Waktu terasa begitu cepat berlalu. Tak terasa sudah sebulan Zalia belajar di Akademi. Besok adalah waktu ujian pertamanya. Sistem di Akademi ini sangat cepat, mereka bahkan bisa meluluskan seorang murid dalam waktu satu tahun jika murid itu telah mampu menguasai semua hal yang diajarkan. Waktu satu tahun tentu saja menjadi patokan setiap murid tak terkecuali Zalia.
Waktu ujian di berlangsung selama dua hari saja, yaitu ujian untuk mata pelajaran umum dan mata pelajaran khusus bagi setiap murid yang mempunyai bakat masing-masing. Karena mata pelajaran umum hanya menjawab soal, mata pelajaran khusus diberlangsungkan di hari pertama.
Zalia meneguk minumannya. Ia baru saja selesai latihan pagi, tidak ada mata pelajaran karena besok ujian. Keringatnya tak henti mengalir membuat gadis berambut pink itu ingin segera mandi.
"Aku harus bisa mendapatkan nilai A besok! Aku sudah tak tahan lagi di sini" Gumamnya menguatkan tekad.
Zalia melangkah keluar dari tempat latihan. Ia menuju ke asrama dengan tubuh yang berpeluh. Sebenarnya Zalia bisa saja mandi di tempat latihan tapi ia malas karena tak ada seorang wanita pun di sana.
"Sudah kukatakan untuk bersikap sebaik mungkin di depan Putra Mahkota! Apakah itu sulit bagi mu!" Teriak seseorang membuat langkah Zalia terhenti. Teriakan itu di sertai dengan pukulan dinding.
Zalia awalnya ingin pergi, namun itu semakin menjadi-jadi. Tidak ada orang di sekitar sini. Apakah itu tindakan kekerasan? Harusnya pihak akademi lebih ketat terkait masalah ini bukan.
"Ck ini tak bisa dibiarkan!" Zalia pergi ke arah suara berasal. Tepatnya itu berada di belakang gedung yang sudah tak terpakai.
Zalia bersembunyi di balik tembok. Dia berusaha mengendap-endap agar tak ketahuan. Perlahan ia berusaha mengintip. Dan alangkah terkejutnya dia saat melihat dua orang di sana. Dengan keadaan si gadis yang ketakutan sedangkan si lelaki yang dengan wajah marahnya.
"Ma-maafkan aku kakak..." Lirih si gadis dengan tangan yang gemetar. Ah, Zalia pernah di posisi itu. Dia teringat bagaimana pedihnya kehidupan sebelumnya.
"Laura! Kau pikir ayah akan diam saja mendengar kabar bahwa Putra Mahkota sedang mengejar gadis lain? Dan mengejutkannya gadis itu hanya bangsawan rendahan!" Bentak lelaki itu lagi. Gadis itu tak menjawab, dia hanya menunduk ketakutan.
"Kita ini adalah bangsawan yang dihormati. Bagaimana jika Putra Mahkota membatalkan pertunangannya denganmu? Keluarga kita akan malu Laura! Jika itu terjadi maka kau akan mati?!" Mata Zalia membulat karena melihat pedang yang sudah ditodongkan ke depan wajah gadis itu.
Entah apa yang merasuki Zalia, dia tak tinggal diam. Dengan cepat dia mengeluarkan pedangnya dan menepis pedang itu.
TRING
Pedang itu terlempar dari tangan lelaki itu. Gadis yang berada di belakang Zalia terkejut akan kedatangan gadis itu. Lelaki di hadapannya tak percaya dengan apa yang dia lihat.
"Kesatria sejati tak pernah menodongkan pedangnya kepada seorang gadis, terlebih lagi kepada keluarganya!" Kilatan amarah muncul di mata Zalia. Lelaki itu tampak terusik akan kehadirannya.
"Apakah Axia mengajarkan untuk ikut campur dalam urusan keluarga orang lain?" Kesal lelaki itu.
"Tidak. Tapi keluargaku mengajarkan bagaimana cara menjadi kesatria yang baik" Zalia menghilangkan pedangnya, lalu kalungnya kini kembali.
Kesal yang bercampur dengan malu, lelaki itu lalu pergi dari sana meninggalkan Zalia dan gadis tadi.
"Laura kau tidak apa-apa?" Tanya Zalia dengan raut wajah khawatir.
"Mengapa kau melakukan itu? Kakak benar seharusnya kau tidak ikut campur dalam urusan keluarga orang lain" Laura gadis yang sedari tadi ketakutan kini menampakkan ekspresi yang menyakitkan. Ia sebenarnya tak ingin menampakkan hal ini kepada orang lain dan ia sangat malu sekarang.
"Aku tak ikut campur masalah kalian, tetapi aku harus menjunjung tinggi kehormatan kesatria. Tidak apa jika kau malu, aku tak akan mengatakan hal ini pada siapapun. Aku berjanji." Ucap Zalia dengan senyum yang lembut. Terenyuh akan hal itu, Laura kembali menunduk matanya berkaca-kaca.
Zalia tau gadis itu butuh waktu untuk menenangkan dirinya. Ia pergi dari sana membiarkan Laura menyembuhkan rasa sakitnya. Ternyata antagonis hanyalah sebuah peran yang diberikan oleh penulis, ia masih saja manusia biasa dengan seribu kelemahan. Zalia berharap kebahagiaan untuk gadis itu, mungkin saja akan ada akhir yang bahagia untuk dirinya.
"Te.. Terima kasih... Zalia..."
________________________
Hari ini waktunya ujian, Zalia sudah berada di depan hutan Akademi dimana ujian akan berlangsung. Bagi murid yang mempelajari ilmu pedang mereka akan diuji dengan melihat seberapa baik pertarungan menghadapi monster-monster lemah yang disediakan oleh akademi. Nantinya akan ada satu guru yang mendampingi setiap murid untuk menilai.
Zalia memutar bola mata malas. Dia tak menyangka bahwa yang akan menjadi penilainya tak lain adalah Putra Mahkota. Lelaki itu memamerkan senyum manisnya membuat Zalia memalingkan wajahnya. Seharusnya Vilen menjadi penilai di kelas sihir namun karena permintaan khusus, dirinya sendiri yang meminta untuk menilai kelas berpedang. Terutama dalam menilai Zalia, dia mendengar kemampuan berpedang gadis itu berbeda dari yang lainnya.
"Mohon bantuannya Lady, ah salah seharusnya. Kesatria Zalia" Lagi-lagi Vilen tersenyum, Zalia ingin sekali memukul wajah itu.
'Sial! Apakah karena masalah kemarin instruktur sengaja membiarkan ku dengan orang ini? Sial! Bisa-bisanya dia memasang tampang seperti itu setelah membuat Putri Grand Duke menangis!' Gerutu Zalia dalam hati. Dia mencoba menahan dan bertahan dari emosi yang ingin menguasai diri.
"Baiklah ujian akan dimulai. Pada murid menyelesaikan ujian ketika berhasil membunuh monster yang mereka hadapi. Jika ada yang tidak bisa menghadapinya maka dinyatakan gagal. Selamat berjuang, kami pastikan bahwa Monster ini tak akan berbahaya bagi kalian. Dengan ini ujian dimulai!"
TENG TENG
Lonceng berbunyi bertanda ujian dimulai. Pihak akademi telah siaga di berbagai tempat untuk memastikan keamanan murid-muridnya. Mereka mulai memasuki sebuah rute masing-masing yang dituntun oleh penilai.
Langkah Zalia berhenti ketika langkah Vilen berhenti. Sepertinya mereka sudah sampai di tujuan. Anehnya tempat itu memiliki hawa yang tidak terlalu bagus, terlebih lagi di sini terasa terlalu sunyi. Apa benar ada pihak akademi di sini?
"Yang Mulia, apakah benar di sini?" Tanya Zalia bergidik ngeri.
"Benar. Sebentar lagi kau akan menghadapi monster, aku akan menilaimu dari kejauhan. Semangat Kesatria!" Riang Vilan yang mulai menjauh dari Zalia. Gadis itu mulai melangkah ke depan karena monster itu belum ia temukan.
Tiba-tiba asap hitam muncul di depannya. Zalia mencoba menerangkan kembali pandangannya dari asap itu. Alangkah terkejutnya ia saat melihat kilatan merah berasal dari kumpulan asap itu. Angin berhembus, asap itu perlahan menghilang.
GLEK!
Zalia menelan salivanya melihat makhluk yang berwujud seperti serigala dengan ukuran raksasa itu menatapnya dengan tatapan lapar disertai amarah. Firasat Zalia sungguh buruk saat itu juga. Ia tak merasakan bahwa itu monster dengan level rendah.
"Yang Mulia apakah benar itu monsternya?" Tanya Zalia yang berbalik.
"Eh! Dia seharusnya ada dibelakang ku, mengapa sekarang tidak ada?"
To Be Continued
Lanjut aja boom up kok ini :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalan Dipilih Pedang Emas
Teen FictionSeorang gadis malang mengalami sebuah kecelakaan lalu bertransmigrasi menjadi tokoh figuran di novel. Ia ditakdirkan untuk mati sebelum cerita dimulai. Namun sebuah keadaan mengubah takdir nya. Ia ternyata putri Duke yang hilang, Zalia Winter Axya. ...