"Ma-maafkan sa-saya tuan" Ucap gadis itu gemetar.
Zen tertegun, ia seakan tersihir oleh kecantikan gadis yang bak Dewi itu. Gadis itu segera berdiri, ia membungkuk meminta maaf karena dia tau bahwa Zen adalah kakak dari Zalia.
"Anexa?" Gadis itu segera berdiri tegak. Ia tersenyum melihat keadaan Zalia yang sudah agak membaik.
Zen bangun, ia tak menyangka akan kejadian memalukan yang menimpanya itu. Zen segera pergi tanpa sepatah katapun. Anexa ketakutan melihat kepergian lelaki itu.
"Anexa. Tidak apa, kemarilah!" Panggil Zalia, Anexa hanya menuruti tak lupa dia membungkuk hormat pada dua orang lelaki di hadapannya.
"Perkenalkan saya Anexa Cila Lighty teman sekamar dari Zalia" Senyum Anexa memperkenalkan diri.
"Ah, kau gadis semalam yang berhasil menemukan putriku. Aku sungguh berhutang budi padamu nak" Ucap Cale ramah, Zalia agak terkejut rupanya Anexa yang menemukan dirinya.
"Tidak. Maaf tapi saya hanya mengikuti seseorang paman. Jika tidak salah itu Xion. Xion Lack Bronio, saya jarang bertemu dengannya tetapi semalam tiba-tiba dia mendatangi saya untuk mencari Zalia" Jelas Anexa membuat Zalia tak kalah terkejutnya.
'Xion? Lelaki itu? Tidak mungkin! Dia selalu saja menjahili ku, jadi mengapa tiba-tiba dia muncul untuk menyelamatkan aku?' Zalia tak habis pikir sekarang.
"Bisakah kau ceritakan lebih lanjut nak?" Anexa langsung mengangguk.
Ia bercerita bahwa saat matahari mulai terbenam. Xion menemui Anexa yang sedang panik saat itu. Dia berkata bahwa hanya dengan kekuatan Anexa, Zalia dapat ditemukan. Xion langsung menyuruh Anexa untuk memerintahkan spiritnya mencari Zalia dan benar, mereka menemukan Zalia tak jauh setelah menyusuri hutan. Setelah malam itu, Xion tak terlihat. Dia seakan tau apa yang telah terjadi pada Zalia. Bahkan pihak Akademi sedang mencari keberadaannya sekarang. Sebelum itu Anexa juga sudah bertanya padanya.
"Dia menjawab, bahwa dia pernah membacanya di suatu buku. Lalu dia pergi begitu saja" Ucap Anexa menutup ceritanya. Tak lama hening, lalu Rean keluar dari ruangan tanpa mengatakan sepatah katapun membuat Anexa lagi-lagi ketakutan.
"Apa saya melakukan kesalahan lagi?" Tanya Anexa takut, Zalia hanya terkekeh.
"Tidak. Kak Rean sepertinya punya urusan penting. Kau tidak apa bukan satu ruangan dengan ayahku? Karena aku tidak bisa ditinggalkan sendirian saat ini" Zalia sangat mengerti akan perasaan keluarganya sekarang. Ia hanya menjelaskan apa yang perlu ia jelaskan saja.
"Tentu tidak apa-apa" Anexa kembali tersenyum riang.
"Terima kasih Anexa. Berkat sihir cahayamu aku sungguh tertolong" Ucap Zalia tulus.
"Bukankah kita teman. Teman memang harus saling tolong menolong" Anexa tersenyum manis layaknya sinar mentari yang mampu membuat suasana menjadi hangat di sekitarnya.
Zalia sangat bersyukur dia tak salah dalam memilih pertemanan. Cale yang melihatnya pun merasa tenang karena ada yang peduli pada Zalia selain keluarganya.
______________________
Keesokan harinya di kelas sihir kedatangan guru baru. Anexa membulatkan matanya tak percaya, adegan kemarin terputar jelas diotaknya. Ujian umum diundur Minggu depan jadi selama beberapa hari mereka akan belajar seperti biasanya. Dan tak ada yang menyangka di kelas itu akan ada pengajar yang baru yang usianya terbilang sangat muda.
"Perkenalkan aku Zen Fan Axya. Aku di sini untuk penelitian sekaligus memberikan ilmu-ilmu baru untuk kalian selama setahun ke depan. Mohon bantuannya" Senyum Zen yang disambut ramah oleh para murid di sana.
Zen lalu segera memulai pelajaran, dia adalah tipikal orang yang disiplin. Jadi ia takkan menyiakan waktunya lebih lagi. Anexa yang sedang duduk menepuk pipinya, ia berusaha menyadarkan diri dan kembali fokus pada pelajaran yang berlangsung.
.
.
.
.
Waktu kelas sudah habis. Semua murid pergi dari ruang kelas hanya tersisa Zen dan Anexa di sana. Setelah merasa semua sudah beres Zen berniat untuk pergi namun Anexa menghentikannya."Tuan, saya meminta maaf masalah kemarin. Saya benar-benar tak sengaja bersandar di depan pintu karena ragu ingin masuk" Anexa lagi-lagi membungkukkan badannya.
"Tidak apa-apa. Aku juga terburu-buru waktu itu tak usah dipikirkan lagi" Zen tersenyum formal. Anexa kembali berdiri tegak.
"Terima kasih Tuan Zen" Senyum manis Anexa yang membuat Zen seakan disinari oleh cahaya mentari pagi.
Zen segera pergi, sebelum perasaannya semakin larut. Sebenarnya Zen tidak terlalu peduli dengan namanya hubungan antara lawan jenis seperti cinta. Bukan berarti juga dia menyukai sesama jenis. Dia hanya tidak mau terkekang dengan namanya perasaan seseorang. Dia juga tidak mau hancur hanya karena cinta. Maka dari itu Zen menghindari kontak berlebihan dengan wanita meski banyak gadis yang mengejarnya dimana pun dia berada.
"Sepertinya aku melakukan kesalahan lagi" ucap Anexa ketakutan melihat kepergian Zen yang semakin menjauh.
.
.
.
Di tempat lain seorang gadis sedang mondar-mandir di depan kamar. Dia ragu untuk masuk ke dalam mengingat lagi bahwa mereka tak memiliki hubungan cukup dekat. Tapi gadis itu khawatir, ia juga sudah menyiapkan buket bunga di tangannya."Sedang apa mondar-mandir di situ? Apakah kau juga temannya Zalia?" Gadis itu menoleh ke belakang, ia melihat lelaki yg begitu mirip seseorang.
"Aku... Eum" Lantur gadis itu tak jelas membuat kesabaran lelaki itu musnah. Lelaki itu segera membuka pintu.
"Zalia, temanmu ini tak berani masuk!" Teriaknya di depan pintu, gadis berambut cokelat itu terkejut. Terlalu pengecut jika ia lari sekarang.
Gadis itu berjalan ke depan pintu lalu masuk bersama dengan lelaki tadi yang tersenyum puas. Zalia tak percaya dengan apa yang dia lihat. Tokoh antagonis di novel sekarang menjenguk dirinya dengan seikat bunga.
"Maafkan ketidaksopanan kakakku Laura" Zalia tau apa yang dirasakan oleh Laura sekarang. Dia saja bahkan kewalahan dengan sikap Rean
"Rean lihatlah apa yang akan terjadi nanti!" Kini Cale memberikan tatapan tajam ke arahnya putranya. Ia sudah sangat lelah untuk mengingatkan sopan santun kepada Rean. Tapi tak ada perubahan sama sekali.
"Mohon maafkan saya Lady" Rean langsung menundukkan kepalanya karena merasakan ancaman yang sangat mematikan.
"Ah tidak apa. Saya Laura De Qaola." Perkenalan singkat Laura membuat mulut Rean ternganga. Dia tak percaya bahwa di hadapannya putri dari Grand Duke Qaola yang terkenal itu. Dan dia sudah berlaku tidak sopan padanya. Rean benar-benar akan dihabisi oleh ayahnya.
"Silahkan duduk Lady" Rean mengambilkan kursi. Tingkah lelaki itu tampak begitu lucu. Laura memberikan bunganya lalu duduk.
Zalia menerimanya dengan hati meski setelahnya ada kecanggungan di sana. Laura yang terlalu malu untuk berbicara dan Zalia yang tak berani untuk berbicara duluan. Begitulah kecanggungan yang cukup panjang antar mereka berdua.
To Be Continued
Huff akhirnya bisa boom Up walaupun ngk terlalu banyak hehe
Aku mungkin bakal boom up setiap cerita yang lain juga
Kalo kalian mau cerita ini boom up lagi pantengin ig aku dan follow pokoknya ya linknya ada di bio
Jangan lupa follow, vote and komen.
![](https://img.wattpad.com/cover/311412331-288-k125715.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Dipilih Pedang Emas
Roman pour AdolescentsSeorang gadis malang mengalami sebuah kecelakaan lalu bertransmigrasi menjadi tokoh figuran di novel. Ia ditakdirkan untuk mati sebelum cerita dimulai. Namun sebuah keadaan mengubah takdir nya. Ia ternyata putri Duke yang hilang, Zalia Winter Axya. ...