Bab 15 : Menjadi Rahasia (epilog)

24 9 0
                                    

Rahasia masa lalu kita.

Semua rasa sakit yang pernah kita rasakan.

Persahabatan,

Kehangatan,

Dan juga penyesalan.

Saling terikat oleh benang tak terlihat.
Dan tetap seperti itu.

🌷🌷🌷

"Nath, apakah kau sudah menyelesaikan bagianmu?"

Nathan, yang barus saja kembali dari kasir kantin terlihat kebingungan. Bunga yang masih sibuk dengan tugas ketik-mengetik di laptop tipisnya tak mengalihkan pandangan se-senti pun kala dirinya bertanya pada pemuda yang baru saja mengambil bangku di sebelahnya itu.

Nathan menggaruk kepalanya yang tak gatal. Memakan kerupuk yang dirinya beli di dekat kasir barusan.
Mencoba mengingat-ingat apa yang gadis berkulit sawo matang itu maksud.

Namun setelah dipikir-pikir lagi, Nathan tetap tak mengingat apapun tentang 'bagian tugas' yang Bunga bicarakan. Membutuhkan untuk bertanya saja langsung pada gadis itu.

"Tidak tahu, memang apa saja tugasku?--"

"Kau benar-benar tidak tahu?!", seru gadis itu tiba-tiba sampai berbalik badan.

Nathan yang terkejut hampir saja jatuh dari kursi plastiknya dan tersedak kerupuk. Beruntung dirinya masih bisa menyeimbangkan badan sebelum benar-benar kehilangan keseimbangan badan.

Mendengar suara gaduh, semua orang yang ada di kantin menoleh ke arah sumber suara. Dan tentu saja kedua empu yang menyadari tatapan menyelidik dari orang-orang hanya bisa menyembunyikan wajah mereka di meja kantin.

"Trus gimana ini tugasnya? Masa kamu ga ingat, sih? Udah ku kasih tau loh padahal"

Nathan menggaruk tengkuk nya yang tak gatal. Mencoba mencari jawaban yang pas agar tak kena amuk lagi oleh gadis itu.

"Maaf", pada akhirnya hanya kata itu yang keluar dari mulut pemuda Belanda itu.

"Yasudah, kita kerja cepet. Aku yang nulis, kamu yang dikte?", tawar Bunga memastikan. "Udah cepetan jangan pake bengong"

"Iya-iya"

Secepat kilat, tangan gadis itu menari dengan pensil yang beradu diatas kertas folio. Menuliskan kata demi kata dan merangkainya. Nathan yang mendikte kan tiap kalimat yang dirinya ingat dari lembaran kertas folio miliknya yang hilang entah kemana perlahan ikut terhanyut oleh wajah serius gadis itu.

Tanpa sadar, senyuman simpul terbit dari wajah pemuda itu. Dirinya tak menyangka, gadis yang dahulu amat sangat dirinya rindukan, penuh penyesalan serta kehangatan kini kembali di sebelahnya.

Rasanya ingin menangis terharu.
Bukan tangisan pilu yang diakhiri oleh wajah biru.
Karena kini, hanya perasaan yang semula semu akan dirinya pastikan.
Apakah akan di berhentikan atau diperjuangkan.

"F.o.k.u.s!"

*glek

"Iya"

🌷🌷🌷

*tok tok tok

"Permisi bu, saya ingin mengumpulkan tugas laporan observasi museum saya"

Dengan napas tersengal-sengal, Bunga berhasil memasuki ruang jurnalistik tepat pada waktunya. Bu Aina yang sedang merapikan mejanya langsung menoleh kearah pintu.

Bunga, dengan tangan kanan yang memegang setumpuk kertas dan tangan kiri menyeret Nathan yang juga terlihat kelelahan, berjalan kearahnya. Menyerahkan tumpukan kertas itu.

Wanita setengah baya itu menerima dengan senang hati.

"Oh, iya, Bunga. Cepat sekali, padahal masih ada waktu 5 hari sebagai batas deadline"

Bunga menggaruk rambutnya yang tak gatal. Sambil mencoba mencari pembelaan dengan saling bertatapan dengan Nathan yang meneliti ruangan.

"Ya.... Gapapa, bu, saya sudah berusaha untuk tepat waktu, nah iya tepat waktu"

Bu Aina tak nampak curiga sedikitpun. Malah dengan wajah penuh dengan senyuman, beliau membolak-balikan halaman demi halaman membaca tiap bait yang tertulis.

Hingga pada sesuatu yang menarik, membuat wanita itu berhenti dan mulai membaca dengan saksama.

"Bunga, detail laporanmu sangat bagus sekali. Darimana kamu dapat sumber selengkap ini, nak?"

Bunga tak menjawab, hanya mampu saling melirik dengan Nathan yang juga sepertinya kebingungan untuk memberikan jawaban apa.

Hingga beberapa saat kemudian, di tengah kekaguman wanita itu pada tulisan tangan Bunga, kedua remaja itu mulai terkekeh dalam diamnya.

"Tentu saja, itu menjadi rahasia, bu"

🌷🌷🌷

"Hei, Nath, bagaimana dengan kabar ibumu?"

"Tentu saja baik. Bahkan ibuku berencana untuk berkunjung agar bisa bertemu denganmu"

"Sungguh? Jangan berbohong"

"Siapa yang berbohong? Lihat saja saat ibuku tiba, aku akan memperkenalkanmu sebagai Sekar, kekasihku"

"Bangun dari tidurmu dan buang sampah-sampah ini"

"Aisshh kau sungguh tidak bisa diajak bercanda"

🌷🌷🌷

~end~

Selesai
Happy Ending 💗💗💗

Habis ini masih ada ucapan terimakasih dari ku untuk kalian semuaaa love you💗💗

Tulip Dua Warna [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang