Eka Perwira hanya bisa menatap kepergian Em dengan sangsi. Sedikit tersenyum miris saat melihat gaya bicara Em yang begitu jelas ingin melarikan diri darinya. Eka Perwira tahu, bahwa bukan hanya dia saja yang menginginkan kejadian semalam berlanjut. Wanita itu juga, hanya terlalu gengsi untuk mengakuinya.Beberapa jam kemudian, setelah Em memperkenalkan diri sebagai anggota keluarga dari pihak Nenek Rahayu, antusias terlihat jelas pada sambutan yang diterimanya. Hampir semua anggota keluarga menanyakan kabar Nenek Rahayu, dan mencari keberadaan suaminya. Ah, iya. Dia telah menikah. Dan semalam untuk pertama kalinya mereka tidur dalam satu ranjang. Dan efeknya, bahkan masih sanggup membuat Em merinding luar biasa, bahkan saat tak sengaja tatapan mereka bertemu di beberapa kali kesempatan.
Eka Perwira berbaur dengan Junardin beserta saudaranya yang lain. Uniknya, seluruh anak lelaki mereka diberi nama dengan awalan J. Mulai Juniar, Jangkar, Jumadil, Jihad, Jadin, Jerry, dan yang terakhir Junardin. Sebenarnya Junardin memiliki tiga adik, akan tetapi sejak ketiga adiknya telah lebih dahulu dipanggil oleh Sang Pencipta, maka otomatis Junardin merupakan anak bungsu dalam keluarga.
Prosesi adat pernikahan akan segera berlangsung. Mempelai pria tampak telah siap di ujung jalan dipayungi oleh salah satu anggota keluarga. Dengan memakai baju adat dari Sulawesi Selatan berwarna merah, sang pria tampak mencolok dari kejauhan. Arak-arakan pengantin pria bahkan mencapai lima puluh meter saat memasuki halaman vila yang memang luas. Anggota keluarga dapat dengan mudah dikenali karena keseragaman pakaian yang dikenakan. Em bahkan beberapa kali membantu tanpa canggung, karena sebelumnya telah diberitahu apa saja hal yang bisa dibantu dan dikerjakannya. Hadiah seserahan yang terbilang banyak diatur rapi pada sebuah meja panjang.
Pengantin pria kemudian diarahkan untuk duduk menghadap penghulu yang ditunjuk sebagai wali dari pengantin wanita. Ya, Em baru saja mengetahui bahwa pengantin wanita merupakan anak yatim piatu. Jadi seluruh keluarga pengantin dari pihak prialah yang menginisiasi keseluruhan acara. Em lupa bagaimana dulu ketika ia melangsungkan pernikahan, karena acara berlangsung singkat, dan tidak membutuhkan banyak persiapan. Pelaksanaannya bahkan tidak seakrab yang dirasakan Em saat ini.
Prosesi diawali dengan ceramah dari pemuka agama dan sambutan dari masing-masing pihak mempelai yang diwakili oleh keluarga. Saat tiba waktu ijab kabul, sang pengantin pria diperintahkan merapat pada penghulu. Jujur, Em baru kali ini melihat prosesi pernikahan berlangsung. Tangan penghulu menggenggam erat tangan mempelai lelaki. Tetapi uniknya, ibu jari keduanya bertemu dan seolah saling menahan. Melihat itu, tiba-tiba sekujur tubuh Em merinding. Ada aura yang tidak biasa dirasakannya saat semua tiba-tiba hening. Lalu suara penghulu, terdengar fasih saat memulai dengan beberapa bait ayat, dan menanyakan hal sakral kepada sang mempelai pria.
“Saudara Jumadil bin Imran, saya nikahkan engkau dengan Aldillah Septiana dengan mahar seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“Saya terima nikah dan kawinnya Aldillah Septiana, dengan mahar seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
Prosesnya berlangsung kurang dari satu menit, saat semua suara berkejar-kejaran meneriakkan kata “sah”. Doa-doa panjang dan syukur pun ikut terucap. Binar bahagia jelas nampak dari keluarga yang hadir. Tiba waktunya mempelai pria dibimbing memasuki kamar mempelai wanita yang telah sah menjadi istrinya. Tetapi sang suami tidak bisa segera menemui istri, karena harus melewati syarat memberi penghargaan kepada penjaga pintu, agar dibolehkan masuk. Di beberapa daerah di Sulawesi Selatan, hal ini telah lama ditinggalkan, tetapi banyak juga yang masih memakainya sebagai ajang untuk melestarikan budaya dan mempererat tali silaturahmi, termasuk upacara pernikahan yang berlangsung di Malino ini. Syarat untuk pintu terbuka tergantung dari negosiasi sang mempelai pria. Biasanya cukup hanya dengan memberi selembar uang seratusan ribu rupiah, biasanya pintu akan terbuka.
Em mengikuti dengan antusias keseluruhan prosesi acara. Sempat terkesima melihat pakaian adat yang dikenakan mempelai wanita, terlihat cantik dengan hiasan-hiasan yang memenuhi kepala. Sang mempelai wanita terlihat tersenyum malu saat mempelai pria mengambil tempat tepat di hadapannya. Proses itu sepenuhnya menarik minat Em. Melihat bagaimana sang pengantin pria mengikuti himbauan dari salah seorang yang dituakan, yaitu cara awal menyentuh bagian tubuh istri. Biasanya disebut mappasi-karawa, yang dalam bahasa indonesia disebut persentuhan pertama, yang sempat Em dengar saat dijelaskan oleh salah seorang kerabat.
Ada beberapa bagian yang wajib disentuh oleh sang mempelai pria, dan dipercayai merupakan lambang dan pembuka pintu keberkahan bagi kedua keluarga. Sang suami diarahkan tangannya untuk menyentuh bagian dada istri yang paling atas, yaitu melambangkan gunung. Agar kelak rezeki suami istri melimpah layaknya gunung. Lalu ubun-ubun agar kelak sang istri tunduk kepada suami, kemudian sang suami di arahkan untuk menggenggam tangan sang istri dengan tujuan, kelak pernikahan akan langgeng hingga ajal menjemput. Lalu yang terakhir, perut. Agar suatu saat kehidupan mereka tidak mengalami kelaparan. Setelah acara itu berlangsung, kedua pasangan lalu mulai saling memasangkan cincin kawin sebagai simbol ikatan sebuah pernikahan. Lalu setelah mappasikarawausai, kedua mempelai diarahkan untuk bersimpuh pada kedua orang tua. Sempat terjadi adegan haru biru, saat pengantin wanita hanya diwakili oleh orang yang telah merawatnya sejak kecil di panti asuhan.
Setelah acara sungkeman selesai, beberapa tamu tampak membaur dan duduk untuk menikmati jamuan makan siang. Entah apa yang mendasari Em mengambil piring lalu mengisinya dengan berbagai macam aneka lauk pauk dan air minum kemasan untuk diberikan kepada Eka Perwira. Langkahnya sempat terhenti saat melihat bagaimana keberadaan pria itu terlalu moncolok di antara gerombolan pria-pria yang menyusun kursi membentuk lingkaran. Tak jauh dari pintu masuk tenda, Em hanya tersenyum saat matanya bertemu dengan mata pria itu. Lalu tanpa canggung memberikan piring yang telah berisi aneka ragam lauk pauk. Sedikit risih, saat semua mata tertuju padanya.
==========
Di aplikasi KBM app, bagian ini masuk bab 33. Isi koin 50ribu udah bisa baca semua bab hingga extra part hingga habis. Isi koinnya mudah pake ovo, gopay, dana juga bisa.
![](https://img.wattpad.com/cover/27732887-288-k125393.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertekuk Lutut (Revisi)
Romansa*bacaan untuk dewasa* Tersedia di Google play book (cover versi emas terbaru) Apa yang paling mencekam saat kau tiba-tiba merasakan perasaan mendalam untuk seseorang yang takkan pernah bisa kau miliki? Sekali lagi kekuatan cinta membuktikan kuasanya...