Part 13

44.3K 1.7K 240
                                        

Untukmu yang membuatku kelabu
Menghadirkan riak- riak celah dikalbuku
Kusadari aku rindu.


*sambil nunggu kapan resmi terbit dan pemesanannya, mumpung daku diinjinkan post beberapa bab, bolehlah diintip perubahannya.

dan hug buat teman-teman yang menyempatkan diri menjadi bagian dari pemilihan cover baru novel ini.


***


Keheningan menyelimuti mereka berdua tatkala Eka Perwira berhasil mengeluarkan pertanyaan yang sejak tadi ditahannya.

"Eee... itu, ah...." Em berusaha menjawab tapi tetap saja tergagap.

"Hmm?" Eka Perwira maju selangkah lebih dekat untuk menegaskan bahwa ia menginginkan sebuah jawaban. Sebelah tangannya disandarkan pada meja rias, dan sebelahnya lagi diletakkan di pinggang.

"Oke. Aku melakukan hal bodoh ini, hanya karena tidak ingin terlihat menguping pembicaraanmu. Aku bahkan tidak tahu jika kau akan menerima telpon saat aku memutuskan untuk duduk disana, bukan?"

Eka Perwira tidak mengeluarkan reaksi apapun. Kenyataan bahwa wanita itu telah mendengar pembicaraan dengan Ningrum menghasilkan sebuah kesimpulan baru dalam benaknya. Tanpa berkata satu katapun, ia kembali memeriksa pakaian yang dibawanya. Dan sama seperti Em, Eka Perwira cukup pada kesimpulan, udara cukup dingin sehingga tidak ada satu pakaian pun yang akan cukup menghangatkan mereka malam itu.

"Aku rasa, Nenek benar-benar menjalankan rencananya. Udara disini lebih dingin daripada yang aku perkirakan."

"Rencana?" Em balik bertanya sembari mengambil beberapa pakaian yang akan dikenakannya.

"Dia menginginkan sesuatu yang terjadi diantara kita malam ini, hingga tidak menjelaskan detail tentang tempat yang akan kita datangi. Meskipun aku tidak sepenuhnya menyalahkan nenekku."

Em merasakan sesuatu menggelitik hatinya saat mendengar ucapan pria disebelahnya. "Tidak adil. Kurasa Nenek hanya ingin yang terbaik untuk semua cucu-cucunya. Jangan berprasangka buruk tentangnya."

Eka Perwira kembali tersenyum samar. Sesuatu dalam dirinya berusaha ingin menerobos apapun yang sedang dipikirkan wanita dihadapannya.

"Ah ...jadi kamu tidak keberatan sama sekali, kita tidur bersama malam ini?"

Gelagapan, Em berusaha mengalihkan rasa gugupnya dengan mengatur beberapa pakaian yang akan dikenakannya besok, dan mencari sesuatu dalam tas. Bahkan ia tidak mengerti apa yang sedang dicarinya. "Eh? Bukan seperti itu maksudku. Aku...aku ... maksudnya jika itu mengganggu, aku bisa mencari kamar lain. Jadi tidak perlu risau. Disini pasti banyak alternatif dan...."

"Dan membiarkan orang-orang tahu, bahwa ada yang salah terjadi diantara kita? Kau tidak memikirkan apa anggapan mereka nanti, bukan?"

Sekali lagi Em menarik napas panjang. Tidak ingin memperpanjang perdebatan itu. Tetapi, separuh dirinya membenarkan apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Mencari kamar lain sama saja menimbulkan kecurigaan. Karena mereka dianggap sebagai pasangan suami-istri oleh kerabat dari mendiang kakek Eka Perwira.

Tidak ada yang mengeluarkan kata-kata, hingga suara ketukan dipintu terdengar. Seorang petugas penginapan, datang membawakan mereka minuman hangat yang terbuat dari jahe, santan, dan gula merah. Penduduk asli biasa menyebutnya dengan sarabba. Tak lupa sepiring nasi goreng yang baru saja diangkut dari penggorengan. Tiga puluh menit kemudian mereka berhasil makan dalam kesunyian. Dan menu itu berhasil memecah kebisuan yang sempat tercipta.

Bertekuk Lutut (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang