Dikasih Restu

1K 71 13
                                    

Suasana dingin masih menyelimuti udara hari ini, Araya mengerjapkan matanya perlahan dan betapa terkejutnya ia mendapati Bara tertidur pulas di sampingnya. Antara ia harus membangunkannya atau membiarkan pacarnya itu larut dalam mimpinya. Sesekali ia melihat ke arah Bara, dirinya pasti sangat lelah karena menjaganya semalaman. Gadis itu mengusap pelan pucuk rambut laki-laki yang berada di sampingnya, dan ternyata tindakan tersebut membuatnya bangun.

"Lo udah bangun, mau gue ambilin apa?" ujar Bara bangkit dari duduknya

"Ambilin separuh hati gue yang ada di lo." sahut Araya gombal

Bara hanya terdiam, ia tidak paham dengan hal seperti itu. Ya namanya juga, cowok yang anti dengan cinta-cintaan. Mana mungkin dalam sekejap mata dia tahu akan dunia perbucinan. Ini adalah kali pertamanya mempunyai seorang pacar, entah apa yang merasukinya.

"Emang bisa lo, hidup dengan separuh hati?" tanyanya bingung

Araya menarik nafas panjang, dan menghembuskannya perlahan. Ia berusaha agar emosinya tidak muncul,
"Bukan gitu, itu cuma gombalan aja."

Bara mengangguk pelan, "Terus gombalan itu apa?"

Ya ANJWENG ...

"Dasar dodol lo!" ucapnya sebal

"Gue kan manusia, bukan dodol sayang." Bara tersenyum dan mencubit pipi mungil Araya.

"Serah lo dah, gue strong. Stres tak tertolong, gara-gara lo!"

Baru pacaran saja sudah begini, apalagi berbulan-bulan dan apalagi bertahun-tahun.

"Jangan strong, nanti cepet mati. Kalau lo mati gue jadi jomblo lagi," balas Bara, ia hanya memancing agar emosi Araya muncul. Tidak tahu kenapa, Bara sangat suka kalau pacarnya itu marah-marah tidak jelas.

"YA, MAKANYA JANGAN MANCING BEGO!" teriaknya tepat di telinga Bara, cowok itu seketika memegangi telinganya yang hampir budek dibuatnya.

"Teriakan lo melebihi nenek lampir, bikin telinga gua bergetar."

"Lo ternyata ngeselin juga ya, awas aja gue bilangin ke abang Alex!" ancamnya

"Dia juga kagak ada disini, jadi gue bebas buat adiknya sengsara."

"APA YANG LO BILANG?" ucap seseorang dari balik pintu, lantas ia membuka pintu tersebut dan terpampang jelas cowok yang memakai jaket hitam bertulis OSIS di belakang punggungnya.

Jikalau waktu bisa diputar ulang, bisa saja Bara tidak mengucapkan kalimat tadi. Ia menoleh ke arah pintu dengan slow motionnya, berharap orang itu bukan Alex. Tapi ternyata harapannya musnah, orang tersebut memang benar Alex si ketua OSIS yang terkenal cerdas.

"Lo udah dateng, bro?"

"Mau gue traktir apa nih?" sambung Bara, mengalihkan pembicaraannya tadi.

Alex berjalan mendekati ranjang adiknya, dan di sampingnya terlihat Bara yang sedang gelisah,
"Jangan banyak tingkah lo, barusan lo bilang apa tentang adek gue?"

"Bilang apa? Gue enggak ada bilang apa-apa." elaknya

"Jangan bohong lo, jelas-jelas gue denger dari luar!"

"Maaf, gue tadi cuma bercanda bro."

Alex beralih berdiri di samping kanan ranjang Araya, ia mengusap lembut rambut adiknya itu. Sebagai seorang kakak, harusnya bisa berada di samping adiknya. Namun karena urusan lomba, Alex harus berada jauh dari Araya.

"Gimana perasaan lo sekarang, udah baikan kan?" tanya Alex menatap Araya dengan raut wajah penuh penyesalan.

"Baik bang, gimana lombanya? Pasti abang menang!" tebaknya, dan ternyata benar. Alex merogoh saku celananya, dan memperlihatkan mendali yang bertulis Juara 1 lomba Kimia antar Provinsi. Betapa senangnya Araya, bahwa abangnya bisa memenangkan lomba tersebut. Ia langsung memeluknya erat, Alex juga memeluknya balik.

"Maafin abang, harus ninggalin lo sendirian."

"Enggak apa-apa, kan abang juga harus bisa menjaga nama baik SMA Aksara Bangsa." sahut Araya, mereka berdua saling berpelukan. Menghilangkan rasa kangen satu sama lain, namun Bara yang melihat situasi yang mulai kondusif langsung memanfaatkannya untuk kabur dari cowok itu. Walaupun ia seorang ketua geng motor, tapi jikalau berurusan dengan Alex siapapun tidak bisa berkutik.

Bara berjalan dengan perlahan, dalam hatinya semoga gue enggak ketahuan, namun sayang Alex yang memiliki pendengaran cukup baik dapat mendengarkan langkah sepatu yang ingin beranjak dari sana.

"Lo mau kemana?" ujarnya, melepaskan pelukan dengan adiknya.

"Tuhan, kenapa anda nggak bisa diajak kompromi?" bisiknya dalam hati sambil melihat ke atas.

"G-gue mau anu, a-nu itu-."

"Anu apaan? Kalau ngomong itu yang jelas, jangan kayak orang gagap!" tegas Alex, ia menghampiri ketua Blasters tersebut dan menarik kerah jaketnya menuju tempat duduk di samping ranjang Araya.

"Lo, sekarang main petak umpet sama gue?" tanya Alex menatap tajam ke arah cowok yang duduk di samping ranjang adiknya.

"Waktu adik gue di rumah sakit, lo bukannya bilang malah nyembunyin hal sebesar itu. Gue tahu status lo sekarang sebagai pacarnya dia, tapi Araya tetep adik kesayangan gue!"

"Jadi lo enggak bisa semena-mena terhadap keselamatannya dia, karena gimanapun. Gue bertanggungjawab jagain dia, sebagai seorang kakak!" sambungnya, ia memang tidak suka kalau ada orang yang berani menyembunyikan keadaan serta keselamatan adiknya.

"Bukan gue bermaksud buat kagak ngasi tau lo, gue cuma takut lo ntar disana kepikiran." belanya dengan wajah tertunduk.

"Udah-udah, jangan diperpanjang lagi. Yang penting kita semua udah bisa disini dalam keadaan yang baik-baik aja, terus juga abang bisa menang lombanya." lerai Araya, ia tidak mau kedua cowok kesayangannya tersebut berdebat.

Alex hanya mengangguk pelan, lantas keluar dari kamar tersebut meninggalkan mereka berdua.

"Arayang, lo yang bilang ke Alex kalau kita berdua pacaran?" tanyanya, Arayang - Araya ayang

"Iya, pas gue siuman waktu itu. Gue langsung ngasi tau ke abang Alex, tentang keadaan sama hubungan gue sama lo, Barayang." balasnya. Barayang - Bara ayang

"Sana samperin Bang Alex, biar dia enggak marah terus." sambung Araya.

"Yaudah, lo istirahat ya. Selamat istirahat Arayang!" ucapnya sambil mengecup kening pacarnya.

"Siap, Baranjing!" sahut Araya cengengesan, Bara yang mendengar itu hanya menatap kesal ceweknya tersebut. Bisa-bisanya cowok setampan dirinya, dikatakan anjing. Ia segera meninggalkan kamar tersebut, matanya beralih ke tempat duduk yang berada koridor rumah sakit. Disana sudah ada Alex, ia sedang menyenderkan punggungnya di kursi. Sepulang dari lomba, ia langsung bergegas menuju rumah sakit untuk menjenguk adik kesayangannya tersebut.

"Lex, gue minta maaf waktu itu gue enggak ngasi tau ke lo, kalau Araya lagi di rumah sakit." ucap Bara, ia menyesali perbuatannya.

"Yoi sans, gue udah maafin. Tapi dengan satu syarat lo harus jagain dia jangan sampai dia terluka sedikitpun!"

"Gue enggak mau dia kenapa-kenapa, dan buat orang tua gue di sana sedih." sambung Alex, matanya sendu. Ia kembali mengingat masa lalu yang begitu kelam.

"Tenang aja Lex, gue bakal jagain adik lo!" rangkulnya kepada Alex

"Tapi jangan buat yang aneh-aneh lo sama adik gue, dia masih umur enam belas tahun. Awas, aja!"

"Siap, bro. Dia emas bagi gue, dan gue bakal jaga emas itu dengan baik!" ucap Bara dengan senyum yang terukir di wajahnya.

Ini bukanlah cinta beda agama ataupun beda alam, namun ini adalah cinta beda umur. Memang benar cinta tidak memandang apapun itu.




























                           _VOMEN_

                    _TERIMAKASIH_

Bara Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang