Bimbel Gratis

434 29 0
                                    

       Halo aku comeback, kangen?       
          Gak pastinya kawokwok

             Jangan lupa vomennya

                               ****

Pagi-pagi seperti ini Araya sudah berdecak sebal, karena handphonenya berdering sejak dari tadi. Bantal yang berada di atas kepalanya tidak bisa menghalangi jalan masuk suara itu.

Ia melempar bantal tersebut ke samping, lalu diraihnya handphone yang sudah berisi notifikasi 20 panggilan tak terjawab. Dengan rasa kantuk yang masih menyerbu matanya, Araya berusaha menelpon balik orang tadi.

"Kenapa?" Ucapnya dengan nada baru bangun.

"Jogging yuk?"

"Ngantuk tau!" Araya terdengar sangat sebal.

"Nanti bisa tidur lagi, gua jemput ya?"

"Terserah lo!"

Tuttttt, handphonenya ia lempar ke atas kasur. Araya mengecek jam yang terpasang di dinding, "Baru jam 5 juga."

Seluruh badannya seakan menolak untuk bangun dari kasur empuk itu, matanya juga terus saja ingin terpejam. Beberapa menit kemudian, ia tertidur kembali.

Bara memarkirkan motornya di depan halaman, kaki jenjangnya ia langkahkan ke dalam rumah tersebut. Lelaki itu sama sekali tidak mendengarkan pergerakan dari atas. Ia juga sempat mengetuk pintu depan sembari mengucap salam, namun tidak ada yang menyahuti.

"Ehh, nak Bara. Tumben pagi-pagi sudah ke sini, mau nyari non Araya ya?" Tanya Bik Ani dari arah kamar mandi, ia baru saja selesai mencuci pakaian.

"Bara mau nyari Bibik aja, soalnya Arayanya belum bangun." Balas lelaki itu sambil terkekeh kecil.

Wanita paruh baya itu juga ikut terkekeh, "Mau Bibik bangunin Non Arayanya?"

Bara langsung menggeleng, "Biar Bara aja yang bangunin."

Bik Ani pun mengangguk lalu pamit untuk melanjutkan kegiatannya yang ia tinggalkan tadi.

Setelah kepergian wanita itu, Bara memasukkan tangan kirinya ke saku celana lalu kembali melangkahkan kaki jenjang tersebut untuk menaiki tangga. 20 buah anak tangga sudah terlewatkan, di depan sana terlihat pintu kamar berwarna cokelat dengan sebuah kertas putih bertuliskan "Kamar Queen Araya" tidak lupa juga berisi hiasan stiker bunga di sekelilingnya.

Bara tepat berhenti di depan pintu, lalu membukanya perlahan. Untung saja pintu tersebut tidak terkunci.

"Masih tidur aja ini bocah." Gumamnya lalu ia berniat untuk membangunkannya, tapi Bara seperti terhipnotis oleh kecantikan Araya. Beberapa menit ia tidak memindahkan pandangannya dari gadis itu.

Araya membalikkan tubuhnya, Bara yang tadi memandangnya spontan menjauhkan wajah. Entah dari mana kelereng itu muncul, dan Bara tidak sengaja menginjaknya lalu berakhir pada kasur empuk milik pacarnya.

Bara dengan perlahan bangun, namun gerakannya itu hampir membuat Araya bangun. Ia pun memutuskan untuk mencari jalan lain, wajah mereka berdua sekarang hanya sejarak satu kepalan tangan.

Suasana yang dingin dan kasur yang empuk membuat lelaki bermarga Sebastian tersebut mulai mengantuk, beberapa detik kemudian ia terlelap dengan gadis yang masih tertidur pulas di sampingnya.

Suara kicauan burung mulai terdengar, Araya mengangkat tangannya ke samping sembari mengerjapkan mata beberapa kali.

"Ehh, kok kayak ada kepala. Jangan-jangan ada hantu lagi di samping gue." Gumamnya, ia menolehkan wajah dan terkejut dengan orang yang berada di kasur pribadinya.

"Ngapain lo disini?" Tanya Araya menutup tubuh bagian atasnya, tenang saja mereka masih saling mengenakan baju serta celana.

Bara bertanya kembali, ia telah tersungkur ke lantai karena saking terkejutnya dengan teriakan Araya, "L-lo memperkosa gua ya?!"

"Cangkemmu, lo kenapa bisa ke kamar ini tanpa seizin dari gue!" Ucap Araya kembali, matanya melotot seperti ingin keluar.

"Emang harus banget, minta izin buat ke kamar pacar sendiri?"

Araya memutar bola matanya, "Pergi dari kamar gue sekarang!"

"Kalo gak mau?" Bara mendekatkan wajahnya.

"Gue teriakin maling, biar orang sekampung kesini!"

                               ****

Para anggota Blaster tengah sibuk mempersiapkan peralatan untuk dilakukannya bimbel gratis bagi anak jalanan maupun anak panti.

Bara berjalan, mengecek keseluruhan dari peralatan. Matanya tertuju pada barang dan tangannya sibuk menulis  di papan tulis yang berisi kertas berwarna putih.

"Gimana, udah siap semua kan?" Tanya Abi, ia baru saja keluar dengan membawa sebuah gulungan kertas gambar A5.

"Menurut perhitungan, semua udah siap!" Jawab Bara melihat papan tulis, pulpen yang tadi berada di tangan ia taruh di sela-sela telinga.

"Semuanya ayo kita jalan sekarang!" Titah Abi sambil melemparkan kertas gambar kepada Mario yang akan nebeng dengannya.

Siang hari ini dipenuhi oleh suara deruman motor milik anggota Blaster, Bara berada di depan tidak lupa juga  sahabatnya telah berada di samping. Para anggota lainnya berada di belakang membuntuti ketuanya.

Matahari begitu terik dan juga debu yang berhamburan, tidak membuat keinginan mereka untuk mengadakan bimbel gratis luntur. Kegiatan ini sudah rutin diadakan setiap minggu, awalnya Adit sendiri yang mengusulkan kegiatan bimbel tersebut namun tidak disetujui oleh para anggota. Pada akhirnya mereka setuju karena melihat Adit yang setiap minggu mengajari anak jalanan sendirian tanpa pamrih.

"Bar, gue sama anak yang lain ke panti. Lo, Abi, sama Mario disini aja." Ucap Evan dan dibalas anggukan setuju oleh ketiganya.

Evan membunyikan klaksonnya ketika ingin pergi dari tempat tersebut, kini tinggal mereka bertiga yang berada di sana. Kenangan itu mulai muncul, kenangan dimana mereka berlima saling bercanda, saling bergantian memberikan pelajaran pada anak-anak disana.

"Kak Bala," panggil seorang anak kecil yang berbadan agak berisi.

Bara yang tadi melamun langsung berjongkok di depan anak tersebut, "Bimo belum juga bisa bilang r?" Kedua tangannya mencubit pipi gembul itu."Belum kak, hehehehe." Jawab Bimo memperlihatkan barisan giginya yang ompong.

"Pasti kebanyakan makan permen nih, makanya itu gigi sampe ompong!" Celetuk Mario menggerakkan telunjuknya ke depan belakang.

"Kok tau, Kak Valio cenayang ya?" Tebak Bimo asal.

"Nama saya itu Mario bukan Valio wahai budak kecil comel!"

Bimo mendekat ke arah Mario lalu mendongakkan kepala, "Tapi kata Kak Adit, Kakak itu namanya Valio."

"Jangan dipercaya dia orangnya suka ngubah nama, masa ya, nama ayam kakak diubah dari rembo jadi Messi." Ucapnya sedikit kesal jika mengingat kejadian itu.

"Kan bagus Kak, telus sekalang Kak Aditnya mana?"

Mereka bertiga terdiam sejenak, memikirkan apa yang harus mereka katakan pada anak itu. Ia masih berumur 7 tahun, masih terbilang kecil jika harus mengetahui hal yang menimpa Adit.

"Kak Aditnya lagi pergi jauh banget, gak tau kapan baliknya." Ucap Mario berbohong.

"Masih lama belalti," balas Bimo dengan kepala tertunduk lesu.

"Kan masih ada Kak Valio, nanti biar Kak Valio yang ngajarin kamu biar bisa bilang r!" jawab Mario berjongkok lalu menggendongnya.

"Benelan, makasi banyak kak!" Bimo tersenyum penuh keceriaan.

"Dit ternyata bukan gue aja yang selalu rindu sama lo," gumamnya melihat kertas gambar yang masih tergulung di dalam tas.








































Lanjut yuks 👇, tapi jangan lupa tinggalkan vote serta komen kalian terimakasih 😍❤️

Bara Sebastian [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang