***~~~~****Ketukan di pintu tak lantas membangunkan Em. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Tapi mata dan tubuhnya tidak juga berhasil untuk diajak kompromi. Sangadji berusaha membangunkan dengan mengeraskan sedikit ketukan pintu di kamar, takut jika terjadi sesuatu pada anak semata wayangnya. Hampir setengah jam menggedor-gedor pintu baru Em menyahut penggilan bapaknya. Lalu membuka pintu.
"Ya Pak ..., Em dengar," jawab Em dengan suara masih setenagh mengantuk
Em lalu membuka pintu dan membiarkan bapaknya masuk kedalam kamar.
"Ini sudah jam 10 pagi, Nak, kamu hampir buat bapak kaget. Ayo turun sarapan !!. Katanya mau buatin bapak sarapan? ngobrol pagi-pagi, lah ... ini hampir siang?"
Em lalu bergerak malas merenggangkan kedua tangannya. Semalam ia tiba hampir tengah malam dan langsung mengistirahatkan tubuhnya. Bagaimana tidak jika perjalanan yang memakan waktu hampir sehari lalu dilanjut dengan panggilan mendadak?
"Em ngantuk, Pak. Semalam hampir subuh tiba dirumah."
"Yah sudah cepat siap-siap. Eh, tadi ada telepon dari nyonya Rahayu, beliau menanyakanmu, jadi bapak bilang saja kamu kecapean dan belum bangun."
Seketika lelah ditubuh Em hilang saat mendengar kalimat yang diucapkan ayahnya.tak butuh waktu lama, Em mengambil handuk dan dan bergegas memasuki kamar mandi.
SMS dari Hendri untuk datang pagi-pagi sekali, sedang berkelebat dibenaknya. Bagaimana bisa ia melupakan hal itu. Bahkan sekarang waktu telah menunjukkan pukul 10. Paling cepat dia akan tiba pukul 12 siang, itu pun jika tidak dibarengi dengan acara macet. Hanya dalam hati Em tidak menghidupkan alarm sebagai pengingat.
*****
Rumah itu tidak banyak berubah. Masih asri dan kelihatan indah. Membuat Em sangat betah berlama-lama mendiamkan diri memandangi berbagai macam tanaman yang tumbuh di sana. Hari sudah hampir siang. Untung saja Em tidak terkena macet di jalanan. Dilihat pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 12 lebih sedikit.
Langkah kakinya pelan saat memasuki pintu yang tidak tertutup. Dipagar dan dihalaman ia sempat berpapasan dengan pekerja yang masih mengenalnya. Dan sempat menegurnya. Entah mengapa kedatangannya diliputi cemas yang berlebih. Ada perasaan sentimentil yang menyelimuti manakala ia mulai melangkahkan kaki memasuki ruang tamu. Selain rasa rindu ingin memeluk nenek Rahayu, tentu ada kekawatiran yang sulit diungkapkan dengan kata. Ada sesuatu dalam hatinya yang meledak-ledak, dan Em tidak tahu dengan pasti sebab dari semua perasaan yang mengghinggapinya.
Hari itu Em mengenakan setelan biasa. Baju terusan kuning gading sepanjang lutut, dan flat shoes dirasa cukup nyaman. Rambutnya dibiarkan tergerai. Tidak ada riasan mencolok yang dikenakannya, sungguh, sejak dulu Em tidak begitu suka dengan perhiasan yang mencolok. Ia hanya mengenakan sesekali pada acara resmi atau perjamuan.
Hendri yang lebih dahulu melihat kedatangan Em dan memeluknya beberapa saat sebelum memberitahu kepada nyonya Rahayu Kedatangan Em.
"Duduklah, nyonya sudah sejak tadi menunggumu," ucap Hendri saat melepaskan rangkulannya. Hendri beberapa kali ikut menjenguk Em saat menempuh studinya. Hendri pula lah yang tahu begitu banyak hal sulit yang dialaminya saat menyelesaikan pendidikannya.
Em tak menyahut, hanya tersenyum dan memilih mengayun langkah berkeliling. Sudut-sudut rumah itu bahkan terlalu luas untuk diamati dengan waktu singkat menurutnya. Tatapan matanya jatuh pada foto pernikahan yang tergantung di tengah ruangan. Foto itu terlihat besar dan mendominasi. Ya, itu dirinya. Dalam balutan busana kebaya. Memandang lurus pada kamera dengan senyum terpaksa arahan dari sang peraga gaya. Jika mengingat dulu, dirinya memang masih terlalu lugu. Dan pria yang berdiri disebalahnya? Ah.. entahlah bahkan kali ini, ia tak mampu menatap lama potret itu. Tiba- tiba bagian lehernya meremang entah apa penyebabnya. Padahal hanya sepersekian detik, hanya beberapa detik. Bayangan akan sebuah kenangan, berkelebat dibenaknya. Tentang pernikahan, tentang tawaran pria itu, tentang semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bertekuk Lutut (Revisi)
Romance*bacaan untuk dewasa* Tersedia di Google play book (cover versi emas terbaru) Apa yang paling mencekam saat kau tiba-tiba merasakan perasaan mendalam untuk seseorang yang takkan pernah bisa kau miliki? Sekali lagi kekuatan cinta membuktikan kuasanya...