Bab 8 : Kenangan Bukit Teh

23 9 0
                                    

Setelah kejadian itu,
Natch, bocah lelaki itu terus mencari tahu apapun yang berhubungan dengan Sekar. Dan karena rasa penasaran itulah dirinya dapat mengetahui satu-persatu segala hal tentang gadis itu

Mulai dari gadis itu yang ternyata seusia dengannya.

Sekar yang dulunya adalah seorang anak terpelajar, bahkan bisa membaca dan menulis. Gadis itu juga bisa berbicara dalam bahasa Belanda dengan cukup lancar.

Tetapi ada suatu hal yang membuat fakta tentangnya menyedihkan. Sekar adalah pekerja termuda yang sayangnya adalah seorang anak sebatang kara. Ayah dan ibunya tewas dalam serangan beberapa tahun yang lalu sehingga dengan terpaksa dirinya harus bekerja dibawah tangan pemerintah Belanda guna menyambung hidupnya.

Tujuh tahun telah berlalu, bocah lelaki yang selalu mengikuti gadis itu kemanapun sekarang telah remaja, bersamaan dengan gadis itu yang telah tumbuh bersama.
Natch semakin menempel pada gadis itu, bahkan keduanya telah berteman dekat.

Seperti pada hari ini, saat suasana sedang teduh, keduanya bersandar pada naungan pohon di atas bukit. Dengan angin sepoi-sepoi membawa aroma daun teh pada lahan landai dibawah sana.

Sekar yang sedang menuliskan sesuatu pada sebuah buku ditangannya, serta Natch, pemuda yang sayangnya masih berperilaku seperti bocah itu mengintip-intip apa yang gadis itu tuliskan.

Hingga pada saat di tengah kegiatannya, Natch ketahuan.

"Jangan mengintip! Aku belum selesai"

Natch cemberut, "Aku hanya melihatnya saja"

"Sama saja. Pergi sana!"

Natch memalingkan wajahnya, berpura-pura kesal. Gadis yang ada disebelahnya terkekeh. Senang rasanya menjahili pemuda kekanak-kanakan ini.
Ekspresi dari pemuda itulah yang membuatnya tertawa di tengah rasa gundahnya setiap hari.

"Baiklah, kau boleh melihatnya sekarang"

Natch dengan cepat menoleh, "Sungguh? Apakah boleh?"

Sekar mengangguk dan langsung saja pemuda itu mengambil buku dari pangkuan gadis itu.
Pemuda itu membaca isinya, yang seketika itulah Natch menjadi cemberut.

Judul : Bocah Cengeng

Tujuh tahun berlalu, bocah lelaki cengeng dengan lutut yang berdarah menangis di bawah sana. Meraung mengharapkan agar sang ayah menolongnya.

Tapi apa yang terjadi? Seorang gadis cantik dengan senyuman manis datang menolong anak malang itu.

Semenjak hari itulah, sang bocah lelaki terus mengikuti sang gadis hingga saat-saat dewasanya.

Natch mengerutkan kening, lalu dengan tatapan bingung menatap Sekar yang tengah berusaha menutupi tawanya. Sangat jelas bahwa dirinya sedang di ledek melalui tulisan ini.

"Hei, kau mengejek ku, ya?", cerca Natch.

Sekar menghentikan tawanya. "Aku hanya bercanda, jangan serius"

Natch cemberut, mengalihkan pandangannya kearah lain sambil menekuk tangannya di depan dada.
Melihatnya membuat Sekar menjadi terkekeh lagi.

Gadis itu menatap langit, dilihatnya burung-burung yang berterbangan di atas sana. Dengan angin sepoi-sepoi yang menerbangkan anak rambutnya yang keluar dari ikat sanggulnya.

Natch berbalik kemudian mengikuti arah pandang gadis itu.

"Sudah lama semenjak hari itu, ya?"

Natch mengangguk pelan.

Diam sejenak, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Tapi saat kau dibawah sana, kau sangat lucu"

"Kau mulai meledek ku lagi, nona?"

Sekar tertawa lagi untuk kesekian kalinya.

Diam-diam, Natch menatap gadis itu dalam. Dilihatnya visual gadis itu yang memukau.
Walaupun terkesan sederhana, tetapi ada aura kecantikan tersendiri di sana. Semakin dilihat, semakin cantik.

Astaga, apa aku mulai menyukainya?

"Sekar"

Gadis itu menoleh. Manik mata mereka berdua bertemu. Tanpa disangka ada hati yang berdegup samar diantara mereka.

Natch terdiam sejenak, "Apa aku menyukaimu?"

*deg

"Apa yang kau--"

"Ahaha, t-tidak ada apa-apa", Natch salah tingkah. Tangannya menggaruk tengkuk nya yang tak gatal.

Apa yang aku lakukan?!

"Sudahlah, sepertinya sudah cukup. Sampai bertemu lagi"

Lalu Natch bangkit dari berlalu, menuruni tiap-tiap petak barisan pohon teh sambil terburu-buru.

Sekar yang melihatnya hanya bisa memasang wajah kebingungan.

"Apa yang dia lakukan?"

🌷🌷🌷

"Jadi, kau sudah mendapatkan informasi tentang gadis itu?"

Asap rokok mengepul di udara.

Didalam ruang yang gelap ini dengan minim cahaya, bahkan udara sangat sulit untuk tinggal didalamnya.

Dua orang dari pihak Hindia Belanda bertemu. Yang satu, duduk diatas meja kerjanya, dengan satu tangan memegang puntung rokok yang menyala. Dan yang satu lagi beridentitas sebagai bawahannya, berdiri tegak dengan kedua tangan melipat kebelakang.

Sang atasan membuka surat yang diberikan bawahannya dan membacanya.

"Kirana Sekar Rahayu, putri tunggal dari saudagar kaya raya di wilayah timur. Sekaligus--"

"Aktivis Penolakan Hindia Belanda."

Sang bawahan menunduk, "Benar, tuan Hans"

Hans menghisap rokoknya dan membuangnya di asbak.
Pria itu melempar kertas ditangannya.

"Carilah cara untuk menyingkirkan batu kerikil ini"

"Tapi tuan, dirinya telah keluar dari organisasi itu semenjak beberapa tahun yang lalu. Dan tak ada bukti kuat dirinya adalah seorang yang harus diwaspadai"

Hans menatap bawahannya tajam.

"Dia berbahaya untuk putraku. Jadi singkirkan dia atau aku yang akan menyingkirkan dirimu terlebih dahulu", ujarnya dingin.

"B-baik tuan", orang itu hormat dan berlalu keluar dari ruangan itu dengan terburu-buru.

Dan tinggallah Hans sendiri. Memungut kertas pemberian bawahannya, meletakannya diatas asbak dan membiarkan kertas berisi informasi itu terbakar.

"Kerikil kecil yang berbahaya"

🌷🌷🌷

~tbc~

Hampir di puncak!!
Semangat!!

See you for conflict~~ (bahasa inggris ngawur)

Tulip Dua Warna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang