Jangan lupa vomennya
****
Mobil berwarna hitam itu sejenak berhenti, Eros yang berada di dalamnya memukul stir karena prustasi, ketika orang yang ia tabrak bukan Araya melainkan Bara.
Orang-orang berkerumun di sekitar lelaki yang telah tergeletak dengan darah mengalir dari kepalanya. Araya hanya bisa termenung ketika kecelakaan itu terjadi di depan mata nya sendiri.
"BARA!" teriaknya histeris menghampiri sang pacar.
"Bangun, bangun. Lo gak boleh ningalin gue!" ucapnya penuh tangis, air matanya terus mengalir dengan kedua tangan yang terus menepuk pipi cowok itu.
Ambulans telah tiba, Bara siap untuk diantarkan ke rumah sakit terdekat. Masker oksigen telah dipasang, namun dia belum sadar juga. Araya duduk di sampingnya memegang tangan itu, berharap pacarnya bisa bangun dan berbicara kembali.
Sekitar 15 menit waktu untuk ditempuh ke rumah sakit, suster dan dokter sudah menanti di depan pintu. Araya keluar dari mobil ambulans, Bara didorong menuju ruang operasi. Karena luka pada kepala yang terbilang sangat serius, dan juga kekurangan begitu banyak darah
"Apakah kamu saudaranya?" tanya suster membawa papan kertas dan pulpen.
"Saya pacarnya,"
Suster itu menyerahkan pulpen pada Araya, "Kalau begitu bisa tanda tangan disini?"
Araya membaca isi dari selembar kertas putih itu, disana tertera bahwa ia menyetujui jalannya operasi dan menanggung segala akibat yang terjadi.
"Bisa, sus." jawabnya menandatangani bagian bawah kertas. Ia tidak bisa menunggu lama, jika operasi tidak dilakukan maka Bara akan kehilangan nyawa.
Araya hanya bisa berdoa pada Tuhan, ia berjalan mondar-mandir. Pikirannya tidak bisa tenang, jika operasi tersebut belum selesai. Matanya terus saja melihat lampu operasi yang masih menyala dari tadi.
Hampir 30 menit lampu itu belum padam, Araya merasa sangat takut jika terjadi sesuatu pada Bara. Ia terus saja menangis, membuat matanya bengkak.
Penantian tersebut telah berakhir ketika dokter keluar dan mengatakan bahwa operasi telah berhasil dan Bara masih belum siuman sampai besok.
Wajahnya sedikit tersenyum, "Apakah saya boleh melihatnya, dok?"
"Boleh, jika pasien sudah dipindahkan ke kamar biasa."
Baru saja dokter mengatakan hal tersebut, Bara sudah dibawa oleh dua orang suster menuju kamar khusus pasien. Wajahnya yang terkesan tenang, membuat Araya semakin senang. Ia yakin besok cowok tersebut pasti akan kembali berbicara dan bercanda padanya.
"SUSTER, dimana anak saya?"
"Tenang dulu buk, anaknya atas nama siapa?"
"Bara Sebastian, sus." ujar Kinan, ia ditelepon oleh salah satu suster disana bahwa anaknya terlibat kecelakaan. Betapa runtuh hati sang ibu mendengar anak satu-satunya masuk rumah sakit.
"Anak ibu baru saja selesai operasi, sekarang dia berada di kamar khusus pasien di sebelah kanan."
Kinan membungkuk seperti mengucapkan rasa terimakasih, ia berlari menuju kamar Bara. Satu-persatu kamar ia periksa dari luar jendela, dan di kamar ke-4 terlihat anaknya yang tidur ditemani oleh seorang gadis.
Wanita paruh baya itu membuka pintu secara perlahan, Araya yang tadi memandang lelaki yang masih menutup mata beralih menoleh Kinan.
Gadis itu menepuk jidatnya, "Maafin Araya, Ma. Tadi aku lupa kabarin kalau Bara kecelakaan."
"Enggak apa-apa, yang terpenting dia sudah selamat sekarang." ujar Kinan mengelus rambut Araya dan Bara
Dari luar kamar, keributan terdengar membuat kedua perempuan itu penasaran. Pintu kamar terbuka, terpampang lima lelaki yang sangat Araya kenali.
"Abang?" ucap Araya lalu berlari memeluknya.
Alex memeluknya balik dan mengusap lembut pipi sang adik,"Ga usah nangis lagi, adik gue gak selemah ini!"
"Gara-gara Araya dia jadi celaka, coba kalau Araya gak marah dan lari, kejadian ini gak bakal terjadi!" ucap Araya kembali penuh penyesalan. Jika waktu bisa diputar, ia saja yang tertabrak bukannya Bara.
"Ini udah takdir, lo gak bisa nyalahin diri sendiri!" balas Evan melihat keadaan sang ketua yang tergulai lemas tidak berdaya, namun wajah Bara sangat tenang seperti tidak merasakan sakit apapun.
"Bener kata si wibu, kalo Tuhan udah berkehendak kita gak bisa berbuat apapun." timpal Adit
Mario memegang dahi, pipi, leher, tangan, sampai kaki milik Adit. "Gak panas, gak dingin."
Adit merasa bingung, lalu ia mengucapkan kalimat berada di pikirannya. "Maksud lo teh hanget?"
"Etdah, gobloknya, kumat lagi!" ucap Mario memijat kepalanya yang tidak sakit.
"Lo kalau ngomong yang jelas, udah tau punya temen otaknya minus kayak gini!" serobot Abi
"Tau gak cara biar otak minus gue bisa jadi plus?"
Gak," ucap mereka berenam. Kinan dan Araya juga ikut bertanya-tanya.
"Makan seblak!" jawab Adit. Mereka semua menghela nafas panjang ketika mendengar jawaban dari lelaki bermarga Pratama itu.
Adit berjalan mendekati ranjang sahabatnya dan berbisik di telinganya, "Bar lo harus cepet bangun atau nanti gue yang ningalin lo. Mau?"
"Tapi sebelum itu gue kepengen ditraktir seblak dulu sama lo," sambungnya.
"Lo bisikin apa sama Bara?" tanya Abi
"Nyuruh dia buat bangun terus, kalo udah bangun harus traktir gue seblak 5 mangkok!"
"Buset, auto beranak seblak lo, Dit!" balas Mario dan dibarengi gelak tawa dari mereka semua.
Adit hanya tersenyum, dalam pikirannya mengapa tadi ia mengatakan hal tersebut. Apakah ini pirasatnya, entahlah yang terpenting Adit bisa melihat sahabatnya bahagia sudah cukup, ia juga ingin cepat-cepat Bara sadar.
****
Hujan mulai turun membasahi tanah yang kering tadi. Tumbuhan seakan bahagia ketika tetesan air hujan mengenainya, mobil dan motor itu juga ikut basah akan hujan.
Disana terdapat satu bangunan tua yang sudah lama sekali tidak berpenghuni. Namun entah darimana suara orang berdebat muncul dari tengah ruangan, dua lelaki itu saling adu argumen satu sama lain.
"Kenapa kau menabraknya bukan gadis itu?"
"Saya sudah akan menabrak gadis itu, tapi anakmu tiba-tiba menariknya!" balas Eros jujur apa adanya.
"Mengapa kamu tidak mengerem saja, kenapa kamu justru sengaja menabraknya?!"
"Kejadian itu sudah sangat dekat, rem pun tidak akan memberhentikan kejadian itu. Bukannya ini menjadi kabar bagus, sekalian saja anakmu mati di tempat!"
Arga melotot dan menarik kerah baju Eros, "Saya hanya ingin gadis itu bisa meninggalkan anak saya, itu saja tidak lebih!"
Eros melepaskan tangan Arga dari kerah bajunya lalu mendorong pria itu sampai tersungkur ke lantai, "Sesuai kesepakatan saya juga ingin menjatuhkan Bara dari kedudukannya, apapun itu caranya!"
"Jika anda tidak mau seperti itu, terimalah akibatnya!" sambung Eros dan merogoh sesuatu di sakunya dan membekap mulut Arga dengan sapu tangan berisi obat bius. Pria paruh baya itu sempat memberontak beberapa menit, namun ia langsung pingsan ketika menghirupnya.
Eros tersenyum, ini adalah waktu yang tepat untuk membalaskan dendamnya.
"Tunggu puncak pembalasan dendam gue, Bar!" ujarnya tersenyum
Terimakasih sudah mampir ❤️
Jangan lupa vote dan komennya
KAMU SEDANG MEMBACA
Bara Sebastian [END]
Novela JuvenilFOLLOW SEBELUM MEMBACA ‼️ Bara Sebastian, seorang ketua geng motor yang mempunyai jiwa kepemimpinan tegas serta bertanggung jawab, memiliki sifat misterius kadang perhatian kadang cuek, dan ia sangat anti dengan bau-bau percintaan. Namun ia dapat d...