65. Mengejutkan

263 65 4
                                        

Capeknya.

Sherly masuk ke kamarnya, menutup pintu sebelum kemudian melempar kruk yang menyangga tubuhnya. Dia yang sepanjang perjalanan tadi berjalan tertatih dengan segera menormalkan langkah kakinya menuju ranjang. Pura - pura pincang itu ternyata sangat melelahkan. Membuat kakinya pegal.

Bagaimanapun semua orang tahu bahwa dirinya telah babak belur dihajar oleh Robin. Mereka pasti akan terkejut jika hanya dalam beberapa hari dia sudah sembuh dan sehat bugar. Orang - orang pasti akan mencurigainya. Oleh karena itu untuk sementara dia harus pura - pura cidera. Bagaimanapun dirinya tidak ingin kekuatannya terekspose.

Ingat, dia hanyalah gadis biasa tanpa kekuatan. Namun belum ada empat langkah saat dirinya berbalik dan menuju ranjang, tiba - tiba dia tersentak, jantungnya mencelos dan matanya melebar saat melihat seorang laki - laki sudah duduk di sofa samping ranjangnya membuat Sherly langsung menjatuhkan dirinya ke lantai.

Ini bukan pura - pura, tetapi dirinya benar - benar terjatuh saking kagetnya.

Ohh astaga. Ya Tuhan.

“Kau tidak apa - apa?”

Sialan. Apanya yang tidak apa - apa. Kenapa pula dia di sini?

Sherly mengumpat. Luar biasa terkejut ketika seorang yang tak pernah terpikirkan olehnya akan ia temui di sini, malah secara mengejutkan telah berada di kamar perawatannya.

Aiden duduk tenang di sana seolah memang sengaja menunggu. Sejak kapan? Untuk apa? Lalu…. Sherly menelan ludah.

A… apakah tadi dia melihatnya berjalan dengan normal? A…. apakah dia curiga?

Aiden yang masih duduk di sofanya perlahan berdiri. Dia melangkah mendekati Sherly yang masih terduduk di lantai dengan bermacam ekspresi.

Panik, cemas, gugup, takut, dan juga marah. Sherly bahkan sampai tidak bisa berkata - kata sekarang. Saking tak menyangkanya.

“Maaf, kau pasti terkejut ya?” Aiden membungkuk, mengulurkan tangannya membantu Sherly agar berdiri. Namun wanita itu masih terdiam enggan menerima uluran tangan Master besar Black Militer.

Sherly tentu saja tidak tahu bagaimana caranya bersikap sekarang.

Jika mereka saling bertatapan dan Aiden melihat wajahnya secara jelas dan dalam waktu yang lama, laki - laki yang dianugerahi dengan gelar Master sekaligus Jenderal besar Black Militer tersebut mustahil jika tidak bisa mengenali orang yang pernah bersinggungan dengannya, apalagi pernah cukup dekat dengan laki - laki itu. Ya, meski hal itu sudah berlangsung bertahun - tahun yang lalu, daya ingat lelaki yang telah menjadi Master pasti sangat tinggi. Feelingnya juga pasti cukup kuat, penglihatannya juga pasti juga teliti. Dan yang pastinya, dia bukanlah orang yang bisa dibodohi.

Ohh ya ampun. Sialan. Benar - benar sial.

Sherly mengernyit, menggigit bibirnya pasrah. Seolah hari ini adalah hari kematiannya. Bagaimanapun dari pertemuan terakhirnya dengan laki - laki itu saat dirinya pagi - pagi buta keluar dari gerbang asrama untuk menemui Markus, Aiden seolah telah menunjukkan tanda - tanda bahwa dia sudah tahu tentangnya.

Bagaimanapun ucapan Aiden kala itu telah mengusiknya.

‘Kau mirip dengan mantan kekasihku.’

‘Ahh, ya benar. Tak mungkin, karena dia pasti sudah tua.’

Kata - kata itu menimbulkan dua spekulasi. Antara Aiden memang betul - betul menganggapnya hanya mirip dengan mantan kekasih bohongannya di masa lalu, ataukah dia memang sengaja menyindirnya. Perempuan 26 tahun yang harusnya bekerja atau bahkan telah menikah dan menjadi ibu rumah tangga dan mengasuh bayi, malah secara mengejutkan kembali menjadi siswi sekolahan.

Benar - benar menggelikan dan pastinya aneh.

