Bab 2
Ini Baru Awalnya
"Portofolionya sempurna, Nyonya. Dari yang saya selidiki calon menantu dari keluarga ini memilki segudang prestasi. Dan kepribadian yang baik. Dia memiliki talenta yang jarang dimiliki anak seusianya. Dia berbakat memainkan gitar. Dia wanita pekerja keras. Saya yakin di tangan wanita ini akan lahir penerus Amran yang berdedikasi tinggi." Hendri, pria itu meringkas sebuah berkas yang sempat dibacanya berulang-ulang sebelum menyimpulkannya kepada nyonya Rahayu Amran.
"Kerja bagus, Hendri. Setelah ini kau akan kuberi bonus tinggi. Inilah yang kuinginkan. Tak sia-sia, kami orang zaman dulu menggunakan hati dan nurani dalam menjalin kerja sama. Aku bangga dengan insting suamiku meninggalkan kejutan-kejutan bahkan setelah dia meninggal."
"Ada satu hal lagi, Nyonya ... Nona ini lolos di 5 perguruan tinggi terbaik se-Indonesia bahkan tanpa ujian masuk perguruan tinggi. Dia mengikuti seleksi intelegensi dan bakat yang dilakukan melalui pendekatan akademik semenjak sekolah dasar hingga menengah atas. Dia lulus dengan nilai sempurna dan masuk di fakultas kedokteran dengan nilai di atas rata-rata."
Wanita tua itu mengangguk, memendam senyum penuh bahagia. "Kau semakin menambah kegembiraanku, Amran." Matanya seakan berbicara, ucapannya membawanya pada sekelebat ingatan puluhan tahun silam. "Bahkan setelah kau tidak ada, kejutan yang kau berikan untukku tak pernah sirna. wanita inii tepat untuk mengimbangi kesombongan cucu kesayanganmu Eka Perwira Amran. Wanita ini harus membuat cucuku bertekuk lutut. Bagaimanapun caranya, inilah wanita yang kuharapkan akan menjadi penerusku kemudian.
*****
"Semua terserah padamu, Nak. kau yang menentukan. Setelah ini, karena kau yang akan menjalaninya. Kau yang akan menempuh semuanya. Usia bapakmu sudah lima puluh tahun untuk mengajarkanmu tentang baik buruknya jalan hidupmu." Sangadji menghela napas panjang, sebelum melanjutkan. " Bapak tidak ragu dengan apapun yang dikatakan oleh kedua orang tadi. Tetapi kalau dirasa persyaratan mereka membebanimu, bapak bisa membicarakan dengan mereka terlebih dahulu."
Em terpekur lama. Semenjak kepergian dua orang yang baru saja mengenalkan dirinya sebagai orang yang diamanahkan pengelolaan lahan pertanian dari almarhum kakek buyut nya, ia terlalu sulit untuk memikirkan semua kemungkinan yang hinggap di benak nya.
Lalu ingatan tentang bagaimana mereka melalui hari-hari, bertahan demi sesuap nasi, air mata,ketidakpedulian orang-orang disekitar nya, dan wajah lelah bapak nya yang datang membayangi nya. Semua penderitaan mereka bahkan tidak sebanding bahkan jika ia mengorbankan dirinya.
"Em tidak akan mungkin membuang kesempatan ini, Pak, satu-satunya jalan untuk keluarga kita bangkit dari keterpurukan. Em yakin Ini adalah hasil jerih payah dan buah kesabaran. Beribu-ribu orang susah di luar sana berharap mendapatkan keajaiban datang pada hidupnya, tidak akan mungkin aku membuang kesempatan ini, Pak, tidak akan." Tangisnya pecah di hadapan pria yang telah banyak mengajarkannya cara bertahan hidup.
Aura penuh kasih memancar di mata tuanya sebelum berucap, "Kalau begitu kejar impianmu, Nak, ke tempat yang kau bilang ingin sekali kau taklukkan, ke tempat di mana kau labuhkan semua harapan akan mimpi-mimpimu. Bapak pernah sambil lalu mendengar kau menyebutkan mimpimu."
Em termenung memandangi wajah lelaki dihadapannya dengan penuh kasih sayang. "Em ingin sekali melihat dunia di luar sana. Dunia yang lebih baru yang akan membawa banyak perubahan dalam hidupku ... hidup kita nantinya, Pak."
"Pergilah, Nak, gapai cita-citamu, bapak akan menunggumu pulang dengan berita keberhasilan mewujudkan mimpimu."
Gadis remaja yang tidak boleh dipandang remeh itu mengangguk, tersenyum. Kali ini air mata yang keluar disudut mata nya berubah menjadi air mata penuh harapan.
"Harvard, Pak. Em ingin sekali menaklukkan Harvard."
*****"Apa nenek bilang? Aku menikahi seorang gadis tamatan SMA? bukan dari salah satu kolega atau keluarga teman nenek? Nenek tidak salah pikir?" Eka berkata dengan suara setengah berteriak dan frustasi. Langsung berhadapan mata dengan nenek yang bahkan sangat dikaguminya sekaligus sudah dianggap sebagai orangtuanya.
"Apa yang salah dengan gadis tamatan SMA? Usiamu 30 tahun. Kau tahu dengan pasti... wanita itu mempunyai masa di mana dia tidak dapat memenuhi kebutuhan biologis pasangannya. Lihatlah nenekmu dan almarhum ibumu, kami sama-sama menikah di usia muda dan semuanya tertangani dengan baik. Jangan pikir nenek tidak tahu, hal – hal yang kau sembunyikan di luar sana. Kalau kau menikahi gadis seumuranmu, bisa dipastikan kau kembali pada kebiasaan lamamu tepat setelah istrimu menopause, bahkan bisa saja lebih buruk."
Kata itu tajam menohok telak di pikiran Eka. Tiba-tiba ia membenarkan pikiran neneknya yang memang tidak bisa dikatakan terlalu tua dan disepelekan. Neneknya lulusan universitas ternama . Dan hal yang sangat jarang dilakukan wanita se-usianya pada zaman penjajahan Belanda puluhan tahun silam. Semua orang di perusahaan tahu, bahwa neneknya adalah wanita pekerja keras. Begitu banyak hal yang ia raih hingga sampai sekarang ini. Dan tidak ada yang berani menentang kehendaknya. Bahkan jika lawan perusahaan tahu jika neneknya yang mengambil alih maka semua urusan akan tertangani dengan baik.
"Kau hanya perlu menikahinya di depan penghulu saja, Nak. Kau tidak perlu memperkenalkannya sekarang jika kau tidak siap. Nenek hanya memintamu menikahi dia sah secara agama beberapa hari lagi, untuk menjalankan amanah terakhir dari kakekmu sebelum ia meninggal. Dan nenek tidak meminta lebih, perkenalkan dia setelah kau siap," tawar Rahayu memberi solusi atas kebimbangan cucu nya.
Eka tahu dengan pasti wanita yang diceritakan neneknya adalah cucu rekan bisnis kakeknya yang dengan rela menghibahkan tanah di Bogor dengan gratis tanpa membeli. Kecuali dengan membagi hasil itu pun 50 tahun kemudian. Eka pun tahu bahwa industri bidang pertanian Amran Corporation merupakan penghasil laba terbesar 30 tahun belakang ini. Bisa dipastikan jika di kemudian hari saham Amran Corporation anjlok, hanya industri pertanian inilah yang posisinya aman dan dapat menopang hidup keluarga besarnya tujuh turunan sekalipun.
"Apa yang membuat nenek yakin aku akan memperkenalkannya pada kolega kita?"
"Nenek sudah hidup dengan mengecap berbagai asam garam kehidupan, bukan kali ini aku menghadapimu, Nak. Begini saja jika dalam kurun waktu 7 tahun kau tidak menyukainya ,kau bisa mengakhiri hubunganmu." Setelah mengatakan hal itu nenek Rahayu pun berlalu pergi meninggalkan Eka dengan senyumnya yang mengembang.
"Jadi, ini orangnya?" Eka berjalan dengan cepat diikuti beberapa staf di belakang.
"Iya, Pak ... ini beberapa tambahan fotonya."
Eka mengambil foto dari tangan orang suruhannya, yang mengambil gambar seorang gadis yang akan dinikahinya 2 hari lagi.
"Dari wajahnya kulihat dia biasa-biasa saja."
Eka mengamati gadis yang tersenyum dalam foto itu. Mengenakan kaos putih kebesaran. Dia berjalan dengan tas ransel di punggungnya. Kulitnya putih, wajahnya biasa saja. Rambutnya sepertinya panjang karena dikuncir kuda pun masih terlihat panjang.
"Cancel jadwal keluar kota hari Kamis. Saya memiliki acara hari Kamis."
"Baik, Pak," ucap bawahannya.
"Bapak ingin melihat biodata atau portofolionya?"
Lelaki itu berhenti sejenak dan berucap, "Taruh saja di meja. Hari ini ada rapat direksi."
Lalu Eka Perwira berjalan cepat meninggalkan Rahman yang mengedikkan bahu memandangi ketidakpedulian atasannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bertekuk Lutut (Revisi)
Roman d'amour*bacaan untuk dewasa* Tersedia di Google play book (cover versi emas terbaru) Apa yang paling mencekam saat kau tiba-tiba merasakan perasaan mendalam untuk seseorang yang takkan pernah bisa kau miliki? Sekali lagi kekuatan cinta membuktikan kuasanya...