Setelah menghabiskan Makanannya, Isabella kembali melakukan pekerjaan yang tertunda. Sedangkan Louis sedang berkeliling, melihat-lihat ruangan Isabella.
Ruangan kerja milik Isabella terbilang cukup luas. Terlihat tidak terlalu menunjukan kesan Girly, namun masih menunjukan sisi feminim yang dimiliki Isabella.
Tepat dibelakang Kursi kerja Isabella, sebuah Jendela Kaca besar tampak memperlihatkan pemandangan gedung-gedung besar dikota ini. Lalu disampingnya, ada banyak kertas-kertas yang ditempel. Kertas-kertas yang berisikan desain gaun yang Isabella buat.
Louis tersenyum bangga saat melihat hasil karya Isabella yang terlihat begitu cantik meskipun masih berupa gambar hitam-putih.
"Sayang, bukankah sudah lama kau tidak menggambar wajahku?" Louis berjalan menghampiri Isabella, berdiri dibelakang Wanitanya itu.
"Untuk apa? Membuang waktu berhargaku saja," jawab Isabella dengan mata yang masih fokus pada komputer. Dia sedang mencari referensi untuk Fashion Show yang akan dia adakan beberapa bulan lagi.
Hati Louis berdenyut nyeri mendengar ucapan Isabella. Dia menggigit bibir bawahnya, menahan sesak. Ugh, benar-benar ingin menangis rasanya.
'Mengapa akhir-akhir ini aku selalu ingin menangis?!' batin Louis yang mengomel pada dirinya sendiri.
"Kau tidak pulang?" tanya Isabella tanpa melihat Louis.
Louis menghela nafas pelan kemudian memeluk bahu Isabella dari belakang meskipun masih terhalang sandaran kursi. "Tidak, aku masih merindukanmu."
"Pulanglah,"
"Tidak mau," Louis mengeratkan pelukannya. Dia memasang ekspresi merajuk. Persis seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggal Ibunya pergi.
Kali ini Isabella yang menghela nafas. Dia menoleh pada Louis, dan katanya, "Lalu kau ingin apa disini? Memperhatikanku bekerja?"
Louis mengangguk pelan.
Isabella berdecak. "Apa-apaan kau ini."
"Mengapa kau terlihat sangat tidak ingin aku berada disini?" ujar Louis sedih.
'Karena aku merasa tidak nyaman berada didekatmu,' batin Isabella.
"Sudahlah, kau bekerja saja. Aku tidak akan mengganggu. Aku akan menunggumu sampai kau selesai bekerja!" lanjut Louis disertai senyuman cerianya.
"Aku terbiasa pulang malam. Kau yakin tidak akan bosan menungguku selama itu tanpa melakukan apapun?"
"Tentu saja! Aku tidak akan pernah bosan memperhatikan Istriku!" sahut Louis dengan yakin.
Isabella mengerutkan kening. Entah kenapa, dia merasa, ucapan Louis beberapa hari ini terdengar seperti gombalan. Dan menurut Isabella, itu menjijikan.
"Terserah saja." Isabella kembali fokus pada Komputernya. "Bisakah kau melepas pelukanmu yang menyesakkan ini?"
"Mengapa? Bukankah dulu kau bilang sangat suka jika berada didalam pelukanku?" tanya Louis seraya menaruh kepalanya dibahu Isabella.
"Itu dulu, sekarang tidak. Lepaskan." ujar Isabella datar.
Kedua sudut bibir Louis menurun kebawah. Ekspresinya terlihat sangat sedih. "Ucapanmu menyakitiku."
"Lepaskan, Louis. Aku tidak akan bisa bekerja dengan nyaman jika kau terus memelukku seperti ini!" kata Isabella dengan ketus tanpa peduli pada wajah sedih yang ditunjukan Louis.
Dengan terpaksa, Louis melepaskan pelukannya. Dia menghela nafas dengan sedih. "Baiklah, Happy Working, My Darling."
Cup!
KAMU SEDANG MEMBACA
FATE; Rebirth Of The Villaines || END
FantasíaLouis merupakan seorang antagonis dalam ceritanya sendiri. Dia dengan tega menelantarkan Istrinya, Isabella, beserta anak-anaknya dan mengkhianati mereka. Seharusnya, dia sudah mati dalam kecelakaan setelah memergoki selingkuhannya menjalin kasih de...