Tapi…

Sherly mengerjap, tiba - tiba berpikir kembali. Jika Aiden curiga, kenapa laki - laki itu sampai sekarang masih membiarkannya di sini? Bahkan lelaki itu juga sama sekali tak mengganggunya atau berusaha mencari tahu mengenai dirinya. Sikap Aiden selama ini terlihat biasa - biasa saja, sama layaknya sikap seorang master kepada murid - murid didikannya. Tak terlalu kepo, tak terlalu mempersulit di luar urusan pelatihan, dan juga tak pernah memojokkannya.

Baik. Itu berarti dia mungkin memang tak curiga dan hanya menganggapnya punya kemiripan wajah dengan mantannya. Pikiran positif Sherly mengambil alih. Lagipula dia juga harus bersikap sebiasa dan senatural mungkin sebagai seorang siswi yang lugu.

“Ya, ten…tentu saya terkejut.” Pada akhirnya Sherly menerima uluran tangan Aiden. Dia hati - hati berdiri, “Kenapa Jenderal ada di sini?”

“Menjengukmu tentu saja.” Jawab Aiden. Manik emasnya melirik kruk yang tadi dilemparkan perempuan itu ke sembarang arah. Sudut bibir Aiden terangkat.

“Jadi… kau sudah tidak memerlukan kruk lagi?”

Pertanyaan itu membuat jantung Sherly kembali mencelos. Dia meringis lalu pura - pura menyeret kakinya dan berjalan terhuyung untuk sampai ke ranjangnya.

“Saya hanya tidak ingin bergantung terus menerus menggunakan kruk Jenderal.” Sherly menunduk, menatap kakinya yang juga digips karena patah, “Saya ingin cepat - cepat berjalan normal kembali.”

“Ohh.. begitu.” Aiden menimpali. Dia setengah bergumam, “Aku sempat berpikir kau sudah bisa berjalan normal lagi.”

Sherly sempat tersentak, tetapi dengan cepat dia mengatur ekspresinya, “Eh… bagaimana mungkin Jenderal. Tapi… jika saja itu bisa terjadi aku sangat bersyukur. Hehe.”

‘Sialan, kenapa kau di sini?’

‘Cepat pergi sana!’ Imbuh Sherly dalam hati.

Bagaimanapun berada dalam satu ruangan yang sama dengan Aiden membuatnya terasa sulit bernafas sekarang.

Di sana, Aiden masih berdiri dengan tenang. Dia hanya mengangguk - angguk seolah mengerti, tetapi ekspresi pria itu sama sekali tidak terbaca. Manik emasnya memperhatikan Sherly sejenak sebelum kemudian berkata, “Cecil August.”

“Ya.” Sherly mendongak membalas panggilan Aiden.

“Berapa umurmu?”

“Ten… tentu saja tujuh belas tahun Jenderal.”

Sial kenapa dia menanyakan ini?

“Bohong.”

Deg.

Sherly tersentak. Matanya melebar kaget. Tiba - tiba lelaki itu menyangkal ucapannya.

“Bu… buat apa saya berbohong jenderal?”

Aiden mendekat. Sudut bibirnya terangkat ketika dirinya kembali membungkuk mensejajarkan posisinya dengan Sherly yang saat ini telah duduk di pinggir ranjang.

Seragam militer hitam yang ia kenakan membuat penampilan Aiden terasa semakin membuat orang - orang yang ada di dekatnya terintimidasi. Dan saat ini, Sherly mengalami hal itu.

Laki - laki ini memang sama sekali tidak menatapnya tajam. Bahkan tidak ada kernyitan di dahinya untuk menunjukkan kegarangan. Yang Aiden lakukan hanyalah menatap Sherly dengan pandangan biasa. Raut wajahnya pun begitu biasa. Cara bicaranyapun juga terdengar normal. Tak ada jejak - jejak untuk mengancam, menyudutkan ataupun mengintimidasi.

Tetapi….

Tatapan yang justru biasa itulah, ekspresi yang begitu biasa itulah, yang membuatnya merasa was - was. Karena saking biasanya, tidak ada seorangpun yang bisa membaca tatapan serta raut wajah Aiden.

Sherly hanya bisa terdiam kaku saat laki - laki itu membungkukan badannya kemudian menarik sudut bibirnya dan berkata,

“Seharusnya bukan tujuh belas.”

***

Black MilitaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang