Chapter 7

433 28 3
                                    

Bel pulang sekolah berbunyi. Julian dan teman-temannya baru saja mengikuti ujian akhir semester hari terakhir. Mereka keluar ruangan ujian dengan bahagia.

Yes, ujian akhirnya kelar!”

“Bener nih, liburan akan segera tiba. Jul, gue sama Arman main ke rumah lu ya?”

“Iya, Jul. Lu sudah janji bakal ajak kami ke rumah lu.”

Okay, ayo kita ke rumah gue!”

“Wah, seriusan? Boleh nih?”

“Iya, gue serius.”

“Asyik! Let’s go !”

Mereka pun berangkat menuju kediaman Julian menggunakan sepeda masing-masing. Hanya sekitar 20 menit, mereka tiba di tujuan.

“Ini rumah lu, Jul?”

“Gede amat rumah lu, Jul,” tambah Arman.

“Iya, ini rumah gue. Ayo, masuk!”

Mereka pun mulai memasuki rumah tersebut. Sesampainya di ruang tamu, Angga dan Arman kembali dikagetkan dengan sebuah foto keluarga yang menunjukkan Julian memiliki kembaran.

“Lu punya kembaran?” tanya Angga dan Arman kompak. “Kok nggak pernah cerita?” lanjut mereka.

Julian terdiam sejenak.

“Kalian duduk dulu, sekarang gue memang mau cerita ke kalian.”

Mereka bertiga duduk di ruang tamu. Julian pun mulai menceritakan sekilas tentang kembarannya, Ivan dan peristiwa yang membuatnya terpisah.

“Gue sama Arman turut bersedih dengar cerita lu, tapi kenapa lu nggak pernah cerita soal ini? Kita kan sahabat.”

“Iya, Jul. Kenapa harus ada rahasia di antara kita?”

“Gue minta maaf nggak pernah cerita ke kalian. Perasaan gue benar-benar hancur dengan kejadian ini. Makanya gue nggak pernah bahas soal ini. Oh, iya kalian mau bantu gue?”

“Bantu apa, Jul? Kami siap bantu lu.”

“Gue mau ajak kalian liburan ke Alam Nusa. Sekalian cari keberadaan Ivan di sana. Akomodasi gue yang tanggung. Kita bakal menginap di rumah gue yang di sana. Kalian mau?”

“Boleh, gue ikut. Lu gimana, Man?”

“Gue ikut juga, tapi… lu yakin mau ke sana? Nggak trauma gitu?”

“Iya, Jul. Bener kata Arman. Memangnya lu nggak trauma?”

“Meskipun sedikit trauma, gue yakin gue akan baik-baik saja.”

“Kalau lu yakin, kapan kita berangkat?”

“Senin kita berangkat ya!”

“Siap,” jawab Angga dan Arman kompak.

Mereka beranjak dari ruang tamu menuju ruang makan. Mereka memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum melanjutkan untuk bermain. Tak disangka, Charles tiba-tiba muncul menghampiri mereka.

“Ada tamu rupanya. Bagaimana ujian kalian? Lancar?”

“Lancar, Om,” jawab Angga dan Arman kompak.

“Papa kok ada di rumah? Nggak ke kantor?”

“Tadi pagi Papa sudah ke kantor. Kalau kamu gimana, Julian? Ujiannya gimana?”

“Julian juga lancar, Pa.”

“Bagus itu. Oh, iya kalian sahabatnya Julian ya? Arman dan Angga?”

“Iya, Om. Saya Angga dan ini Arman.”

“Salam kenal. Saya Charles, Papanya Julian.”

“Salam kenal, Om.”

“Julian sudah cerita banyak tentang kalian. Akhirnya Julian bawa kalian ke sini juga.”

“Iya, Om. Kami berdua sudah sering minta ke Julian mau main ke rumah ini, tapi Julian selalu menolak.”

“Ya, Julian memang seperti itu orangnya. Oh, iya, Angga, Arman, Om mau pergi lagi ya! Kalian main-main di sini yang lama ya! Anggap saja rumah sendiri. Julian, Papa pamit ya!”

Okay, Pa.”

“Hati-hati di jalan, Om.”

Charles pergi hendak menjenguk sang istri di rumah sakit jiwa. Setelah Charles pergi, mereka pun melanjutkan makan siangnya. Sementara itu, di seberang sana Ivan sedang mencari pekerjaan paruh waktu ditemani oleh Tari.

“Cari kerja part time di sini susah juga ya, Tar. Dari tadi kita sudah keliling belum juga dapat.”

“Semangat, Van. Aku yakin kamu pasti dapat kerjaan hari ini. Ini minum dulu.”

Thanks, Tar.”

Ivan menerima sebotol air mineral dari Tari dan meminumnya. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanannya mencari pekerjaan untuk Ivan. Tak lama, mereka tiba di sebuah kafe. Di kafe tersebut, terpampang sebuah pengumuman “LOWONGAN PART TIME sebagai Pelayan Café”.

“Tar, itu ada lowongan. Semoga saja lowongan buatku masih ada.”

“Amin. Ayo, buruan kita masuk!”

Mereka pun memarkirkan sepedanya dan segera memasuki kafe tersebut.

“Permisi, Mba. Apakah lowongannya masih tersedia?”

“Masih, Mas. Masnya mau melawar? Langsung saja ketemu sama pemiliknya.”

“Iya, Mbak. Saya harus ke mana ya?”

“Ke sebelah sana.”

Okay, Mba. Terima kasih.”

“Sama-sama.”

“Tar, kamu tunggu di sini saja ya! Aku bisa sendiri.”

Okay, aku sambil makan saja deh. Aku duduk di sebelah sana ya?”

Okay.”

Ivan pergi menghampiri pemilik kafe. Sementara, Tari memilih untuk memesan seporsi sandwich dan ice lemon tea  ke kasir. Setelah itu, ia duduk di kursi yang telah ia tunjukkan kepada Ivan. 15 menit kemudian, Ivan menghampiri Tari dengan senyuman.

“Bagaimana, Van? Kamu keterima?”

“Keterima dong…”

“Selamat ya! Aku senang dengarnya. Mulai kerja kapan?”

“Besok sore, Tar.”

“Oh, sekarang kita pulang ya!”

To be continued... 🌊
©2022 By WillsonEP

The Twins Julian & JulivanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang