Chapter 12

589 61 0
                                    

Ketakutan di masa lalu, keberanian yang tak mau muncul begitu meresahkan. Kegelisahan menghantui membuat pikiran buntu dan frustasi.

Zalia baru sadar bahwa sekarang ia sudah di hutan belakang Akademi. Anexa yang tadi mengikutinya, pergi karena Zalia ingin sendirian dulu. Jika dipikir kembali sebenarnya mengapa ia berlari tanpa arah? Lalu mengapa ia tak bisa mengontrol emosinya hingga mengarahkan benda tajam pada seseorang?

Zalia melihat pohon yang besar dan rindang tak jauh darinya. Ia pergi untuk rehat sebentar di sana. Hutan ini tak terasa menakutkan, malah bisa menangkan dengan dipenuhi warna hijau serta harumnya bunga liar. Zalia menyandarkan punggungnya ke batang pohon itu.

"Ayah... Kakak... Aku rindu kalian..." Lirihnya dengan tatapan ke depan.

Baru seminggu lebih ia meninggalkan keluarganya. Sekarang ia sudah merindukan mereka. Kasih sayang yang mereka berikan seakan membuat kehausan dalam diri Zalia hilang. Bahkan ia sangat menyayangi ibunya meski tak sempat bertemu dengan dirinya.

"Jika ayah tau dia menghina ibu, pasti sekarang dia sudah punah dari dunia ini! Ibu adalah wanita tercantik, bagaimana bisa ada yang mengatakan dia rendahan?! Cih, jika dia melihat ibu ku. Dia pasti akan sangat iri dengan kecantikannya" Zalia meluapkan emosinya saat tidak ada siapapun di sekitarnya. Bisa dibilang itu adalah kebiasaan nya dari dulu.

TUK!

"Akh!" Ringis Zalia saat kepalanya dilempar sesuatu.

Ia melihat buah kenari di depannya. Apakah tupai yang melakukan itu? Untuk memastikan, Zalia mengedarkan pandangannya. Tak lupa melihat di atas ranting pohon tempatnya bersandar. Di atas sana tak ada apa pun, Zalia bergidik ngeri.

DREP!

Zalia membulatkan matanya, mendengar suara itu dari belakang. Ia menelan saliva, dengan keberanian yang terkumpul ia berbalik ke belakang.

"Baaaa!"

"Ahhhh!" Zalia terjatuh sangking kagetnya. Orang itu malah menertawakan nya.

"Kau! Beraninya mengejutkan aku!" Pekik Zalia pada lelaki itu.

Itu adalah Xion yang baru saja bangun tidur. Tempat nyamannya untuk tidur tentu saja di atas pohon, dia orang yang tak normal. Zalia merasakan hal itu sejak pertama bertemu.

"Hei Pinky! Seorang gadis tidak boleh ke hutan sendirian. Apakah kau tidak takut diterkam macan?" Zalia kembali berdiri sambil membersihkan seragamnya.

"Itu bukan urusanmu! Sudah ku bilang jangan muncul lagi di hadapan ku bukan?!" Xion terkekeh kecil, ia suka melihat wajah kesal gadis berambut pink itu.

"Kau yang muncul duluan di hadapan ku. Ini memang kawasan ku, jadi lebih baik kau tidak usah meninggikan suara mu yang melengking itu!"

"Wilayah ini bukan milik mu. Kau tak berhak melarang ku, karena kau dan aku tak punya hubungan apapun." Zalia melipat kedua tangannya dengan wajah kesal.

Entah kenapa asal dia ingin sendirian selalu saja lelaki ini muncul. Itu benar-benar menyebalkan, apalagi dia selalu menyebut Zalia dengan Pinky. Jika Zalia sedang dalam keadaan emosi mungkin sedari tadi tinjunya sudah melayang ke perut laki-laki itu. Untung lah dia sudah tenang dengan melihat pemandangan alam sekitar, serta angin sejuk yang menerpa.

"Sudahlah. Pepatah mengatakan kau akan selalu salah di mata wanita. Jadi jangan pernah berdebat dengan mereka. Aku benar-benar percaya itu sekarang" Xion mulai berjalan meninggalkan Zalia di belakang.

Gadis itu tak bergerak dari tempatnya berpijak. Ia terus melihat punggung Xion yang sedikit demi sedikit menjauh. Sebenarnya Zalia ingin sekali mencari banyak teman di Akademi, dia juga ingin bersosialisasi dengan baik di sini. Tetapi itu sulit bagi seorang introvert seperti dirinya melakukan hal itu.

"Hei Pinky, jika kau tidak pergi sekarang maka aku akan mengatakan kau bolos kelas ke instruktur" Zalia tersadar dari lamunannya.

Xion kembali tepat berada di depannya. Bahkan Zalia tak merasakan kehadirannya, ada apa ini? Siapa Xion? Zalia merasakan kejanggalan saat itu juga. Apakah dia karakter sampingan juga? Tunggu? Mengapa sekarang jalan novel sekarang memudar dari ingatannya?

Zalia segera berlari dari sana meninggalkan Xion yang kebingungan. Dalam beberapa detik saja gadis itu sudah tak terlihat, ternyata lari nya sangat kencang.

'Mengapa kau kembali? Apakah kau mengkhawatirkan gadis itu?'

"Tidak. Aku hanya ingin mengganggu nya saja, karena hal yang menyenangkan yang belum pernah kulakukan"

____________________________

Perpustakaan tempat dimana seluruh buku dari berbagai sumber berkumpul. Di Akademi ini mempunyai lengkap buku yang berasal dari segala penjuru, sehingga memudah bagi para siswa untuk penelitian mereka.

Di satu lorong yang dihimpit oleh rak-rak buku, terlihat seorang gadis berambut pirang yang sedang berjinjit untuk meraih buku yang ia cari. Ia sangat berusaha keras agar buku itu berada tepat di tangannya. Sayangnya di perpustakaan merupakan salah satu ruangan anti sihir. Membuat pengunjung harus mengambil buku secara manual dan dengan segala usaha ekstra.

Anti sihir di tempat ini dipasang agar tak ada buku yang rusak maupun hilang karena sihir. Padahal tempat ini begitu luas dan tinggi banyak buku yang susah untuk dijangkau tetapi itulah yang menampakkan kegigihan seseorang untuk belajar dari buku.

Gadis itu terus berusaha meraih, aktivitas tiba-tiba berhenti saat seseorang berhasil meraih bukunya. Ia menolah melihat wajah tampan nan tegas itu.

"Terima kasih Yang Mulia" ucapnya ketika menerima buku itu.

"Senang bisa membantu mu, Anexa" ucap Vilen sambil tersenyum.

Anexa juga tak menyangka akan bertemu dengannya saat sedang sendirian di perpustakaan. Zalia mengatakan semalam untuk tak terlalu dekatnya karena takut timbul gosip yang tak mengenakan. Jika dipikirkan lagi itu benar, dia juga tak ingin kena masalah lagi seperti kejadian di kamar mandi. Untunglah Zalia memberitahukan hal itu padanya.

"Saya harus pamit undur diri dulu Yang Mulia"

"Apakah kau tidak ingin menemani ku sebentar?" Tawar Vilen, Anexa tersenyum terpaksa.

"Maafkan saya. Saya sudah ada janji dengan seorang teman, saya tidak ingin membuatnya menunggu lebih lama" Jawab Anexa yang berbohong, sebenarnya ia takut berbohong terlebih lagi pada Putra Mahkota. Tetapi ia lebih memilih melakukan apa yang Zalia inginkan, gadis itu mengatakan hal logis dan masuk akal.

"Baiklah jika begitu. Semoga lain kali kita dapat melakukan hal itu, sampai jumpa" Anexa segera menunduk hormat dan pergi dari sana.

Vilen hanya bisa memandangi kepergian, ia tak bisa mencegat gadis itu. Mereka bahkan tak punya hubungan apa-apa.

To Be Continued
Hay guys random sekali bukan aku update Jam segini wkwk
Pokoknya jangan lupa follow, vote and komen supaya ngk ketinggalan up

Aku juga punya cerita baru!
Silahkan mampir ke profil jika berminat
Seeyou :*

Jalan Dipilih Pedang EmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang