Bab 3

1.3K 115 1
                                    

Seorang gadis kecil sedang asik menggambar. Ia begitu puas setelah gambar itu selesai. Ia bangkit dan segera berlari ke dalam kamar ibunya.

"Ibu-ibu! Lihat lah aku menggambar ayah, ibu, dan aku"Gadis itu menunjukan gambar yang telah ia buat dengan sepenuh hati. Namun, sang ibu hanya memberikan tatapan tajam padanya.

"Raina! Sudah ku bilang jangan ganggu aku! Jangan pernah muncul dihadapan ku! Kau anak pembawa sial!" Marah wanita itu,sontak gadis kecil itu menurunkan gambar yang ia tunjukkan.

"Tapi ibu... Aku sudah bersusah payah menggambar ini. Aku hanya ingin ibu melihatnya" ucap gadis itu dengan mata berkaca-kaca.

Prak!! Wanita itu merobek kertas itu. Raina yang masih berusia lima tahun menangis histeris akan hal itu.

"Gara-gara kau! Ayah mu meninggalkan ku! Anak sialan!" Caci wanita itu lagi. Wanita itu lalu keluar meninggalkan Raina yang terduduk lemas dilantai.

Raina tak pernah merasakan kasih sayang kedua orang tuanya. Ayah telah meninggalkan mereka saat Raina berusia tiga tahun. Mulai saat itu ibunya tak lagi mengurus nya. Terkadang ia dijenguk oleh kakeknya dan dirawat olehnya. Raina juga banyak belajar hal kecil sendirian seperti mandi sendiri, memasak air, dan membuat bubur instan. Bisa dikatakan ia anak yang cerdas. Ia selalu berusaha untuk mendapatkan perhatian ibunya tetapi hasilnya nihil. Malah sikap ibunya semakin parah kadang ia dipukul oleh sang ibu.

Kakek Raina meninggal dua bulan yang lalu. Ibu Raina tak mengijinkan ia keluar, bahkan ia tak bisa menemui orang yang merawatnya untuk terakhir kali. Hingga tiba suatu hari Raina berhasil keluar, itu terjadi saat umurnya tujuh tahun. Ia begitu bahagia dapat melihat dunia luar, ia tak berada lama diluar, ia hanya berjalan di komplek perumahan.

Saat ia kembali hal tak terduga terjadi pada diri. Ia melihat ibunya menggantung diri dirumah. Kesedihan Raina tak berakhir ia bertemu ayahnya yang sudah mempunyai keluarga lain. Ia berpikir ayahnya ingin menjemputnya untuk tinggal dengannya tetapi itu hanya mimpi. Ayahnya memberikan sejumlah uang padanya untuk hidup sendiri tanpa mau merawatnya. Gadis kecil itu hanya tertegun, dan menyadari ini adalah kehidupan malang yang begitu menimpanya.

Tahun berganti tahun Raina menjalani hidup dengan keras. Ia selalu sibuk bekerja mencari uang untuk hidupnya, ia bersekolah berkat uang yang ia kumpulkan. Raina tak sempat untuk mengurus dirinya. Hingga kemalangan lagi-lagi menghampiri, ia menerima perilaku bullying di Sekolah nya. Gadis itu berusia tujuh belas tahun, teman-teman sekolahnya membencinya karena ia miskin dan cupu.

Perilaku bullying yang di terima Raina cukup membuatnya depresi. Ia kerap membuat kesalahan di tempat kerja dan akhirnya di pecat. Tak ada teman tempat ia mencurahkan isi hati bahkan orang dewasa yang melihatnya tak peduli.

Raina berdiri di pembatas gedung. Ia rasa sudah lelah akan hidupnya, jika ia menghilang tak akan ada yang kehilangan. Raina hanya ingin ketenangan ia sudah lelah, hidupnya begitu berat. Raina merentangkan tangan lalu menjatuhkan dirinya ke bawah. 

Tak lama ia tak merasakan rasa sakit. Ia membuka mata banyak orang yang menghampirinya. Tetapi tak ada rasa sakit yang ia terima. Ia terduduk melihat orang-orang mulai mengelilinginya.

"Hey! Kemarilah!" Ia mendengar suara anak kecil diantara kerumunan itu. Bayangan seseorang melintas didepannya. Ia segera berlari mengejar bayangan itu.

Raina berhenti tepat disebuah gang yang gelap. Ia nampak melihat seorang anak kecil bersurai pink membelakanginya.

"Siapa dirimu?" Anak kecil itu berbalik, mata Raina membulat. Gadis itu sangat cantik, ia memakai gaun putih dengan dihiasi renda dibawahnya.

"Aku adalah gadis penyelamat mu" gadis kecil itu tersenyum manis.

"Kenapa? Aku kenapa?" Tanya Raina. Tiba-tiba sebuah cermin muncul didepannya dan menampakkan dirinya yang memiliki rupa sama persen seperti gadis kecil itu. Raina mengingat jika sekarang ia sudah menjadi Zalia anak Duke Axya.

"Jaga lah hidup mu ini. Takdir mu sudah berputar sayangilah mereka yang menyayangi mu"

"Tapi bukankah itu sebenarnya tempat mu?" Bingung Raina. Gadis itu menggelengkan kepalanya.

"Takdir ku sudah mencapai akhir. Sekarang giliran mu menjalani takdir yang baru. Jangan berfokus kepada yang lalu. Sekarang ada banyak tempat dimana kau bisa mengeluh. Aku akan pergi sekarang" Gadis itu melangkah pergi dari sana. Meninggalkan Raina yang masih tertegun.

"Kau ingin pergi kemana, Zalia?"

" Tidak! Zalia itu nama mu! Aku akan pergi ke tempat ibu karena dia sudah menunggu ku! Selamat tinggal Zalia Winter Axya"

Zalia perlahan membuka matanya. Ia tak tau berada dimana sekarang. Ternyata ia mengalami mimpi yang panjang. Berapa lama ia sudah tertidur?

"Hey? Gadis mungil kau sudah bangun?"Zalia tersentak saat seorang lelaki memiliki tampang persis sama seperti Cale menghampirinya.

"A-ayah? Mengapa ayah tampak sangat muda?" Tanyanya bingung. Lelaki itu mengerutkan keningnya mendengar hal itu.

"Ayah? Tunggu anak kecil! Aku ini kakak mu!"

"Kakak!?"Zalia seakan mengalami Dejavu. Mengingat saat Cale, mengatakan bahwa dirinya adalah ayah Zalia.

Masalah nya ia begitu mirip dengan Cale. Mungkin lelaki ini adalah Cale versi mudanya. Dengan rambut hitam dan mata merah yang sama.

"Bersiap lah aku akan menunggu mu di luar. Kita akan sarapan bersama" ujar lelaki itu lalu pergi. Dia tampak seperti lelaki yang dingin.

Zalia kemudian bersiap dibantu oleh pelayan. Saat mendengar kan cerita pelayan ternyata ia sudah sampai di kediaman Duke Axya semalam bersama ayah nya. Mereka juga agak terkejut melihat Duke Axya membawa seorang gadis kecil yang tak lain adalah anaknya yang hilang.

Sontak ingatan mimpi tadi terlintas. Zalia sudah bertemu dengan pemilik yang asli. Ia tak memiliki nama, namun ia sudah memberikan sepenuhnya tubunya kepada Zalia. Yang membuat Zalia bingung gadis itu mengatakan pergi menemui ibunya. Apakah ibunya berarti Duchess Axya? Itu menjadi tanda tanya yang besar. Ia ingin bertanya tetapi tak mungkin gadis itu muncul kembali.

Zalia sudah siap dengan gaun hijau nya. Ia keluar dan lelaki itu sudah menunggu nya. Lelaki itu menatap Zalia tanpa mengatakan apapun.

"Ayo pergi. Kau benar-benar ringan"lelaki itu menggendong Zalia seperti Dale lakukan. Zalia merasa gugup untuk memulai sarapan bersama terlebih lagi lelaki ini tak mengatakan sepatah katapun.

"Semoga terjadi hal baik"

To Be continued
Hay guys maaf baru up karena aku Sakit :"
Dan seperti janji aku
Aku akan double up hari ni, Insha Allah nanti malam aku bakal up satu Bab lagi cerita ini
Tetap stay ya
Jangan lupa follow, vote and komen agar aku semangat🤗

Jalan Dipilih Pedang EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang