Part 7

45.6K 1.8K 10
                                        


Bab 7

Sulit Menggambarkan Rasanya

Cinta akan tahu tempatnya saat kau tahu telah ada terlambat menghimpit ragamu untuk menempatkannya kembali di sana. Dan sesal menyesakkan jiwamu. Ampuh .

EM.


--------------

Siang itu terjadi perdebatan alot antara Eka Perwira dengan para manager di divisi perusahaan Amran Corporation.

"Bagaimana bisa keterlambatan ini terjadi, hah? Kalian semua tahu saya paling benci keterlambatan, dan ketidak telitian. Proyek ini sudah harus berjalan akhir bulan ini. Dan kalian ? apa yang kalian kerjakan? Memastikan hal-hal remeh berjalan semestinya saja kalian tidak becus. Kalian tahu? Saya membayar gaji kalian 2 kali lipat lebih tinggi dari perusahaan lain. Dan saya tidak ingin mendengar kita kehabisan cara untuk mengatasi ketimpangan ini."

Suara gebrakan meja mengakhiri rapat kali itu. Tidak tanggung-tanggung hampir seluruh staf terkena dampaknya akibat masalah defisit anggaran yang terjadi.

"Rapat ini saya tutup. Besok tiap departemen harus mempresentasikan semua rancangan tanpa terkecuali dari hal teknis hingga ke pembiayaan, secara detail hingga tuntas. Yang tidak bisa melaksanakannya ... beribu maaf dan dengan segala hormat karir kalian berhenti sampai disini."

Tanpa tedeng aling-aling Eka Perwira berlalu pergi meninggalkan ruang rapat menuju ruangannya.

"I'm back."

Sebuah pesan singkat membuyarkan kesibukan Eka. Sudah hampir sebulan sejak kepergian teman wanitanya itu, nafsu untuk melampiaskan hasratnya yang paling terdalam dipendamnya dalam-dalam. Mungkin saja itulah penyebab utama mengapa sedikit saja pegawainya melakukan kesalahan emosinya lebih cepat tersulut.

"Selfi,akhirnya kau datang juga."

Tak membutuhkan waktu lama Eka mengontak sekretaris untuk membatalkan jadwalnya seharian itu demi menemui pelipur laranya.

Percintaan itu berlangsung menggebu. Butuh waktu lama bagi Eka Perwira agar kembali pada kesadaran akan hal yang ingin ditanyainya. Pada Selfi, wanitanya.

"Apa yang membuatmu begitu lama kembali?"

"Yah, kau tahu kesibukanku. Aku menemukan beberapa penerbit untuk novelku. Mereka menawarkan kontrak padaku untuk beberapa novel terjemahan dan tentunya untuk menerbitkan novelku sendiri. Bagaimana menurutmu? " Tanya Selfi antusias.

Selfi, wanita itu, bak seorang wanita lihai mengambil hati pria mana pun. Membimbing kepala Eka Perwira, memangku dengan perlahan di atas pangkuannya, sesekali membelai rambut nya perlahan-lahan.

"Bukankah itu sudah menjadi cita-citamu? Ambillah, aku selalu mendukung ambisimu. Kau penuh dengan segudang keistimewaan yang jarang dimiliki wanita mana pun. Itukan yang membuatku senang berlama-lama denganmu. Realistis dan logis."

"Dan Itu artinya aku akan meninggalkan Indonesia."

Selfi menarik napas sejenak dan melanjutkan ceritanya.

"Tempatnya di Venice. Kau tahu kan Venice? Itu adalah tempat impianku. Tempat yang dipenuhi sungai dan perahu sebagai alat transportasinya, tempat di mana semua hal indah dapat bersemayam tak sekadar dalam sebatas angan tetapi bentuknya nyata."

Tiba-tiba Eka Perwira sadar apa maksud dari perkataan wanita itu. Secara tidak langsung dia mengemukakan keinginan dan ingin berpamitan. Semenjak mereka bersama, bertukar pikiran bersama, membahas beberapa masalah kehidupan, tujuan, dan beberapa diskusi berat lainnya, Eka Perwira dibuat nyaman untuk bercerita. Bersamanya ruang-ruang kosong di hatinya seakan penuh dengan cerita dan pemahaman sederhana mengenai cara pandang Selfi menggambarkan dunianya. Diskusi yang terkadang membuatnya merasa menemukan tempat bertukar pikiran, Bukan sekadar diskusi. Selfi, wanitanya punya cara tersendiri menunjukkan cara pandangnya. Ibarat warna, wanita ini punya warna sendiri.

Bertekuk Lutut (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang