CHAPTER : 29

456 75 11
                                    

"Sir? Sir Louis?"

Mata Louis langsung terbuka begitu saja. Dia mengerjap, menyesuaikan cahaya yang memantul dari jendela. Setelah terbiasa, Louis mengangkat kepalanya, memandang tempatnya berada sekarang ini.

Dia sudah kembali. Louis mencoba untuk mencubit sebelah pipinya, berharap semua yang dia alami bukan mimpi lagi. Dan ternyata benar, rasanya sakit. Ini bukanlah mimpi. Ini kenyataan.

"Sir?"

Louis menoleh, menatap pada seorang Pria yang sangat dia kenali. "Jav?"

"Ya Sir, maaf mengganggu waktu tidur anda." Ujar Javid sedikit menunduk. "Kita harus segera pergi ke ruang rapat."

Kenapa ... dia masih berada di perusahaannya? Louis pikir, dia akan diberikan kehidupan sebagai pengemis yang hidupnya sangat sengsara, untuk makan dan minum saja sulit. Tapi ternyata tidak? Dan terlebih lagi, Javid masih ada bersamanya, menjadi sekertarisnya.

"Jav, apakah ... aku memiliki seorang Istri?" Tanya Louis penasaran. Dia hanya ingin memastikan, apakah takdir telah diubah?

"Istri?" Javid mengulang pertanyaan itu dengan kening mengerut. "Maaf jika saya lancang, Sir. Tapi anda sama sekali tidak memiliki seorang Istri. Mengapa anda tiba-tiba saja menanyakan hal itu?"

Ah,

Segalanya ... benar-benar telah diubah.

Lalu, jika sekarang Louis bukanlah suami Isabella, lantas siapakah pria yang menjadi suami wanita itu? Apakah wanita itu ditakdirkan menikah dengan pria lain, atau ditakdirkan untuk melajang?

Itu tidak mungkin.

Jika Isabella ditakdirkan melajang, bagaimana nasib anak-anaknya nanti? Mereka akan terlahir dari rahim siapa jika bukan Isabella?

"Jav, apa kau mengenal Isabella Stevenson?"

Javid memiringkan kepalanya, "Apa maksud anda, Isabella Hemsworth?"

"Hemsworth?" Kening Louis mengerut. Dia seperti pernah mendengar marga itu, tapi dimana dia mendengarnya?

Javid mengangguk. "Ya, Sir, Isabella Stevenson menikah dengan Lothario Hemsworth dan marganya telah berganti menjadi Isabella Hemsworth."

Jantung Louis berhenti berdetak. Ruangannya seketika terasa hening, hanya ada suara dengungan nyaring yang terdengar ditelinganya. Louis memegang dadanya yang terasa sakit, meremasnya dengan kencang, berharap rasa sakit itu menghilang.

Padahal, Louis sudah memperkirakan bahwa ini akan terjadi. Tapi mengapa rasanya tetap sesakit ini? Bukankah seharusnya hati Louis merasa lega? Karena akhirnya Isabella benar-benar menemukan cintanya?

Apa yang harus Louis lakukan agar rasa sakit ini menghilang? Ataukah, ini yang disebut sebagai bayaran yang sangat mahal itu? Apakah Tuhan membiarkan rasa sakit ini tetap bersarang seumur hidup Louis, dan membuat Louis terus menerus menderita karena penyesalannya?

Louis terduduk di kursi kebesarannya, tubuhnya melemas. Dia memejamkan matanya, mencoba untuk menenangkan diri. Tapi rasa sakit di dadanya tidak kunjung hilang.

"Sir, apa anda baik-baik saja?" Tanya Javid dengan suara khawatir.

Louis membuka matanya, menatap Javid dengan tatapan kosong. "Aku tidak apa-apa, Jav. Aku hanya ... sedikit lelah."

Javid mengangguk, meskipun dia tahu bahwa Louis tidak jujur. "Baiklah, Sir. Kita harus segera ke ruang rapat. Ada rapat penting hari ini."

Louis mengangguk dan berdiri dari kursinya. Tubuhnya masih terasa lemas, dan dengan langkah gontai ia berjalan ke arah pintu, diikuti oleh Javid dibelakangnya yang masih tampak khawatir karena wajah Louis yang memucat.

FATE; Rebirth Of The Villaines || ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang