CHAPTER : 01

23K 1.4K 9
                                    

Louis membuka matanya yang terasa sudah sangat lama dia pejamkan. Namun, bukan tempat bercahaya lampu yang dia dapatkan, melainkan lorong yang penuh dengan kegelapan.

Dia terjebak.

Terjebak dalam kegelapan yang tak berujung.

Dengan kaki yang lemas, dia berusaha untuk berjalan, mencari jalan keluar ditengah kegelapan yang menerpa ini. Tapi, sejauh apapun dia melangkah, dia tidak menemukan ujung dari lorong gelap ini.

Dalam hati dia bertanya, mengapa, mengapa dia bisa berada disini?

Seingatnya, dia mengalami kecelakaan hebat. Dan dia tidak berharap bisa selamat dalam kecelakaan yang sangat parah itu.

Tapi mengapa, mengapa dia malah berada disini?

Apa ini jalan menuju Neraka?

Jika benar, Louis merasa sangat takut.

Dia memang tidak berharap akan masuk Surga setelah apa yang dia perbuat di dunia.

Jika bisa, dia hanya ingin diberikan kesempatan untuk menebus semua dosanya. Kepada siapapun itu yang pernah dia buat menderita.

Termasuk Istri dan anak-anaknya.

Mengingat mereka, membuat mata Louis memanas.

Hatinya berdesir perih kala mengingat semua perlakuannya terhadap Istrinya.

Bagaimana dia dengan teganya bercumbu dengan selingkuhannya didepan mata sang Istri.

"Isabella ...," dia berbisik dengan pilu memanggil nama Istrinya.

Kaki yang tadinya berusaha untuk terus berjalan kini tumbang. Dia jatuh berlutut begitu suara tangisan Istrinya saat tahu dia berselingkuh bergema ditelinga.

Louis menutup kedua telinganya rapat-rapat saat suara tangis itu semakin pilu. "Isabella, maafkan aku ... kumohon maafkan aku ..."

Suara tangis itu tiba-tiba berhenti. Louis pun terdiam. Sejenak, dia lupa dengan apa yang terjadi. Kemudian memperhatikan sekelilingnya yang masih gelap.

Dia terlihat seperti orang linglung karena berada didalam kegelapan.

Louis kembali berjalan tapi tetap saja, jalan keluar itu tak juga ada.

Louis lelah. Dia putus asa. Takut. Kemudian air mata kembali membasahi pipinya. Terlihat seperti orang yang depresi.

Setelah bermenit-menit tenggelam dalam ketakutan, sebuah cahaya muncul tak jauh dari tempat Louis berada.

Louis kembali memiliki harapan. Dia berjalan menuju cahaya itu. Matanya melebar tatkala melihat ada seorang gadis cantik yang sedang duduk disebuah bangku taman sekolah.

Louis tahu tempat itu.

Itu adalah taman belakang di SMA tempatnya bersekolah dulu.

Dan gadis itu ...

Gadis itu adalah Isabella. Istrinya saat masih remaja.

Rambut Isabella terlihat tergerai indah. Anggun saat tertiup angin. Netra coklatnya menatap penuh minat pada Buku yang tengah dia baca.

Kedua sudut bibir Louis tertarik. Matanya berkilat sendu dan berkaca.

"Bella-ku ... Bella-ku yang sangat cantik," Louis bergumam penuh haru.

Cahaya itu pun meredup. Membuat senyum Louis menghilang.

"Tidak, tidak, jangan menghilang, kumohon ..." ucap Louis yang melarikan matanya kesana-kemari mencari gambaran tadi. "Kumohon ..."

"Bagaimana?"

Mata Louis membelalak mendengar suara berat dan asing itu.

"Bagaimana rasanya sendirian?"

Mata Louis mengitar kesana-kemari mencari si pemilik suara asing itu. Namun tetap, tak ada apapun. Hanya ada dirinya dilorong ini. Sepi. Sendirian.

Lagi-lagi, cahaya kecil menghampiri Louis. Kali ini bukan gambaran tentang Isabella. Tapi seorang Bayi laki-laki yang terlihat begitu kecil dan rapuh.

Bayi kecil itu terlihat sedang tertawa geli. Dia ... tertawa karena candaan dari seorang Pria.

Dan Pria itu ... adalah dirinya.

Dia ingat.

Dia ingat.

Itu adalah gambaran saat Putranya terlahir ke dunia.

Louis ingat saat itu dia merasa sangat bahagia. Dia merasa kebahagiaannya lengkap.

Ada Isabella, Istrinya. Juga Lucius, Putra pertamanya.

Gambaran pun berganti. Masih gambaran tentang seorang Bayi. Namun, itu Bayi perempuan.

Itu ... Mirabelle, Putri kecilnya.

Air mata Louis luruh dengan deras. Dia memegang dadanya yang berdenyut. Sakit. Sakit sekali saat otaknya dipaksa untuk mengingat saat-saat keluarga kecilnya masih baik-baik saja.

"Papa merindukan kalian ..."

Waktu terus berputar. Tapi Louis masih tetap ada disana. Terjebak. Tanpa tahu harus melakukan apa.

Meskipun begitu, Louis tidak merasa kesepian. Karena gambaran-gambaran tentang Istri dan anak-anaknya selalu menemaninya.

Mereka kini bagaikan pelipur lara bagi Louis. Dia tersenyum saat mereka tersenyum. Dia menangis disaat mereka menangis.

"Brengsek kau Louis!! Berhenti menyakitinya, bodoh!! Berhenti!!" Louis menjerit kala sebuah gambaran menyakitkan muncul dihadapannya.

Dalam gambaran itu, Louis dan Isabella bertengkar hebat. Isabella meminta dan memohon agar Louis berhenti berselingkuh. Tapi Louis tidak mau dan malah menampar Istrinya itu.

"Tidak, tidak, maafkan aku, Sayang, maafkan aku ..." Louis menjambak rambutnya sendiri dengan kencang.

"Ampuni aku, Tuhan ... kumohon ampuni aku ...,"

"Hentikan ini ... Tolong hentikan semua ini ..."

"Aku tak sanggup, sungguh ..."

Setelah mengucapkan itu, sebuah pusaran tiba-tiba saja menarik keras tubuh Louis. Mata Louis terpejam dengan paksa.

Sampai bermenit-menit kemudian, matanya terbuka. Kini bukan kegelapan yang menyambutnya, tapi sebuah cahaya terang yang keluar dari lampu gantung.

Jantung Louis berdetak cepat. Matanya berlari kesana-kemari.

"Apa ... yang terjadi?"

***

Hei,

Wellcome to my first story.

please give me appreciation.

And for plagiarism, please stay away!

FATE; Rebirth Of The Villaines || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang