Ceritanya panjang. Mama bukan suster, ini hanya sebuah penyamaran.”

“Nyamar? Oh, gitu.”

“Oh, iya siapa perempuan cantik yang sedang bersamamu? Pacar ya?”

Tak lama, gadis yang bernama Tari itu menghampiri.

“Tar, perkenalkan ini Mamaku.”

“Halo, Tante. Saya Tari.”

“Jenny, Mamanya Ivan. Kamu ini pacarnya anak saya ya? Cantik. Kamu pintar juga nyari pacar, Van.”

“Makasih, Tante.”

Setelah percakapan tersebut, mereka memutuskan pergi dari tempat itu. Jenny mengajak Ivan langsung ke rumah untuk bertemu dengan Julian dan Charles dengan berjalan kaki. Kebetulan Ivan dan Tari memang membawa sepeda karena jarak rumah mereka dengan tukang bubur tadi tidak begitu jauh. Selang 20 menit, mereka tiba di kediaman Keluarga Charles Abraham.

“Bi Asih, Bi Asih,” panggil Jenny sambil mengetuk gembok pagar rumahnya.

“Kok rumahnya sepi, Ma?”

“Iya, Tante. Kayaknya nggak ada orang.”

Sementara itu, Julian dan Charles sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit jiwa tempat Jenny dirawat. Mereka berdua sangat khawatir begitu dapat kabar bahwa Jenny melarikan diri.

“Pa, Mama kenapa kabur ya? Apa kita salah masukin Mama ke rumah sakit jiwa? Julian jadi merasa bersalah sama Mama.”

“Tindakan kita sudah benar, Julian. Kalau kita rawat di rumah, takutnya kondisinya akan semakin parah. Kamu nggak usah merasa bersalah.”

“Sekarang kita harus cari Mama ke mana, Pa?”

“Kita ke rumah sakit jiwa dulu saja untuk menanyakan kronologisnya.”

Okay, Pa.”

Julian dan Charles tiba di rumah sakit jiwa tempat Jenny dirawat.

“Bagaimana kejadiannya, Sus? Kok istri saya bisa kabur.”

“Jadi gini ceritanya, Pak…”

Suster tadi pagi mulai menceritakan kronologis kejadian Jenny kabur kepada Charles dan Julian. Setelah mendengar kronologisnya, mereka mulai mencari keberadaan Jenny. Beberapa saat kemudian, Charles mendapatkan pesan dari Bi Asih.

Tuan, Nyonya sudah ada di rumah bareng Den Ivan. Tuan bisa pulang sekarang? 08:15

“Syukurlah, Mamamu sudah ada di rumah Julian.”

“Wah, serius, Pa? Mama sudah di rumah?”

“Iya, tadi Bi Asih ngabarin dan katanya bareng Ivan juga.”

“Bareng Ivan kok bisa?”

“Kurang tahu juga. Mungkin mereka ketemu di jalan?”

“Bisa jadi. Ya sudah, ayo kita pulang, Pa! Aku nggak sabar pengen ketemu sama Ivan.”

“Iya, Papa juga nggak sabar.”

To be continued... 🌊
©2022 By WillsonEP

The Twins Julian & JulivanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang