Chapter 11

596 58 0
                                    

Seorang gadis sedang mondar-mandir di kamarnya, ia begitu tak tenang setelah berbuat suatu yang buruk kepada seseorang. Pasalnya orang itu adalah gadis yang polos tidak tau apa-apa, ia hanya bisa diam saat temannya melakukan hal tersebut.

"Sial! Ini tak bisa dibiarkan!" Gumam gadis itu lalu pergi keluar.

Ia menuruni anak tangga dengan buru-buru, ini sudah larut. Suasana di asrama sangat sepi, gadis itu hanya memakai gaun tidur dengan selembar selimut. Ia sampai di bawah, di mana itu adalah lantai dasar. Langkahnya terhenti saat melihat dua orang gadis sedang menuju ke arahnya. Tak ingin ketahuan, ia bersembunyi di balik tembok yang kokoh.

"Zalia, apakah semua orang sudah tidur sekarang?" tanya salah satu diantara mereka.

"Mungkin. Syukurlah kau tidak terlalu lama di sana" jawab gadis di sebelahnya.

Gadis berambut cokelat itu bernapas lega. Ia tau bahwa gadis yang sedang dikhawatirkannya sudah aman. Ia memang sempat cemburu tapi melakukan hal buruk tak akan membuatnya lebih baik.

"Huff..."

_________________________________________

Suasana bising di kelas mata pelajaran umum, bagaimana tidak seluruh murid kelas satu ada di sana. Zalia melangkahkan kaki memasuki kelas, di sampingnya ada Anexa dengan wajah riangnya. Mereka menjadi pusat perhatian di karenakan keduanya unggul di kelas khusus masing-masing. Namun, ada juga yang sedang kelas melihat mereka.

Zalia duduk di kursinya, pelajaran akan segera di mulai. Ia melirik ke sampingnya dimana seorang gadis berambut cokelat sedang membca buku. Zalia menyeringai, ia tak percaya bahwa gadis di sampingnya melihat dia dan Anexa pulang. Zalia mampu merasakan kehadiran sesorang berkat insting saat mempelajari ilmu pedang. Sangat jelas semalam ia merasakan hawa Laura di sana.

Zalia tak tau apa maksud Laura mengawasi nya semalam. Yang ia tau Laura ada di sana saat Viola mengurung Anexa di kamar mandi. Tetapi sekarang tak ada raut wajah bersalah padanya, apakah benar Laura memang memiliki niat jahat pada Anexa sejak awal? Ah, Zalia tidak ingin memikirkan hal itu sekarang. Semalam ia berjanji akan muulai menjadi pelindung Anexa sampai gadis itu bisa bertahan tanpa dirinya.
.
.
.
"Zalia,apakah kau ada kelas setelah ini?" Anexa menghampiri Zalia setalah jam pelajaran selesai.

"Tidak ada. Kelas ku di mulai setelah makan siang" Anexa tersenyum mendengar hal itu.

"Wah! Kita sama, maukah kau menemani ku ke perpus Zalia? Ada buku yang harus ku pinjam hari ini." Zalia mengangguk tanda bahwa ia setuju.

Saat mereka ingin keluar, tiga orang gadis menghalangi jalan mereka. Zalia mendecak kesal karena itu. Ia muak melihat gadis angkuh yang berada di depan mereka itu.

"Tampaknya kau baik-baik saja Anexa. Apakah semalam telah terjadi hal yang menyenangkan?" Sarkas gadis yang tak lain adalah Viola.

"A-apa yang kau maksud Viola?" Anexa dilanda ketakutan saat mengingat lagi kejadian semalam. Zalia menggenggam tangan Anexa untuk membuatnya lebih tenang.

"Kau tau Viola? Aku tak pernah melihat bangsawan yang kelakuannya sesampah diri mu" Zalia menyeringai.

"APA! Jaga mulut mu Zalia! Kau begitu sombong hanya karena kau keturunan Axia. Ah, aku pernah mendengar bahwa ibu mu itu hanyalah wanita rendahan. Aku rasa itu benar melihat diri mu yang seperti ini" Remeh Viola yang berhasil membuat amarah Zalia memuncak seketika.

SRANG!

Zalia menodongkan ujung pena yang tajam ke wajah Viola membuat gadis itu ketakutan. Zalia memegang pena itu layaknya pisau yang akan menusuk seseorang. Anexa menutup mulutnya tak percaya, untunglah sudah tidak ada siapapu di kelas selain mereka.

"KAU! Sekali lagi mulut busuk mu itu mengatakan hal yang menghina keluarga ku khususnya ibu ku. Aku tak kan segan menancapkan ujun pena ini ke wajah mu!" Tatapan Zalia saat itu begitu menusuk, seakan ia tak takut untuk membunuh siapapun di sana.

"Zalia Winter Axia! Buang pena itu, atau aku akan melaporkan mu ke komite displin" Laura muncul dari samping Zalia.

Dengan kesal, Zalia melempar pulpen itu dengan kasar ke lantai. Persetan dengan alur novel, ia sudah tak peduli lagi sekarang. Zalia menatap tajam Laura, ia tak menyangka gadis itu akan menghentikannya. Ah, sesaat Zalia lupa bahwa dia teman Viola sekaligus antagonis di sini.

"Sebenarnya aku tak peduli jika kalian melaporkan aku. Kalian pikir aku tidak tau, bahwa kalian mengurung Anexa di kamar mandi semalam? Jadi jika aku jatuh ke jurang, maka aku akan menarik kalian juga untuk jatuh bersama. Dan Viola, kau pikir aku berhenti karena memaafkan mu? Jika keluarga ku tau apa yang telah kaunlakukan pada ku. Mungkin di detik itu juga keluarga mu akan di hapuskan dari Oraiga. Ingat itu baik-baik!" Zalia melewati Viola yang gemetar. Anexa mengikutinya dari belakang.

"Viola lebih baik kau tidak usah lagi mencari masalah. Jika itu berhubungan dengan Duke Axia keluarga mu juga akan terkena imbasnya" Saran Laura pada temannya, ia juga tak mau mencari masalah jika keluarga nya tau mungkin dia akan dihukum.

"Hey Laura jangan bercanda. Kita tidak perlu takut, keluarga kita berada di atas mereka. Terlebih lagi kau Putri Mahkota Kekaisaran ini. Kita harus membalas mereka Laura" kebencian tersirat di mata gadis pirang itu.

Laura tak bisa ikut campur lagi, jika ini terdengar ke telinga kakaknya itu bukan sesuatu yang baik. Dia harus menjadi Putri Mahkota yang menjadi contoh bagi orang lain, itu adalah citra yang susah payah ia bangun. Laura tak boleh menghancurkan itu. Tapi Viola juga temannya sedari kecil, ia tak boleh membiarkan Viola sendirian.

"Vio sudahlah..."

To Be Continued
Hay guys aku kembali
Insha Allah aku bakal Istiqomah untuk rajin up deh do'akan saja
Ouh ya jangan lupa follow aku dan follow ig aku ini nanti bakal ku Follback kok
Jangan lupa vote and komen
Byee


Jalan Dipilih Pedang EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang